Tengoklah kembali perjalanan Anda saat ini, akan menuju kemana? Apakah ke arah yang lebih baik, atau ke arah yang lebih buruk, atau tetap saja seperti saat ini? Tetapkanlah sebuah putusan dan jalanilah menuju konsekuensinya.
Powered By Blogger

Senin, 22 Maret 2010

Makalah Teori Kepribadian

BAB I
PENDAHULUAN

Latar Belakang Masalah
Di era globalisasi ini banyak sekali warga Negara Indonesia yang mempunyai kepribadian baik, khususnya seorang pendidik. Seorang pendidik harus memiliki kepribadiannya yang baik, baik dalam hal berbicara, berpakaian dan sebagainya.
Kepribadian sangat mencerminkan perilaku seseorang, maka dengan adanya mata kuliah ini kita diajarkan menjadi seorang pendidik yang mempunyai kepribadian yang sangat baik. Setiap orang sama seperti kebanyakan atau bahkan semua orang lain, kita bisa tahu apa yang diperbuat seseorang dalam situasi tertentu berdasarkan pengalaman diri kita sendiri. Kenyataannya, dalam banyak segi, setiap orang adalah unik, khas. Akibatnya yang lebih sering terjadi adalah kita mengalami salah paham dengan teman di kampus, sejawat di kantor tetangga atau bahkan dengan suami atau istri dan anak-anak dirumah. Kita terkejut oleh tindakan di luar batas yang dilakukan oleh seseorang yang biasa dikenal alim dan saleh, dan masih banyak lagi.
Oleh karena itu, kita membutuhkan sejenis kerangka acuan untuk memahami dan menjelaskan tingkah laku diri sendiri dan orang lain. kita harus memahami defenisi dari kepribadian itu, bagaimana kepribadan itu terbentuk. Selain itu kita membutuhkan teori-teori tentang tingkah laku, teori tentang kepribadian agar terbentuk suatu kepribadian yang baik. Sehingga gangguan-gangguan yang biasa muncul pada kepribadian setiap individu dapat dihindari.
Selain itu teori kepribadian diharapkan mampu memberikan jawab atas pertanyaan-pertanyaan sekitar “apa”, ”bagaimana”, dan ”mengapa” tentang tingkah laku manusia.
Maka dari pada itu, penulis akan membahas lebih jauh tentang pengenalan teori-teori kepribadian.

1.1. Rumusan Masalah
Adapun yang melatar belakangi masalah ini adalah :
1. Apa yang dimaksud dengan kepribadian ?
2. Sebutkan teori-teori kepribadian ?
3. Sebutkan fungsi teori kepribadian?
4. Apa yang mempengaruhi pembentukan kepribadian mengenai pengalaman-pengalaman yang ikut serta membentuk kepribadian ?
5. Sebutkan tipe-tipe kepribadian ?
6. Apa saja faktor-faktor pembentuk kepribadian ?

1.2. Tujuan
Adapun tujuan dalam pembuatan makalah ini, adalah :
1. Untuk mengetahui pengertian kepribadian;
2. Untuk mengetahui teori-teori kepribadian;
3. Untuk mengetahui fungsi teori kepribadian;
4. Untuk mengetahui pembentukan kepribadian mengenai pengalaman-pengalaman yang ikut serta membentuk kepribadian;
5. Untuk mengetahui tipe-tipe kepribadian; dan
6. Untuk mengetahui faktor-faktor pembentuk kepribadian.

