Tengoklah kembali perjalanan Anda saat ini, akan menuju kemana? Apakah ke arah yang lebih baik, atau ke arah yang lebih buruk, atau tetap saja seperti saat ini? Tetapkanlah sebuah putusan dan jalanilah menuju konsekuensinya.
Powered By Blogger

Selasa, 05 Oktober 2010

Psikologi Dakwah

BAB 1

Pengantar

Psikologi Dakwah

1. A. Pengertian Psikologi

Psikologi menurut bahasa berasal dari kata Yunani yang terdiri dari dua kata. Psyche dan logos.Psyche berarti jiwa dan logos berarti ilmu. Jadi psikologi secara bahasa dapat berarti ‘ilmu jiwa’. Namun pegertian ilmu jiwa itu masih dianggap kabur dan belum jelas. Hal ini disebabkan karena para sarjana belum mempunyai kesepakatan tentang jiwa itu sendiri. Menrut Sarlito, tidak ada seorang pun yang tahu dengan sesungguhnya apa yang dimaksud dengan jiwa itu sendiri, karena jiwa adalah sesuatu kekuatan yang absrak yang tidak tampak oleh pancaindra wujud dan zatnya, melainkan yang tampak hanya gejala-gejalanya saja.[1]

Bahkan, jika kita kembali kepada OxfordDictionary, maka kita akan mendapatkan kata psyche mempunyai banyak arti, seperti soul, mind, spirit.[2] Dalam islam, istilah jiwa juga mempunyai banyak makna, seperti an-nafs, al-ruh, al-bashirat, dan al-hayat. Oleh karena itu, sering timbul berbagai pengerian yang berbeda-beda, dimana banyak ilmuan memberikan definisi yang berbeda-beda pula sesuai dengan arah minat dan aliran masing-masing.

Pada zaman renaisans (zaman revolusi ilmu pegetahuan di Eropa) Rene Descartes (1596-1650) seorang filsuf Perancis pernah mencetuskan definisi psikologi. Descartes mengatakan, psikolgi adalah ilmu tentang kesadaran. Pada masa yang sama George Berkeley (1685-1753) seorang filsuf inggris mengemukakan bahwa psikologi adalah ilmu tentang pengindraan (persepsi).[3]

Perkembangan definisi-definisi psikologi masih berlanjut hingga saat ini, di antaranya menurut behaviorisme, psikologi adalah ilmu pengetahuan yang mempelajari atau menyelidiki tentang tingkah laku manusia atau binatang yang tampak secara lahir.[4] Aliran bihavoris menitikberatkan perhatiannya pada tingkahlaku lahiriah, karena hal tersebut menggambarkan tentang perasaan batin atau jiwa.

1. B. Pengertian Dakwah

Dakwah secara bahasa mempunyai makna bermacam-macam;

1. النداء : memanggil dan menyeru,[5]
2. Menegaskan atau membella, baik terhadap yang benar atau yang salah, yang positif atau negatif.[6]
3. Suatu usaha berupa perkataan atau pun perbuuatan untuk menarik seseorang kepada suatu ailiran atau agama tertentu.[7]
4. Do’a (permohonan),
5. Meminta dan mengajak seperti ungkapan, da’a bi as-syai’ yang artinya meminta dihidangkan ataudidatangkan makanan atau minuman.[8]

Secara terminologi, para ulama berbeda pendapat dalm menentukan dan mendefinisikan dakwah.Sebagian ulama seperti yang diungkapkan oleh Muhammad Abu al-Futut dalam kitabnya al-Madkhal ila ilm ad-Da’wat mengatakan, bahwa dakwah adalah menyampaikan (at-tabligh) dan menerangkan (al-bayan) apa yang telah dibawa oleh Nabi Muhammad SAW.[9] Sebagian lagi menganggap dakwah sebagai ilmu dan pembelajaran (ta’lim).[10]

Dari sekian definisi dakwah yang telah dipaparkan, melihat para ulama sepakat bahwa dakwah adalah suatu kegiatan untuk menyampaikan dan mengajarkan serta memperaktekan ajaran islam di dalam kehidupan sehari-hari.

1. C. Pengertian Psikologi dakwah

Berdasarkan definisi-definisi dakwah yang telah disebutkan diatas, sesungguhnya esensi dakwah terletak pada usaha pencegahan (preventif) dari penyakit-penyakit masyarakat yang bersifat psikis dengan cara mengajak, memotivasi, merangsang serta membimbing individu atau kelompok agar sehat dan sejahtera jiwa dan raganya, sehingga mereka dapat menerima ajaran agama dengan penuh kesadaran dan dapat menjalankan ajaran agama sesuai dengan tuntutan syariat islam.

Psikologi dakwah dapat juga diberi batasan sebagai ilmu pengetahuan yang mempelajari tentang tingkah laku yang merupakan cerminan hidup kejiwaannya untuk diajak kepada pengalaman ajakan-ajakan islam demi kesejahteraan hidup manusia di dunia dan di akhirat.

Tujuan psikologi dakwah adalah membantu dan memberikan pendangan kepada para Da’i tentang pola dan tingkah laku para Mad’u dan hal-hal yang mempengaruhi tingkah laku tersebut yang berkaitan dengan aspek kejiwaan (psikis) sehingga mempermudah para Da’i untuk mengajak mereka kepada apa yang dikehendaki ajaran islam.