BAB II
PEMBAHASAN

2.1 Pengertian Kepribadian
Berikut ini pengertian kepribadiaan menurut beberapa tokoh :
 Kelly (dalam Koeswara, 1991) kepribadian diartikan sebagai cara yang unik dari individu dalam mengartikan pengalaman-pengalaman hidupnya.
 Wheeler (dalam Patty, 1982) kepribadian adalah pola khusus atau keseimbangan daripada reaksi-reaksi yang teratur yang menampakkan sifat khusus individu diantara individu-individu yang lain.
 Sigmund Freud sang pendiri aliran Psikoanalisa (dalam Koeswara, 1991) memandang kepribadian sebagai suatu struktur yang terdiri dari tiga sistem, yakni id (dorongan, atau nafsu), Ego (diri) dan superego (nilai yang diintroyeksikan melalui pendidikan). Menurutnya tingkah laku, tidak lain merupakan hasil dari konflik dan rekonsiliasi ketiga sistem kepribadian tersebut.
Kepribadian merupakan ciri khusus yang terdapat pada seseorang sehingga orang tersebut memiliki kelebihan dimata orang lain dan merupakan proses pendewasaan.
2.2 Teori-Teori Kepribadian
• Teori Kepribadian Psikoanalisis
Dalam mencoba mamahami sistem kepribadian manusia, Freud membangun model kepribadian yang saling berhubungan dan menimbulkan ketegangan satu sama lain. Konflik dasar dari tiga sistem kepribadian tersebut menciptakan energi psikis individu. Energi dasar ini menjadi kebutuhan instink individu yang menuntut pemuasan. Tiga sistem tersebut adalah id, ego, dan superego. Ide bekerja menggunakan prinsip kesenangan, mencari pemuasan segera impuls biologis; ego mematuhi prinsip realita, menunda pemuasan sampai bisa dicapai dengan cara yang diterima masyarakat, dan superego (hati nurani;suara hati) memiliki standar moral pada individu. Jadi jelaslah bahwa dalam teori psikoanalisis Freud, ego harus menghadapi konflik antara id (yang berisi naluri seksual dan agresif yang selalu minta disalurkan) dan super ego (yang berisi larangan yang menghambat naluri-naluri itu). Selanjutnya ego masih harus mempertimbangkan realitas di dunia luar sebelum menampilkan perilaku tertentu.
Namun, dalam psikoanalisis Carl Gustav Jung, ego bukannya menghadapi konflik antara id dan superego, melainkan harus mengelola dorongan-dorongan yang datang dari ketidak sadaran kolektif (yang berisi naluri-naluri yang diperoleh dari pengalaman masa lalu dari masa generasi yang lalu) dan ketidaksadaran pribadi yang berisi pengalaman pribadi yang diredam dalam ketidaksadaran. Berbeda dengan Freud, Jung tidak mendasarkan teorinya pada dorongan seks. Bagi Erikson, misalnya meskipun ia mengakui adanya id, ego, dan superego, menurutnya, yang terpenting bukannya dorongan seks dan bukan pula koflik antara id dan superego. Bagi Erikson, manusia adalah makhluk rasional yang pikiran, perasaan, dan perilakunya dikendalikan oleh ego. Jadi ego itu aktif, bukan pasif seperti pada teori Freud, dan merupakan unsur utama dari kepribadian yang lebih banyak dipengaruhi oleh faktor sosial dari pada dorongan seksual.

• Teori-Teori Sifat (Trait Theories)
Teori sifat ini dikenal sebagai teori-teori tipe (type theories) yang menekankan aspek kepribadian yang bersifat relatif stabil atau menetap. Tepatnya, teori-teori ini menyatakan bahwa manusia memiliki sifat atau sifat- sifat tertentu, yakni pola kecenderungan untuk bertingkah laku dengan cara tertentu. Sifat-sifat yang stabil ini menyebabkan manusia bertingkah laku relatif tetap dari situasi ke situasi. Allport membedakan antara sifat umum (general trait) dan kecenderungan pribadi (personal disposition). Sifat umum adalah dimensi sifat yang dapat membandingkan individu satu sama lainnya. Kecenderungan pribadi dimaksudkan sebagai pola atau konfigurasi unik sifat-sifat yang ada dalam diri individu. Dua orang mungkin sama-sama jujur, namun berbeda dalam hal kejujuran berkaitan dengan sifat lain. Orang pertama, karena peka terhadap perasaan orang lain, kadang-kadang menceritakan “kebohongan putih” bagi orang ini, kepekaan sensitivitas adalah lebih tinggi dari kejujuran. Adapun orang orang kedua menilai kejujuran lebih tinggi, dan mengatakan apa adanya walaupun hal itu melukai orang lain. Orang mungkin pula memiliki sifat yang sama, tetapi dengan motif berbeda. Seseorang mungkin berhati-hati karena ia takut terhadap pendapat orang lain, dan orang lain mungkin hati-hati karena mengekspresikan kebutuhannya untuk mempertahankan keteraturan hidup. Termasuk dalam teori-teori sifat berikutnya adalah teori-teori dari Willim Sheldom.
Teori Sheldom sering digolongkan sebagai teori topologi. Meskipun demikian ia sebenarnya menolak pengotakkan menurut tipe ini. Menurutnya, manusia tidak dapat digolongkan dalam tipe ini atau tipe itu. Akan tetapi, setidak-tidaknya seseorang memiliki tiga komponen fisik yang berbeda menurut derajat dan tingkatannya masing-masing. Kombinasi ketiga komponen ini menimbulkan berbagai kemungkinan tipe fisik yang disebutnya sebagai somatotipe. Menurut Sheldom ada tiga komponen atau dimensi temperamental adalah sebagai berikut :
a. Viscerotonia. Individu yang memiliki nilai viscerotonia yang tinggi, memiliki sifat-sifat, antara lain suka makan enak, pengejar kenikmatan, tenang toleran, lamban, santai, pandai bergaul.
b. Somatotonia. Individu dengan sifat somatotonia yang tinggi memiliki sifat- sifat seperti berpetualang dan berani mengambil resiko yang tinggi, membutuhkan aktivitas fisik yang menantang, agresif, kurang peka dengan perasaan orang lain, cenderung menguasai dan membuat gaduh.
c. Cerebretonia. Pribadi yang mempunyai nilai cerebretonia dikatakan bersifat tertutup dan senang menyendiri, tidak menyukai keramaian dan takut kepada orang lain, serta memiliki kesadaran diri yang tinggi. Bila sedang di rundung masalah, Ia memiliki reaksi yang cepat dan sulit tidur.

• Teori Kepribadian Behaviorisme
Menurut Skinner, individu adalah organisme yang memperoleh perbendaharaan tingkah lakunya melalui belajar. Dia bukanlah agen penyebab tingkah laku, melainkan tempat kedudukan atau suatu poin yang faktor-faktor lingkungan dan bawaan yang khas secara bersama-sama menghasilkan akibat (tingkah laku) yang khas pula pada individu tersebut. Bagi Skinner, studi mengenai kepribadian itu ditujukan pada penemuan pola yang khas dari kaitan antara tingkah laku organisme dan berbagai konsekuensi yang diperkuatnya. Selanjutnya, Skinner telah menguraikan sejumlah teknik yang digunakan untuk mengontrol perilaku. Tekhnik tersebut antara lain adalah sebagai berikut :
1) Pengekangan fisik (psycal restraints) Menurut skinner, kita mengntrol perilaku melalui pengekangan fisik. Misalnya, beberapa dari kita menutup mulut untuk menghindari diri dari menertawakan kesalahan orang lain. Orang kadang-kadang melakukannya dengan bentuk lain, seperti berjalan menjauhi seseorang yang telah menghina ita agar tidak kehilangan kontrol dan menyerang orang tersebut secara fisik.
2) Bantuan fisik (physical aids) Kadang-kadang orang menggunakan obat-obatan untuk mengontrol perilaku yang tidak dinginkan. Misalnya, pengendara truk meminum obat perangsang agar tidak mengatuk saat menempuh perjalanan jauh. Bantuan fisik bisa juga digunakan untuk memudahkan perilaku tertentu, yang bisa dilihat pada orang yang memiliki masalah penglihatan dengan cara memakai kacamata.
3) Mengubah kondisi stimulus (changing the stimulus conditions), Suatu tekhnik lain adalah mengubah stimulus yang bertanggunggung jawab. Misalnya, orang yang berkelebihan berat badan menyisihkan sekotak permen dari hadapannya sehingga dapat mengekang diri sendiri.
4) Memanipulasi kondisi emosional (manipulating emotional conditions) Skinner menyatakan terkadang kita mengadakan perubahan emosional dalam diri kita untuk mengontrol diri. Misalnya, beberapa orang menggunakan tekhnik meditasi untuk mengatasi stress.
5) Melakukan respons-respons lain (performing alternativeresponses) Menurut Skinner, kita juga sering menahan diri dari melakukan perilaku yang membawa hukuman dengan melakukan hal lain. Misalnya, untuk menahan diri agar tidak menyerang orang yang sangat tidak kita sukai, kita mungkin melakukan tindakan yang tidak berhubungan dengan pendapat kita tentang mereka.
6) Menguatkan diri secara positif (positif self-reinforcement) Salah satu teknik yang kita gunakan untuk mengendalikan perilaku menurut Skinner, adalah positive self-reinforcement. Kita menghadiahi diri sendiri atas perilaku yang patut dihargai. Misalnya, seorang pelajar menghadiahi diri sendiri karena telah belajar keras dan dapat mengerjakan ujian dengan baik, dengan menonton film yang bagus.
7) Menghukum diri sendiri (self punishment) Akhirnya, seseorang mengkin menghukum diri sendiri karena gagal mencapai tujuan diri sendiri. Misalnya, seorang mahasiswa menghukum dirinya sendiri karena gagal melakukan ujian dengan baik dengan cara menyendiri dan belajar kembali dengan giat.

• Teori Psikologi Kognitif Menurut para ahli, teori psikologi kognitif dapat dikatakan berawal dari pandangan psikologi Gestalt. Mereka berpendapat bahwa dalam memersepsi lingkungannya, manusia tidak sekadar mengandalkan diri pada apa yang diterima dari penginderaannya, tetapi masukan dari pengindraan itu, diatur, saling dihubungkan dan diorganisasikan untuk diberi makna, dan selanjutnya dijadikan awal dari suatu perilaku. Pandangan teori kognitif menyatakan bahwa organisasi kepribadian manusia tidak lain adalah elemen-elemen kesadaran yang satu sama lain saling terkait dalam lapangan kesadaran (kognisi). Dalam teori ini, unsur psikis dan fisik tidak dipisahkan lagi, karena keduanya termasuk dalam kognisi manusia. Bahkan, dengan teori ini dimungkinkan juga faktor-faktor diluar diri dimasukkan (diwakili) dalam lapangan psikologis atau lapangan kesadaran seseorang.