1. D. Objek Pembahasan Psikologi Dakwah

Dalam Kamus Ilmiah, objek berarti sasaran, hal, perkara, atau orang yang menjadi pokok pembicaraan.[11] Secara otonom, psikologi dakwah mempunyai teori serta prinsip-prinsip dan sudut pandang khusus yang berbeda dengan ilmu-ilmu lainnya. Psikologi dakwah, sebagai gabungan dari psikologi dan dakwah, mempunyai objek pembahasannya tersendiri yang membedakannya dengan ilmu yang lain, baik objek materialnya maupun formalnya. Achmad Mubarak menganggap psikologi dakwah sebagai ilmu yang berusaha menguraikan, meramalkan, dan mengendalikan tingkah laku manusia yang terkait dengan proses dakwah.

Manusia sebagai objek psikologi dakwah memiliki sikap dan tingkah laku yang berada satu dengan yang lain. Masing-masing inividu memiliki karakterristik tersendiri yang dipengaruhi oleh hereditas (pewarisan) dan lingkungannya. Karakteristik manusia yang dipengaruhi oleh hereditas dan lingkungan merupakan karakteristik manusia apa adanya.

1. E. Sejarah Perkembangan Psikologi dan Dakwah
2. 1. Sejarah perkembangan psikologi

Psikologi mengalami sejarah perkembangan yang terus meningkat, dari statusnya sebagian dari filsafat sampai menjadi ilmu pengetahuan yang berdiri sendiri dengan kelengkapan-kelengkapannya yang berupa sistem, metode, serta objek studi ilmiah.

Beberapa abad sebelum Masehi, para ahli pikir Yunani dan Romawi telah berusaha mengetahui hidup kejiwaan manusia dengan cara-cara yang bersifat spekulatif. Pada zaman ini psikologi masih dalam ruang lingkup filsafat, Para ahli menyebutnya filsafat rohaniah, karena mereka berusaha memahami jiwa melalui pemikiran pilosofi dan merupakan bagian dari filsafat.

Pengetahuan tentang kehidupan rohaniah manusia pada awalnya hanya berdasarkan pada pemikiran spekuiatif saja, belum berdasarkan pada penelitian ilmiah yang mendalam dan luas, sebagaimana yang dilakukan pada abad-abad sesudahnya. Pada zaman ini, kajian tentang jiwa dipengaruhi oleh cara-cara berpikir filsafat dan juga terpengaruh oleh filsafat itu sendiri. Hal ini kemungkinan disebabkan karena para ahli ilmu jiwa pada masa ini adalah juga ahli-ahli filsafat atau ahli-ahli filsafat juga adalah ahli tentang kejiwaan.

Di antara para ahli pikir tersebut adalah Plato (427-347 SM) dan Aristoteles (384-3225 M). Dalam pandangan Plato dikenal dua dunia, dunia tempat manusia hidup yang serba berubah dan tidak sempurna, dan dunia idea yang tidak berubah, sempurna, dan bersifat kekal. Paham tentang dunia idea ini terkenal dengan aliran idealisme. Dalam pandangan Plato, kebenaran hakiki tidak bisa ditangkap indra, yang hakiki menurut Plato adalah apa yang disebut idea, yaitu cita bagi segala yang maujud di alam ini. Idea hanya dapat dijangkau manusia melalui pikiran, dalam usaha mencapai idea tetsebut manusia didorong oleh kekuatan rohaniah yang disebut kehendak yang ingin kembali ke alam idea tersebut.[12]

Jiwa dan tubuh adalah dua kenyataan yang berbeda. jiwa adalah sesuatu yang adikodrati yang berasal dari dunia idea dan bersifat kekal. Sedangkan tubuh dalam pandangan Plato merupakan penjara bagi jiwa. Agar jiwa terlepas dari penjaranya, maka manusia harus berusaha mendapatkan pengetahuan yang menjadikan manusia dapat melihat idea-idea itu, di mana idea tertinggi dalam pandangan Plato adalah Tuhan.

Menurut Plato, jiwa memiliki tiga fungsi, fungsi rasional yang dihubungkan dengan kebijaksanaanya fungsi kehendak atau keberanian yang dihubungkan dengan kegagahan/ketangkasan dan fungsi keinginan atau nafsu yang dihubungkan dengan pengendalian diri. Kekuatan-kekuatan jiwa ini dikenal dengan istilah “trikhotomi”, yaitu kekuatan pikiran yang terletak di kepala, keberanian yang berada di dada dan keinginan yang terletak di perut.[13]

Menurut Aristoteles jiwa memiliki dua kemampuan Fokok, yaitu kemampuan berpikir dan kemampuan ber-kehendak yang disebut dikhotomi.Jiwa dan tubuh menurut. Aristoteles adalah dua aspek dari satu substansi yang saling berhubungan antara satu dengan yang lain. Jiwa adalah aktus pertama yang paling asasi yang menyebabkan tubuh menjadi hidup. Jiwa adalah asas hidup dalam arti seluas-luasnya, yang menjadi segala arah hidup, yang menggerakkan tubuh, yang memimpin segala perbuatan manusia untuk dapat mencapai tujuan.[14]

Dalam teorinya, Aristoteles menganggap bahwa makhluk yang dipandang berjiwa yang hidup di alam ialah tumbuh-tumbuhan, hewan dan manusia. Masing-masing mempunyai jiwa yang berbeda-beda tinggi rendahnya.

Pengertian kategorial dari jiwa makhluk tersebut menurut Aristoteles adalalrrs ebagaib erikut:

1. Anima vegetativa, aitu suatu tingkat hidup tumbuhtumbuhan dengan fungsi terbatas pada makan dan berkembangbiak saja.

2. Anima sensitiva, yakni tingkat hidup kejiwaan dengan fungsi pengindraan dan melaksanakan nafsu untuk bergerak/berbuat. hri adalah tingkat hidup kejiwaan pada binatang.

3. Anima intelektiva, alcri tingkat hidup manusiawi di mana fungsi berpikir dan menghendaki merupakan kemampuan pokok rohaniahnya.