2.3 Fungsi Teori Kepribadian
Sama seperti teori ilmiah pada umumnya yang memiliki fungsi deskriptif dan prediktif, begitu juga teori kepribdian. Berikut penjelaskan fungsi deskriptif dan prediktif dari teori kepribadian.
1. Fungsi Deskriptif
Fungsi deskriptif (menjelaskan atau menggambarkan) merupakan fungsi teori kepribadian dalam menjelaskan atau menggambarkan perilaku atau kepribadian manusia secara rinci, lengkap, dan sistematis. Pertanyaan-pertanyaan apa, mengapa, dan bagaimana seputar perilaku manusia dijawab melalui fungsi deskriptif.
2. Fungsi Prediktif
Teori kepribadian selain harus bisa menjelaskan tentang apa, mengapa, dan bagaimana tingkah laku manusia sekarang, juga harus bisa memperkirakan apa, mengapa, dan bagaimana tingkah laku manusia di kemudian hari. Dengan demikian teori kepribadian harus memiliki fungsi prediktif.

2.4 Pembentukan Kepribadian Mengenai Pengalaman-pengalaman yang ikut membentuk Kepribadian
Kita dapat membedakannya dalam dua golongan :
1) Pengalaman yang umum
Yaitu yang dialami oleh tiap-tiap individu dalam kebudayaan tertentu. Pengalaman ini erat hubungannya dengan fungsi dan peranan seseorang dalam masyarakat. Misalnya, sebagai laki-laki atau wanita seseorang mempunyai hak dan kewajiban tertentu. Beberapa dari peran itu dipilih sendiri oleh orang yang bersangkutan tetapi masih tetap terikat pada norma-norma masyarakat, misalnya jabatan atau pekerjaan. Meskipun demikian, kepribadian seseorang tidak dapat sepenuhnya diramalkan atau dikenali hanya berdasarkan pengetahuan tentang struktur kebudayaan dimana orang itu hidup.
Hal ini disebabkan karena:
a. Pengaruh kebudayaan terhadap seseorang tidaklah sama karena medianya (orang tua, saudara, media massa dan lain-lain) tidaklah sama pula pada setiap orang. Setiap orang tua atau media massa mempunyai pandangan dan pendapatnya sendiri sehingga orang-orang yang menerima pandangan dan pendapat yang berbeda-beda itu akan berbeda-beda pula pendiriannya.
b. Tiap individu mempunyai pengalaman-pengalaman yang khusus, yang terjadi pada dirinya sendiri.

2) Pengalaman yang khusus
Yaitu yang khusus dialami individu sendiri. Pengalaman ini tidak tergantung pada status dan peran orang yang bersangkutan dalam masyarakat. Pengalaman-pengalaman yang umum maupun yang khusus di atas memberi pengaruh yang berbeda-beda pada tiap individu-individu itu pun merencanakan pengalaman-pengalaman tersebut secara berbeda-beda pula sampai akhirnya ia membentuk dalam dirinya suatu stuktur kepribadian yang tetap (permanen). Proses integrasi pengalaman-pengalaman ke dalam kepribadian yang makin lama makin dewasa, disebut proses pembentukan identitas diri. Proses pembentukan identitas diri harus melalui berbagai tingkatan. Salah satu tingkat yang harus dilalui adalah identifikasi, yaitu dorongan untuk menjadi identik (sama) dengan orang lain, misalnya dengan ayah, ibu, kakak, saudara, guru, dan sebagainya. Pada masa remaja, tahap identifikasi ini dapat menyebabkan kebingungan dan kekaburan akan peran sosial, karena remaja-remaja cenderung mengidentifikasikan dirinya dengan beberapa tokoh sekaligus, misalnya dengan ayahnya, bintang film kesayangannya, tokoh politik favoritnya dan sebagainya. Kalau kekaburan akan peranan sosial ini tidak dapat dihapuskan sampai remaja itu menjadi dewasa, maka besar kemungkinannya ia akan menderita gangguan- gangguan kejiwaan pada masa dewasanya. Karena itu penting sekali diusahakan agar remaja dapat menentukan sendiri identitas dirinya dan berangsur-angsur melepaskan identifikasinya terhadap orang-orang lain untuk akhirnya menjadi dirinya sendiri.

2.5 Tipe Kepribadian
Menurut Mahmud (1990) kepribadian terbagi menjadi dua belas kepribadian, yang meliputi kepribadian sebagai berikut:
(a) Mudah menyesuaikan diri, baik hati, ramah, hangat dan dingin.
(b) Bebas, cerdas, dapat dipercaya dan bodoh, tidak sungguh-sungguh, tidak kreatif.
(c) Emosi stabil, realistis, gigih dan emosi mudah berubah, suka menghindar evasive, neurotik.
(d) Dominat, menonjolkan diri dan suka mengalah, menyerah.
(e) Riang, tenang, mudah bergaul, banyak bicara dan mudah berkobar, tertekan, menyendiri, sedih.
(f) Sensitif, simpatik, lembut hati dan keras hati, kaku, tidak emosional.
(g) Berbudaya, estetik dan kasar, tidak berbudaya.
(h) Berhati-hati, tahan menderita, bertanggung jawab dan emosional, tergantung, impulsif, tidak bertanggung jawab.
(i) Petualang, bebas, baik hati dan hati-hati, pendiam, menarik diri.
(j) Penuh energi, tekun, cepat, bersemangat dan pelamun, lamban, malas, mudah lelah. tenang, toleran dan tidak tenang, mudah tersinggung.
(k) Ramah, dapat dipercaya dan curiga, bermusuhan.
2.6 Faktor-faktor Yang Mempengaruhi Kepribadian
Faktor-faktor yang mempengaruhi kepribadian diantaranya :
• Faktor dasar atau Faktor Bawaan
Ialah segala sesuatu yang telah dibawa oleh anak sejak lahir, baik yang bersifat kejiwaan maupun yang bersifat ketubuhan. Kejiwaan yang berwujud fikiran, perasaan, kemauan, pantasi, ingatan, dan sebgainya yang dibawa sejak lahir, ikut menentukan pribadi seseorang. Keadaan jasmanipun demikian pula. Panjang pendeknya leher, besar kecilnya tengkorak, susunan urat syaraf, otot-otot, susunan dan keadaan tulang-tulang, juga mempengaruhi pribadi manusia.

• Faktor Luar dan Faktor Lingkungan
Ialah segala sesuatu yang dan diluar manusia. Baik yang hidup maupun yang mati. Baik tumbuh-tumbuhan, hewan, manusia, maupun batu-batu, gunung-gunung, candi, kali buku-buku, lukisan, gambar, angin, musim, keadaan udara, curah hujan, jenis makanan pokok, pekerjaan orang tua, hasil-hasil budaya yang bersifat materal maupun yang bersifat spiritual. Semuanya itu ikut serta membentuk pribadi seseorang yang berda didalam lingkungan itu. Ddengan demikian maka si pribadi itu dengan lingkungkungannya menjadi saling berpengaruh. Si pribadi dipengaruhi lingkungan dan li9ngkungan dirubah oleh si pribadi.
Berdasarkan faktor tersebut ada 3 aliran yang berbicara tentang pembentukkan kepribadian :
1) Aliran Nativisme
Aliran ini dipelopori oleh Schoupenhouer berpendapat bahwa faktor pembawaan lebih kuat dari pada faktor yang datang dari luar. Aliran ini disokong oleh aliran naturalisme yang ditokohi oleh J.J. Rousseau, yang berpendapat bahwa: Segala yang suci datang dari tangan Tuhan, rusak di tangan manusia. Anak manusia itu sejak lahir, ada didalam keadaan yang suci, tetapi karena didik oleh manusia, mqlah menjadi rusak. Ia bahkan kenal dengan segala macam kejahatan, penyelewengan, korupsi, mencuri, dan sebagainya.
Di dalam keadaan sehari-hari sering juga dapat kita lihat adanya orang-orang yang hidup dengan bakatnya, yang telah dibawa sejak lahir, yang memeng sukar sekali dihilangkan dengan pengaruh dengan apapun juga.

2) Aliran Empirisme
Aliran ini dipelopori oleh Jhon Locke, dengan teori tabula rasanya, berpendapat bahwa anak sejak lahir, masih bersih seperti tabula rasa, dan baru akan dapat berisi bila ia menerima sesuatu dari luar, lewat alat inderanya. Karena itu pengaruh dari luarlah lebih kuat dari pada pembawaan manusia.
Aliran ini di sokong oleh J.F. Herbart dengan teori Psikologi Asosiasinya, yang berpendapat bahwa jiwa manusia sejak dilahirkan itu masih kosong. Baru akan berisi sesuatu bila alat inderanya telah dapat menangkap sesuatu, yang kemudian diteruskan oleh urat syarafnya, masuk didalam kesadaran, yaitu jiwa. Didalam kesadaran ini hasil tangkapan itu tadi meninggalkan bekas. Bekas ini disebut tanggapan. Makin lama alat indera yang dapat menangkap rangsang dari luar ini makin banyak dan semuanya itu menggalkan tanggapan. Didalam kesadaran ini tanggapan ini saling tarik menarik dan tolak menolak. Yang bertarik menarik adalah tanggapan yang sejenis, sedangkan yang tolak-menolak adalah tanggapan yang tidak sejenis.
Didalam kehidupan sehari-hari juga dapat kita saksikan kebenaran aliran tersebut. Misalnya kita yang waktu kecil belum dapat apa-apa setelah bersekolah, kita dapat mengetahui apa yaang dikerjakan oleh guru kita. Kita dapat membaca, menggambar, berhitunhg, dan sebagainya itu merupakan pengaruh dari luar.