Pada abad XVIIL atau sebelum abad XI, muncullah berbagai aliran yang pada umumnya terpengaruh oleh ilmu alam (fisika) sehingga metode spekulatif mulai ditinggalkan. Hal ini jugalah yang membedakan corak psikologi sebelum abad XVIII dan sesudah abad XVIII, atau antara aliran lama dan aliran modern dalam psikologi.[15]

Perpindahan kajian psikologi yang bersifat metafisik ke psikologi yang lebih dipengaruhi oleh ilmu alam (fisika) menurut Y0suf MurAd, dimulai ketika Wolf, salah seorang murid Leibniz menerbitkan bukunya yang berjudul Pshycology Empirik pada sekitar paruh kedua dari abad XVIII dan XIX.[16]

Sejalan dengan dinamika hidup masyarakat untuk senantiasa mencari pemuasan dalam segala aspek kehidupannya maka pikiran manusia pun mengalamiperkembangan yang bertendensi ke arah pemuasan hidup ilmiahnya yang semakin sempurna. Mulai zaman humanisme (aupklarung),sistem dan metode berpikir manusia tidak lagi bersifat spekulatif , melainkan menuntut sistem dan metode yang bersifat rasionalistis.

Di antara ahli pikir pada masa ini adalah Thomas Aquinas dan Jhon Locke. Dalam pandangan Thomas Aquinas, manusia adalah satu kesatuan yang berdiri sendiri, yang terdiri dari bentuk (jiwanya) dan materi (tubuhnya). Jiwalah yang memberikan perwujudan kepada tubuh sebagai materi. Menurut Thomas Aquinas, setiap perbuatan adalah perbuatan segenap pribadi manusia, perbuatan ” aku” sebagai kesatuan. jiwa memiliki lima daya jiwani, yaitu daya jiwani vegetatif, daya sensitif, daya menggerakan, daya berpikir, dan daya untuk mengenal.[17]

Sedangkan John Locke yang terkenal dengan teori “tabuale rasae” berpendapat, bahwa pada hakikatnya Manusia itu putih bersih seperti meja lilin yang masih lunak, manusia akan menjadi seperti apa, tergantung pada masyarakatnya. Dengan demikian, perkembangan jiwa manusia sejak lahir ditentukan oleh pengaruh dari luar diriinya atau pengalaman-pengalaman yang diterimanya Jhon Lucke menolak adanya kemampuan dari dalam atau bawaan pada manusia. Pada prinsipnya, teori tersebut berpandangan, bahwa manusia dapat dibentuk atau diubah melaui pengalaman-pengalamanya baik bersifat pedagogis maupun kultural.[18]

Mulai abad XVII telah tampak pengaruh cara berpikir ilmu alam ke dalam psikologi secara tidak langsung. Pada zaman ni perkembangan psikologi banyak dipengaruhi oleh cara berpikir induktif dan deduktif, terutama yang diterapkan dalam ilmu pengetahuan alam. Adapun corak psikologi yang terpengaruh oleh ilmu alam di antaranya, psikologi asosiasi yang mempelajari hidup kejiwaan manusia dari segi unsur-unsurnya. Metode yang dipergunakan

dalam mempelajari kejiwaan manusia adalah metode analitis sintetis (menganalisis, menguraikan dan mensenyawakan atau memadukan). Menurut pandangan psikologi asosiasi, jiwa adalah kumpulan dari tanggapan-tanggapan dan kumpulan dari unsur-unsur. Kumpulan dari unsur-unsur gejala kejiwaan itu sebenarnya merupakan persenyawaan dari elemen-elemen jiwa yang memiiiki sifat-sifat yang berlainan dengan sifat dari masing-masing elemen tersebut. Metode analisis sintetis yang dipergunakan oleh psikologi asosiasi adalah metode dalam ilmu alam, karena jiwa dianggap pasif, tidak memiliki kemampuan dari dalam yang dapat bekerja sendiri.[19] Psikologi asosiasi menolak adanya kemampuan pikiran sejak lahir. Psikologi ini memandang bahwa lingkungan memegang peranan penting dalam menentukan tingkah laku manusia.[20]

Sejak permulaan Abad XX, psikologi makin berkembang ke arah pengkhususan studi tentang aspek-aspek kehidupan jiwa manusia yang masing-masing memiiiki ciri khas yang membedakan satu dengan yang iainnya. Adapun pengkhususan tersebut dapat dikemukakan dalam beberapa aliran sebagai berikut:

a. Psikoanalisis

Suatu aliran yang berusaha mempelajari tentang proses hidup kejiwaan manusia dari aspek bawah sadar manusia. Salah satu tokoh aliran ini adalah Sigmund Freud.[21] Dasar teori Freud tentang ketidaksadaran adalah bahwa harapan yang tidak dapat diterima (yang dilarang, dihukum) pada masa kanak-kanak keluar dari kesadaran dan menjadi bagian ketidaksadarary di mana hal tersebut (walaupun keluar dari kesadaran) tetap berpengaruh. Ketidaksadaran ini tertekan dan mencari jalan keluar yang terjadi dalam berbagai cara seperti mimpi, salah ucap dan tindakan yang tidak disadari, bahkan gangguan kejiwaan.[22] Lapisan bawah saclar manusia dipandang sangat penting dalam proses kehidupan manusia baik sebagai makhluk individual maupun makhluk sosial.

b. Psikologi Individual (llmu jiwa Pribadi)

Psikologi individual adalah ilmu yang mempelajari tentang jiwa manusia dari segi individualitas (pribadi). Pribadi adalah kesatuan yang tidak dapat dipisah-pisahkanbukan hanya mengenai tingkah laku yang dapat diamati saja, tapi mencakup juga seluruh segi individualitas, termasuk sikap, sifat, watak, dan temperamen manusia.[23] Alfred Adle,[24] tokoh aliran ini berpendapt bahwa hidup kejiwaan itu tidak statis tetapi dinamis yang berpusat pada satu tujuan.

c. Psikoanalitis

Suatu aliran ilmu jiwa yang berusaha mempelajari kehidupan jiwa manusia dari segi kesadaran dan ketidak sadaran. Kesadaran berkecenderungan kepada arah luar yang disebut extraversi, sedangkan ketidaksadaran cenderung keppada arah dalam yang disebut introversi. Tokoh aliran ini C. G. Jung, seorang ahli penyakit jiwa jerman di Zurick (1923).