3) Aliran Konfergensi (teori perpaduan)
Aliran ini dipelopori oleh W. Stern, yang berpendapat bahwa kedua kekuatan itu sebenarnya berpadu menjadi satu. Keduanya salaing memberi pengaruh. Bakat yang ada pada anak, ada kemungkinan tidak akan berkembang kalu tidak dipengaruhi oleh segala sesuatu yang ada di lingkungannya. Demikian pula pengaruh dari lingkungan juga tidak akan dapat berfaedah apabila tidak ada yang menanggapi di dalam jiwa manusia. Hasil perpaduan (aliran Nativisme dan empirisme) itu digambarkan oleh W. Stern sebagai garis diagonal dari suatu jajaran genjang. Tentang kekuatan yang manakah yang lebih menentukan, tentu saja bergantung kepada faktor manakah yang lebih kuat diantara kedua faktor teersebut. Misalnya seorang anak yang berbakat melukis, dia akan selalu menujukkan bakatnya disetiap saat. Demikian pula anak yang berbakat lainnya, sekalipun ia mendapatkan rintangan dari luar. Tetapi sebaliknya bila anak tersebut tidak berbakaat tekhnik, sekalipun diajarkan kepadanya pengetahuan tentang tekhnik sampai keperguruan tinggi sekalipun, ia tetap tidak akan tertarik. Ia hanya akan dapat melakukannya seperti apa yang dicontohkannya. Ia tidak tertarik dan tidak akan mendalaminya sehingga karena itu hasil kerjanyapun tidak akan memuaskan.

BAB III
PENUTUP

3.1 SIMPULAN
Kepribadian adalah ciri khusus yang terdapat pada seseorang sehingga orang tersebut memiliki kelebihan dimata orang lain dan merupakan proses pendewasaan.
Adapun teori-teori kepribadian diantaranya adalah: 1) Teori Kepribadian Psikoanalisis, dalam mencoba mamahami sistem kepribadian manusia, Freud membangun model kepribadian yang saling berhubungan dan menimbulkan ketegangan satu sama lain. Konflik dasar dari tiga sistem kepribadian tersebut menciptakan energi psikis individu. Energi dasar ini menjadi kebutuhan instink individu yang menuntut pemuasan. Tiga sistem tersebut adalah ide, ego, dan superego; 2) Teori-Teori Sifat (Trait Theories), Teori sifat ini dikenal sebagai teori-teori tipe (type theories) yang menekankan aspek kepribadian yang bersifat relatif stabil atau menetap. Tepatnya, teori-teori ini menyatakan bahwa manusia memiliki sifat atau sifat- sifat tertentu, yakni pola kecenderungan untuk bertingkah laku dengan cara tertentu; dan 3) Teori Kepribadian Behaviorisme, menurut Skinner, individu adalah organisme yang memperoleh perbendaharaan tingkah lakunya melalui belajar. Dia bukanlah agen penyebab tingkah laku, melainkan tempat kedudukan atau suatu poin yang faktor-faktor lingkungan dan bawaan yang khas secara bersama-sama menghasilkan akibat (tingkah laku) yang khas pula pada individu tersebut. 4) Teori Psikologi Kognitif Menurut para ahli, teori psikologi kognitif dapat dikatakan berawal dari pandangan psikologi Gestalt. Mereka berpendapat bahwa dalam memersepsi lingkungannya, manusia tidak sekadar mengandalkan diri pada apa yang diterima dari penginderaannya, tetapi masukan dari pengindraan itu, diatur, saling dihubungkan dan diorganisasikan untuk diberi makna, dan selanjutnya dijadikan awal dari suatu perilaku
Fungsi Teori Kepribadian diantaranya : 1) Fungsi Deskriptif, fungsi deskriptif (menjelaskan atau menggambarkan) merupakan fungsi teori kepribadian dalam menjelaskan atau menggambarkan perilaku atau kepribadian manusia secara rinci, lengkap, dan sistematis. Pertanyaan-pertanyaan apa, mengapa, dan bagaimana seputar perilaku manusia dijawab melalui fungsi deskriptif.; 2) Fungsi Prediktif, teori kepribadian selain harus bisa menjelaskan tentang apa, mengapa, dan bagaimana tingkah laku manusia sekarang, juga harus bisa memperkirakan apa, mengapa, dan bagaimana tingkah laku manusia di kemudian hari. Dengan demikian teori kepribadian harus memiliki fungsi prediktif.
Pembentukan Kepribadian Mengenai Pengalaman-pengalaman yang ikut membentuk Kepribadian, dapat membedakannya dalam dua golongan yaitu: 1) Pengalaman yang umum, yaitu yang dialami oleh tiap-tiap individu dalam kebudayaan tertentu. Pengalaman ini erat hubungannya dengan fungsi dan peranan seseorang dalam masyarakat. Misalnya, sebagai laki-laki atau wanita seseorang mempunyai hak dan kewajiban tertentu. 2) Pengalaman yang khusus, yaitu yang khusus dialami individu sendiri. Pengalaman ini tidak tergantung pada status dan peran orang yang bersangkutan dalam masyarakat.
Tipe Kepribadian, menurut Mahmud (1990) kepribadian terbagi menjadi dua belas kepribadian, yang meliputi kepribadian sebagai berikut:
(a) Mudah menyesuaikan diri, baik hati, ramah, hangat dan dingin.
(b) Bebas, cerdas, dapat dipercaya dan bodoh, tidak sungguh-sungguh, tidak kreatif.
(c) Emosi stabil, realistis, gigih dan emosi mudah berubah, suka menghindar evasive, neurotik.
(d) Dominat, menonjolkan diri dan suka mengalah, menyerah.
(e) Riang, tenang, mudah bergaul, banyak bicara dan mudah berkobar, tertekan, menyendiri, sedih.
(f) Sensitif, simpatik, lembut hati dan keras hati, kaku, tidak emosional.
(g) Berbudaya, estetik dan kasar, tidak berbudaya.
(h) Berhati-hati, tahan menderita, bertanggung jawab dan emosional, tergantung, impulsif, tidak bertanggung jawab.
(i) Petualang, bebas, baik hati dan hati-hati, pendiam, menarik diri.
(j) Penuh energi, tekun, cepat, bersemangat dan pelamun, lamban, malas, mudah lelah.
(k) tenang, toleran dan tidak tenang, mudah tersinggung.
(l) Ramah, dapat dipercaya dan curiga, bermusuhan.