1. 1. Sejarah Perkembangan dakwah
2. Periode Sebelum Nabi Muhammad

Pada priode pertama, semenjak Nabi Nuh hingga Nabi Isa.

1. Priode Nabi Muhammad dan Khulafa al-Rasyddun

Sejarah dakwah Nabi Muhammad dapat dibagi dalam dua fase, fase Mekkah dan Fase Madinah. Fase mekkah dimulai semenjak Rasullulah menerima wahyu pertama di gua Hira, sedangkan pada fase Madinah dimulai ketika Nabi Muhammad menerima wahyu untuk berhijrah ke Madinah pada saat orang-orang Quraisy merencanakan pembunuhan terhadap Nabi Muhannad dan para pengikutnya.

1. Priode umayyah, ‘Abasiyyah, dan utmani

Priode ketiga adalah masa dinasti Umayyah, ‘Abasiyyah, dan utsmani. Priode ini dimulai dengan berdirinya Dinasti Bani Umayyah oleh Mu’awiyah bin abi Shafyan pada tahun keempat puluh Hijriyah hingga runtuhnya Dinasti Bani Utsmani pada tahun 1343 H/1924 M.

1. Priode Zaman Modern

Pada priode ini ada yang mengambil bentuk dakwah yang bermacam-macam, ada yang berdakwah secara personal, ada juga yang bergerak secara berklompok.

1. F. Pemikiran ke Arah Psikologi islam

Pembicaraan tentang jiwa (ruh) dalam islam sudah di mulai sejak munculnya pemikir-pemikir islam dipanggung islam. Dimulai dengan runtuhnya peradaban Yunani Romawi dan adanya gerakan penerjemahan, komentar serta adanya karya orisinal yang dilakukan oleh para pemikir islam terutama pada masa Daulah Abasiyyah, esensi pemikiran yunani diangkat dan diperkaya.disisi lain, para fisuf muslim juga terpengaruh oleh pemikiran Yunani dalam membahas nafs (jiwa), sehingga kubu fisafat islam diwakili oleh ibnu Rusyd terlibat perdebatan akademik berkepanjangan dengan Al-Ghazali. Dalam kuru waktu kurang lebih tujuh abad, nafs (jiwa) dibahas dalam dunia islam dalam kajian yang bersifat sufistik dan falsafi.[25]

Pembicaraan tentang nafs (jiwa) ini maka memungkinkan karena isalm sendiri telah memiliki konsef sendiri tentang manusia serta unsur-unsurnya, maka sangat wajar bala para pemikir muslim juga berbicara islam dan jiwanya.

1. G. Pemikiran ke Aarah Psikologi Dakwah

Psikologi Dakwah merupakan cabang pengetahuan baru yang merupakan gabungan antara kajian psikologi dengan ilmu dakwah. Psikologi dakwah juga pada hakikatnya merupakan bagian dari psikologi islam, karena dalam psikologi dakwah, Al-Qur’an dan Hadis.perkembanganpun sejalan dengan perkembangan pemikiran psikologi dalam islam. Ilmu ini dirasakan perlu dalam rangka mengefektifkan pelaksanaan dakwah dan memaksimalkan hasil dari kegiatan dakwah.

Di Indonesia, ilmu ini dirintis oleh H. M Arifin sekitar tahun 1990. Menurut beliau, pada hakikatnya psikologi dakwah merupakan landasan dimana metodelogi dakwah seharusnya dikembangkan. Psikologi dakwah membantu para Da’I dan para penerang agama memahami latar belakang hidup naluri manusia sebagai makhluk individual maupun sebagai makhluk social. Dengan pemahaman tersebut para da;I akan mampu menghitungkan, mengendalikan serta mengarahkan perkembangan modernisasi masyarakat berdasarkan pengaruh teknologi modern yang positif.

1. H. Hubungan Psikologi Dakwah dengan Ilmu Lain
2. Hubungan Ilmu Dakwah dengan Psikologi

Islam adalah agama dakwah, agama yang menyebarluaskan kebenaran dan mengajak orang-orang yang belum mempercayainya untuk percaya, menumbuhkan pengertian dan kesadaran umat islam agar mampu menjalankan hidup sesuai yang diperintahkan.

Dalam melaksanakan proses dakwah akan menghadapi berbagai keragaman dalm berbagai hal, seperti pikiran-pikiran, pengalaman, kepribadian, dan lanl-lain. Keragaman tersebut akan memberikan corak dalam menerima pesan dakwah, karena itulah untuk mengefektifkan sorang dai ketika menyampaikan pesan dakwah kepada mad’u diperlukan memahami psikologi yang mempelajari tentang kejiwaan.

1. Hubungan psikologi dakwah dengan ilmu komunikasi

Kegiatan dakwah adalah kegiatan komunikasi, dimana Da’i mengkomunikasikan pesan kepada Mad’u, perseorangan atau kelompok.

1. Hubungan psikologi dakwah dengan ilmu agama

Psikologi Agama (ilmu jiwa agama) meneliti sejauh mana pengaruh keyakinan agama terhadap sikap dan tingkahlaku seseorang (berfikir, bersikap, dan bereaksi).

1. Hubungan psikologi dakwah dengan patologi sosial

Psikologi dakwah adalah upaya mengajak kepada ajaran agama menuju kepada kesejahteraan jiwa dan raga Mad’u dan Da’i.

1. Hubungan psikologi dakwah dengan sosial

Soiologi menaruh perhatian pada interaksi sosial. Interaksi sosial akan terjadi apabila terjadinya komunikasi. Demikian juga kegiatan dakwah yang merupakan komunikasi antara Da’i dan Mad’u.

1. Hubungan psikologi dakwah dengan psikologi individual

Manusia adalah makhluk individual, makhluk yang tidak bisa di bagi-bagi, terdiri dari jasmanimdan rohani yang merupakan kesatuan yang utuh.

Psikologi individual adalah ilmu yang mempelajari tentang jiwa manusia dari segi individualitas (pribadinya).

1. Hubungan psikologi dakwah dengan psikologi sosial

Selain manusia sebagai makhluk individual, secara hakiki manusia juga merupakan makhluk sosisal.

Psikologi sosial merupakan landasan yang memberikan dan mengarahkan psikologi dakwah kepada pembinaan sosialisasi manusia sebagai objek dakwahkarena dalam psikologi sosial dipelajari tentang peyesuaian diri manusia yang diitimbulkan oleh rangsangan-rangsangan sosial, perubahan tingkah lku sesuai rangsangan-rangsangan sosial.

BAB 2

Karakteristik Manusia Da’i dan Mad’u

1. A. Konsep Manusia Menurut Psikologi

Telah banyak aliran psikologi yang melahirkan teori-teori tentang manusia, tetapi ada empat pendekatan yang paling dominan;

1. Psikonalisis sebuah aliran dalam psikologi yang melukiskan manusia sebagai makhluk yang digerakan oleh keinginan-keinginan terpendam (homo valens)
2. Behaviorisme aliran dalam psikologi yang mewmandang manusia sebagi makhluk yang digerakkan oleh lingkungan (homo mechanicus)
3. Psikologi kognitif aliran psikologi yang melihat manusia sebagai makhluk yang aktif mengorganisasikan dan mengolah stimul yang diterimanya (homo sapiens)
4. Psikologi humanistik, menggambarkan manusia sebagai pelaku aktif dalam merumuskan strategi transak-sional dalam lingkunganya (homo ludens)
5. B. Konsep Manusia Menurut Islam
6. Hakikat manusia
7. Kedudukan Nafs dalam Struktur Kepribadian Manusia
8. Segi Positif dan Negatif Manusia
1. C. Mad’u (Objek Dakwah) dan Kondisinya
2. Manusia sebagai individu
3. Manusia sebagai anggota masyarakat (klompok)
1. Pengaruh budaya
2. Organisasi sosial
1. D. Pengaruh Dakwah Islam Terhadap Individu dan Masyarakat

Islam sebagai agama yang unuversal sangat memerhatikan manusia sebagai individu, karena individu merupakan dasar bagi terciptanya masyarakat yang sejahtra, makmur, berkeadilan dan damai. Suatu masyarakat tidak akan sejahtra, damai, aman dan berkeadilan, jika tidak ditanamkan sedini mungkin makna dari nalai-nilai kekedamaian, keadilan dan kesejahtraan pada hakikatnya adalah komunitas yang terdidiri dari individu-individu yang hidup disuatu daerah yang mempunyai keinginan dan tujuan yang sama untuk saling memenuhi kebutuhan-kebutuhan hidupnya.

1. Da’i danKepribadiannya
1. 1. Kepribadian yang bersifat rohaniah
1. Sifat-sifat Da’i
1. Beriman dan bertakwa kepada Allah
2. Ahli tobat
3. Ahli ibadah
4. Amanah dan shidq
5. Pandai bersyukur
6. Tulus ikhlas dan tidak mementingkan pribadi
7. Ramah dan penuh pengertian
8. Tawaddu (rendah hati)
9. Sederhana dan jujur

10. Tidak memiliki sifat egois

11. Sabar dan tawakal

12. Memiliki jiwa toleran

13. Sifat terbuka (demokrasi)

14. Tidak memiliki penyakit hati

1. Sikap seorang da’i
1. Berakhlak mulia
2. Ing ngarso sung tulodho, ing madyo mangun karso, tut wuri handayani
3. Disiplin dan bijaksana
4. Wara’ dan berwibawa
5. Berpandangan luas
6. Berpengetahuan yang cukup
7. Keperibadian yang bersifat jasmani
1. Sehat jasmani
2. Berpakaian sopan dan rapi
3. Kemampuan berkomunikasi
4. Peberani

BAB 3

Interaksi Psikologis Da’i dengan Mad’u

1. A. Motivasi Tingkah Laku
2. Pengertian dan Teori-teori tingkah laku
1. a. Sigmund Freun

Adalah seoarang seorang tokoh psikoanalis yang berpendapat bahwa dasar dari motivasi tingkah laku manusia adalah insting (naluri). Semua prilaku manusia berasal dari dua kelompok naluri yang bertentangan, yaitu;

1. Naluri kehidupan
2. Naluri kematian
3. b. Abraham Maslaw

Ia adalah seorang tokoh psikologi humanistik yang berpendapat, bahwa manusia dimotivasi oleh sejumlah kebutuhan dasar yang bersipat sama untuk seluruh spesies, tidak berubah dan berasal dari sumber geneses atau naluriah.