Faktor-faktor yang mempengaruhi kepribadian diantaranya: 1) Faktor dasar atau faktor bawaan ialah segala sesuatu yang telah dibawa oleh anak sejak lahir, baik yang bersifat kejiwaan maupun yang bersifat ketubuhan; 2) Faktor Luar; atau faktor lingkungan ialah segala sesuatu yahg da diluar manusia. Baik yang hidup maupun yang mati. Baik tumbuh-tumbuhan, hewan, manusia, maupun batu-batu, gunung-gunung, candi, kali buku-buku, lukisan, gambar, angin, musim, keadaan udara, curah hujan, jenis makanan pokok, pekerjaan orang tua, hasil-hasil budaya yang bersifat materal maupun yang bersifat spiritual. Berdasarkan faktor tersebut ada 3 aliran yang berbicara tentang pembentukkan kepribadian, yaitu: (a) Aliran Nativisme, aliran ini dipelopori oleh Schoupenhouer berpendapat bahwa faktor pembawaan lebih kuat dari pada faktor yang datang dari luar; (b) Aliran Empirisme, aliran ini dipelopori oleh Jhon Locke, dengan teori tabula rasanya, berpendapat bahwa anak sejak lahir, masih bersih seperti tabula rasa, dan baru akan dapat berisi bila ia menerima sesuatu dari luar, lewat alat inderanya; (c) Aliran Konfergensi (teori perpaduan), aliran ini dipelopori oleh W. Stern, yang berpendapat bahwa kedua kekuatan itu sebenarnya berpadu menjadi satu. Keduanya salaing memberi pengaruh.

DAFTAR PUSTAKA

• Sujianto, Agus, dkk. 19984. Psikologi Kepribadiaan. Surabaya : Bumi Aksara.
• Hall’ Calvin S., dkk. 1993. Teori-Teori Psikodinamik (Klinis). Yogyakarta: Kanisius (Anggota IKAPI)
• http:///D:/My%20Documents/sms%203/kepribadian%20guru/psikologi-kepribadian.html
• http:///D:/My%20Documents/sms%203/kepribadian%20guru/Sutisna%20Senjaya%20%C2%BB%20Blog%20Archive%20%C2%BB%20Konsep%20Belajar%20(2).html
• http://ebekunt.wordpress.com/2009/04/29/teori-kepribadian

Jumat, 19 Maret 2010

HAKEKAT MANUSIA DAN PENGEMBANGANNYA

Dalam diskursus pendidikan Islam, telaah manusia selalu dikaitkan dengan fitrah, potensi jasmani dan rohani, serta kebebasannya untuk berkehendak. Ketiganya merupakan karakteristik unik yang dijadikan prinsip-prinsip dasar pemahaman manusia dalam pendidikan Islam.[1]

Prof. DR. Quraish Shihab mengutip sebuah buku yang berjudul Man the Unknown, karangan Dr. A. Carrel menjelaskan tentang kesukaran yang dihadapi untuk mengetahui hakikat manusia. Dia mengatakan bahwa pengetahuan tentang makhluk-makhluk hidup secara umum dan manusia khususnya belum lagi mencapai kemajuan seperti yang telah dicapai dalam bidang ilmu pengetahuan lainnya.[2]

Hal ini dikarenakan manusia adalah makhluk yang komplek, sempurna dan mempunyai cirri khas tersendiri yang membedakannya dengan makhluk lain. Cirri khas manusia yang membedakannya dengan makhluk lain ini terbentuk dari kumpulan terpadu ( integrated) dari apa yang disebut sifat hakekat manusia. Seorang pendidik harus mampu dan mau memahami tentang sifat hakikat manusia, karena tugas mendidik hanya mungkin dapat dilakukan dengan benar dan tepat apabila pendidik memiliki gambaran yang jelas tentang siapa manusia itu sendiri. Karena sasaran dari sebuah pendidikan adalah manusia. Maksud dan tujuan dari sebuah pendidikan adalah membantu peserta didik untuk mengembangkan potensi yang dimilikinya, sehingga ia menjadi dewasa.

Sifat dan hakekat manusia menjadi kajian filsafat khususnya filsafat antropologi. Hal ini menjadi keharusan karena pendidikan bukanlah sekedar soal praktek, melainkan praktek yang berlandaskan dan bertujuan. Sedangkan landasan dan tujuan pendidikan itu sendiri sifatnya filosofis normative. Bersifat filosofis karena untuk mendapatkan landasan yang kukuh diperlukan adanya kajian yang mendasar. Bersifat normative karena pendidikan mempunyai tugas untuk menumbuh kembangkan sifat hakikat manusia tersebut sebagai sesuatu yang bernilai luhur.[3]

1. Pengertian Sifat Hakikat Manusia

Sifat hakikat manusia diartikan sebagai cirri-ciri karakteristik, yang secara prinsipil ( jadi bukan hanya gradual ) membedakan manusia dari hewan. Meskipun antara manusia dan hewan banyak kemiripan terutama jika dilihat dari segi biologisnya. Bahkan beberapa filosof seperti Socrates menamakan manusia itu zoon politicon ( hewan yang bermasyarakat ), Max Scheller menggambarkan manusia sebagai Das Kranke tier ( Hewan yang sakit ) yang selalu gelisah dan bermasalah.[4]

Kenyataan dan pernyataan tersebut dapat menimbulkan kesan yang keliru, mengira bahwa hewan dan manusia itu hanya berbeda secara gradual yaitu suatu perbedaan yang dengan melalui proses rekayasa dapat dibuat sama keadaannya, misalnya air yang karena perubahan temperature lalu menjadi es. Seolah-olah dengan kemahiran rekayasa pendidikan, orang hutan dapat dirubah menjadi manusia.

1. Wujud Sifat Hakikat Manusia

Wujud sifat hakikat manusia yang dikemukakan oleh paham eksistensialisme yaitu :

1. Kemampuan menyadari diri.

Kaum Rasionalisme menunjuk kunci perbedaan manusia dengan hewan pada adanya kemampuan menyadari diri yang dimiliki oleh manusia. Berkat adanya kemampuan menyadari diri yang dimiliki manusia, maka manusia menyadari bahwa dirinya (akunya) memiliki cirri yang khas atau karakteristik diri. Hal ini yang menyebabkan manusia dapat membedakan dirinya dengan aku-aku yang lain. Bahkan bukan hanya membedakan, lebih dari itu manusia bias membuat jarak (distansi) dengan lingkungannya. Kemampuan membuat jarak ini berarah ganda yaitu arah keluar dan arah kedalam. Dengan arah keluar, aku memandang dan menjadikan lingkungan sebagai objek, selnajutnya aku memanipulasi ke dalam lingkungan untuk memenuhi kebutuihannya. Puncak aktifitas yang mengarah keluar ini dipandang sebagai gejala egoisme. Dengan arak ke dalam, aku memberi status kepada lingkungannya sebagai subjek yang berhadapan dengan aku sebagai objek yang isinya adalah pengabdian, pengorbanan dan tenggang rasa. Gejala ini lazimnya dipandang oleh masyarakat sebagai sesuatu yang terpuji. Pengembangan arah keluar merupakan pembinaan aspek social, sedangkan pengembangan arah ke dalam berarti pembinaan aspek individualitas manusia.

1. Kemampuan Bereksistensi

Manusia merupakan makhluk yang mempunyai kemampuan untuk menerobos dan mengatasi batas-batas yang membelenggu dirinya. Kemempuan menempatkan diri dan menerobos inilah yang disebut dengan kemempuan bereksistensi. Jika seandainya pada diri amnesia tidak terdapat kebebasan atau kemampuan bereksisitensi, maka manusia itu tidak lebih dari hanya sekedar esensi belaka, artinya ada hanya sekedar berada dan tidak pernah mengada atau bereksisitensi. Adanya kemampuan bereksistensi inilah pula yang membedakan manusia sebagai makhluk human dari hewan selaku mekhluk infra human, di mana hewan menjadi onderdil dari lingkungan, sedangkan manusia menjadi manajer terhadap lingkungan. Kemampuan bereksistensi perlu dibina melalui pendidikan. Peserta didik diajar agar belajar dari pengalamannya, belajar mengantisipasi suatu keadaan dan peristiwa, belajar melihat prospek masa depan serta mengembangkan daya imajinasi kreatif sejak dari masa kanak-kanak.

1. Kata Hati

Kata hati merupakan kemampuan membuat keputusan tentang yang baik/benar dan yang buruk/salah bagi manusia sebagai manusia. Dalam kaitannya