Kebutuhan-kebutuhan dalam teori maslaw adalah sebagai berikut;

1. Kebutuhan psikologis
2. Kebutuhan akan rasa aman
3. Kebutuhan akan rasa cinta dan rasa memiliki
4. Kebutuhan akan penghargaan yang oleh Maslaw dikatagorikan dalam beberapa bagian, yakni;
5. Harga diri yang meliputi kebutuhan akan percaya diri, kompetisi, pengguasaan, prestasi, ketidaktergantungan, dan kebebasan.
6. Penghargaan dari orang lain yang meliputi prestase, pengakuan, penerimaan, perhatian kedudukan dan nam baik.
7. Kebutuhan koognitif
8. Kebutuhan estetika
9. Kebutuhan aktulisasi
10. c. K. S. Lashley

K. S. Lashley dalam eksperimennya menemukan bahwa motivasi dikendalikan oleh respon-respon susunan sentral kearah rangsangan dari dalam dan dari luar yang pariasinya sangat konpleks, termasuk perubahan-perubahan komposisi kimiawi dan aliran darah.

d. Fillmore H. Sandford

Fillmore H. Sandford melihat asal kata motivasi, yaitu motion yang berarti gerakan. Karenanya ia mengartikan motivasi sebagai suatu kondisi yang menggerakkan suatu organisme dan menggerakkannya pada suatu tujuan.

1. e. Foloyd L. Ruch
1. Motif memungkinkan pola rangsang dari luar diri manusia mengalahkan rangsangan lain yang menyainginya.
2. Motif dapat membuat seseorang terikat dalam suatu kegiatan tertentu, sehingga ia dapat menentukan objek atau situasi tertentu.
3. Motif dapat menimbulkan kekuatan untuk melaksakan pekerjaan yang lebih berat.
2. Klasifikasi motif
1. Sartain

Sartain membagi motif menjadi dua golongan, yaitu; physiologikal drive ialah dorongan yang bersifat fisikologis, dan social motives ialah dorongan-dorongan yang ada hubungannya dengan manusia lain dalam masyarakat, seperti dorongan estetis, dorongan ingin selalu berbuat baik (etika).

1. Woodworth

Woodworth mengklasifikasikan motif menjadi unlearned motives (motif-motif pokok yang tidak dipelajari) ialah motif yang timbul disebabkan oleh kekurangan-kekurangan atau kebutuhan-kebutuhan dalam tubuh. Sedangkan learned motives (motif-motif yang dipelajari) dapat berupa perasaan suka dan tidak suka.

1. Motif Dalam Al-Qur’an
1. Dorongan-dorongan psikologis
1. Dorongan untuk menjaga diri
2. Dorongan mempertahankan kelestarian hidup jenis
1. Dorongan seksual
2. Dorongan keibuan
3. Dorongan-dorogan psikis
1. Dorongan untuk memiliki
2. Dorongan untuk memusuhi
3. Dorongan berkompetisi
4. B. Iteraksi Sosial
2. Pengertian interaksi social

Interaksi social diartikan suatu bentuk hubungan antara dua orang atau lebih, dimana tingkah laku seseorang diubah oleh tingkah laku yang lain.

Adapun factor-faktor adanya interaksiosial;

1. Factor imitasi
2. Factor sugesti
3. Factor identifikasi
4. Factor simpati
5. Macam-macam interaksi sosial

Menurut R.F. bales dan Strodtbeck (1951), dapat dikatagorikan menjadi empat macam;

1. Tindakan integrative-ekspresif
2. Tindakan yang mengerakan kelompok kearah penyelesaian suatu problem yang dipilihnya.
3. Tindakan mengajukan pertanyaan berupa permintaan untuk orientasi, sugesti, dan jukan pertanyaan berupa permintaan untuk orientasi, sugesti,ipilihnya.yaitu;______________________________________________pendapat.
4. Tindakan integratife-ekspresif yang bersipat negative, yakni tingkah laku terpadu yang menyatakan dorongan kejiwaan yang bersifat menghindar.
5. Interaksi sosial dalam proses Dakwah

Kegiatan dakwah adalah sebuah proses social dimana didalam setiap proses dakwah terdapat faktor-faktor yang saling berhubungan dan mempengaruhi antara yang satu fakto dengan factor yang lainnya. Factor tersebut adalah;

1. Pelaksanaan Dakwah (Da’i)
2. Objek Dakwah (Mad’u)
3. Lingkungan Dakwah
4. Media Dakwah
5. Tujuan Dakwah
6. C. Komunikasi
7. Pengertian Komunikasi dan Peran Bahasa dalam Komunikasi
1. Rayimond S. Ross, mendepinisikan komunikasi sebagai proses teransaksional yang meliputi pemisahan dan pemilihan lambing secara koognitif begitu rupa sehiingga membantu orang lain untuk mengeluarkan dari pengalamannya sendiri arti atau respon yang sama dengan apa yang dimaksud oleh sumber.
2. Dance dalam kerangka psikologi behaviorisme mendepinisikan komunikasi sebagai usaha-usaha menimbulkan respons melalui lambing-lambang verbal ketika lambing-lambang tersebut bertindak sebagai stimuli.
3. Colin cheery, berdasarkan pendekatan sosiologis mendefinisikan komunikasi sebagai usaha untuk membuat satuan sosial dari individu dengan menggunakan bahasa atau tanda dan memiliki sendiri serangkaian peraturan untuk berbagi kegiatan guna mencapai tujuan.
8. Peranan Tanggapan dalam komunikasi

Menurut Steward L. tubes, komunikasi dapat dikaitkan efektif apabila menimbulkan lima hal;

1. Pengertian
2. Kesenangan
3. Pengaruh pada sikap
4. Hubungan makin baik
5. Tindakan
6. Komunikasi dalam Proses Dakwah

Mengenai proses komunikasi (penyampaian dan penerimaan) pesan dakwah dapat dijelaskan melalui tahapan-tahapan, yaitu;

1. Penerimaan stimulus informasi
2. Pengolahan informasi
3. Penyimpanan informasi
4. Menghasilkan kembali informasi.
5. D. Leadership (kepeminpinan)
6. Pengertian leadership
1. George R. terry memberikan definisi kepemimpinan sebagai hubungan individu dan suatu kelompok dngan maksud untuk menyelesankan beberapa tujuan.
2. Odway tead berpendapat bahwa kepeminpinan adalah aktivitas mempengaruhi orang-orang untuk bekerjasama untuk menuju kepada kesesuaian tujuan yang mereka inginkan.
3. Lohn ptiffner menganggap kepeminpinan adalah suatu seni dalam mengoordinasikan dan mengarahkan individu atau kelompok untuk mencapai suatu tujuan yang dikehendaki.
7. Ciri-ciri Peminpin (leader)

Menurut Floyd Ruch sebagai berikut;

1. Structuring the situation

Tugas seorang Peminpin adalah memberikan setruktur yang jelas tentang situasi-situasi rumit yang dihadapi oleh kelompoknya.

1. Controlling graup-behavior

Tugas seorang Peminpin adalah mengawasi dan menyalurkan tingkah laku kelompok

1. Spokesman of the graup

Ralph M. stogdill dalam bukunya Personal pactor Associated with leadership yang dikutip oleh James A. Lee dalam bukunya Menagement Theories and Prescription, menyatakan bahwa seorang peminpin harus memiliki beberapa kelebihan;

1. Kapasitas, seperti kecerdasan, kewaspadaan, kemampuan berbicara atau verbal facility.
2. Prestasi, seperti gelar kesarjanaan, ilmu pengetahuan, perolehan dalam olahraga, dan lain-lain.
3. Tanggung jawab, saperti mandiri, berinisiatif, tekun, ulet, percaya diri, agresif, dan punya hasrat untuk unggul.
4. Parsitipasi, seperti akief, memiliki sisilibitas yang tinggi, mampu bergaul, suka bekerja sama, mudah menyesuaikan diri, dam punya rasa humor.
5. Status yang meliputi kedudukan sosial-ekonomi,yang cukup tinggi, popular, tenar.
6. Kepeminpinan dalam dakwah

Keepeminpinan dalam islam bukan hanya bukan hanyamerupakan suatu kedudukan yang harusdibanggakan, tetapi lebih merupakan suatu tanggung jawab dan harus dipertanggung jawabkan dihadapan manusia dan Allah, karena itu, seorang peminpin harus memberikan suri tauladan yang baik dalam perkataan maupun dalam perbuatan sebagai wujud dari tanggung jawabnya. Sedangkan peminpin dakwah adalah oaring yang dapat mengerakan orang lain yang ada disekitarnya untuk mengikutinya dalam mencapai tujuan dakwah.

BAB 4

Interaksi Tauhidiyah

1. A. Interaksi Tauhidiyah Da’i dengan Mad’u
1. Tauhid Rububiyyat

Istilah rububiyyah berasal dari kata “Rabb” yang dapat berarti memelihara, mengelola, memperbaiki, mengumpulkan dan meminpin. Secara istilah, Tauhid rububuyyah adalah meyakini bahwa allah adala Sang Pencipta, sang pengatur, sang pemberi rizeki, dan sang pengelola (mudabbir) bagi alam semesta.

1. Tauhid dalam Penciptaan (khaliqiyah)

Yang dimaksud dengan tauhid penciptaan ialah tidak adanya pencipta (khaliq) yang sebenarnya dalam wujud alam semesta ini adalh Allah, dan tidak sekutu baginya.

1. Tauhid Uluhiyyah

Tauhid Uluhiyyah adalah mengimani Allah sebagai satu-satunya yang harus disembah (al-Ma’bud), dan tidan selain- Nya yang patut disembah.

1. Tauhid Zat dan Sifat

Yang dimaksud tauhid Zat dan Sifat iyalah bahwa Allah adalah Esa, tak ada yang menyamai-Nya.

1. B. Interaksi Tauhidiyyat; Halangan dan Rintangan

Seorang Da’i harus memahami bahwa resiko terbesar yang akan dihadapi adalah ketika ingin menanamkan nilai-nilai ketauhidan yang menjadi pondasi ajaran islam pada masyarakat jahiliyah (musyruk) dan pada masyarakat yang mempunyai tradisi yang menyalahi nilai-nilai ketauhidan secara turun temurun yang tidak mudah untuk meneruma akidah Tauhid, serta penguasa atau otoritas keagamaan yang tirani dan otoriter. Maka pada situasi seperti ini seorang Da’i harus mempersiapkan diri dengan sebaik mungkin karena tidak menutup kemungkinan nyawa sebagai taruhannya.

1. C. Keteladanan (Uswat) dalam Proses Dakwah

Akhlak yang mulia merupakan suatu yang mutlak dimiliki oleh seorang Da’i dalam mengemban misi menyeru manusia kepada kejalan Tuhan. Urgensi akhlak yang mulia bagi seorang juru dakwah adalah bahwa sebelum seorang Da’i menyampaikan meteri dakwahnya, pandangan Mad’u tertuju pada apa yang dituju dan apa yang didengar dari sifat dan karak ter pribadinya. Begitu juga dalam interaksi Da’I dan Mad’u, factor keperibadian Da’I sangat berpengaruh bahkan menetukan berhasil atau tidaknya materi dakwah yang akan disampaikan. Ketika seorang Da’i terjun kebidang dakwah, hakikatnya sejak itu pula Da’i tersebut telah menjadi milik masyarakat dalam arti luas.

1. D. Pendapat dan Sikap Da’i Terhadap Mad’u

Dakwa sebagai suatu aktifitas keagamaan (ibadah) bukanlah hal yang mudah untuk dilakukan. Seorang Da’i harus mempersiapkan diri secara keilmuan, mental ataupun sepiritual. Seorang Da’I juga harus melandaskan segala usahanya dalam mengajak seseorang kepada kebenaran dengan keikhlasan, dalam arti bahwa apa yang ia lakukan atas dasar karna Allah SWT. Sebagai panggilan Agama dan kewajiban yang harus diemban oleh setiap mukmin.

Setiap Da’I harus mengetahui bahwa dalam mengajak kepada kebaikan tidak selamanya akan berhasil dan todak akan diterima oleh setiap orang. Seorang Da’i akan berhadapan dengan seorang Mad’u yang memiliki keunikan , karakter dan keperibadiannya masing-masing yang dipengaruhi oleh paktor psikologis ataupun sosialkultural.

1. E. Problematika Dakwah; Sebuah Refleksi

Ajaran yang terkandung dalam Al-qur’an meliputi seluruh aspek kehidupan manusia, jasmani maupun rohaniah, tentang dunia sekarang dan yang akan dating. Al-Qur’an memiliki ciri dan system dalam memaparkan ajaran-ajaran yang tergantung didalamnya;

1. Tidak sukar, gampang namun padat dan mantap, baik dalam teori maupun implemeentasinya.
2. Tidak banyak memberikan perintah atau larangan.
3. Cara penerapan syariat sebagai pedoman hidup manusia selalu melalui gradasi kemampuan manusia sendiri, tidak memberatkan.

[1] Lihat, Sarlito Wirawan Sarwono, Pengantar Umum Psikologi, (Jakarta: Bulan Bintang, 2000) hlm. 3-4. Lihat Sarlito Wirawan Sarwono, Berkenalan dengan Aliran-aliran dan Tokoh-tokoh Psikologi, (Jakarta: Bulan Bintang, 1976), hlm 1-2.

[2] Oxfort University, The Oxford Englis Distionari, (Oxford: Oxford University Press, 1978), Vol. VIII, hlm. 1552.

[3] Sarlito Wirawan Sarwoono, Pengantar umum Psikologi, hlm 3.

[4] Lihat, Ernest R. Hilgard, Intruduction to Psycholgy, (USA: Brace and World Inc, 1962), hlm. 2.

[5] Lihat, Ibn Manzhur, Lisan al-arab (Beirul: Dar al-Fikr 1990 M/1410 H), Jilid XIV, hlm. 206. Lihat juga, Fairuzabadi, al-Qamuus al-Muhith (Kairo: Mustafa Bab al-Halabi wa Auladun, 1952), Jilid IV, hlm. 329.

[6] Ibn Manzhur, Lisan al-Arab, Jilid XIV, hlm. 259.

[7]Fairuzabadi, al-Qamuus al-Muhith, Jilid IV, hlm. 329.

[8] Ibn Manzhur, Lisan al-Arab, Jilid XIV, hlm. 257.

[9] Muhammad Abu al-Futut al-bayanuuni, al-Madkhal ila ilm ad-Da’wat, (Beirut: Mussasat al-risalat, 1991), hlm.14.

[10] Muhammad Abu al-Futut dalam kitabnya al-Madkhal ila ilm ad-Da’wat, hlm. 14.

[11] Pilus a. Partanto dan M. Dahlan al-barry, Kamus Ilmiah Populer, (Surabaya: Penerbit Arloka,tt.), hal. 531.

[12]Harun Hadiwijoyo, Sari Sejarah Filsafat Barat I, (Yogyakarta: Kanisius, 1991), hlm. 42.

[13] Lihat, Harun Hadiwijoyo, Sari Sejarah Filsafat Barat l, hLm. 32.

[14] Harun Hadiwijoyo, Sari Sejurah Filstfat Barat I, hlm. 50

[15]H. M. Arifin, Psikologi dan Beberapa Aspek Kehidapan Rohaniah Manusia, hlm. 36

[16] Lihat, Yusuf Murad, Mabadi Ilm al-Nafs al-Am (kairo: Dar al-Ma’arif, Cet. III, tt), hlm. 3-4.

[17] Harun Hadiwijoyo, Sari Sejarah Filsafat Barat I, hml. 109.

[18]Abu Ahmadi, Ilmu Sosial Dasar, (Jakarta: Rineka Cipta, 1990), hlm.40.

[19] H. M. Arifin, Psikologi Dakwah, (Jakarta: Bumi Aksara, 1991), hlm. 31.

[20] Rita Atikson,et al, Introduction to Psychology, alih bahasa oleh Nurjannah Taufik, (Jakarta: Erlangga 1983), hlm.442.

[21] Lahir di Freiberg, 6 Mei 1856. Ia adalah seorang Jerman keturunan Yahudi.

[22] Rita Atikson, et al, Introduction to Psychology, hlm. 439.

[23] Ngalim Poerwanto, psikologi pemdidikan, (Bandung: PT Remaja Rosdakarya, 1984), hlm. 140.

[24]Lahir di Wina tahun 1870 dan meningal di skotlandia tahun 1937. Ia adalah murid dari Sigmund Freud.

[25]Achmad Mubarak, Psikologi Qur’ani, (Jakarta: Pustaka firdaus, 2001), hlm. 139.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar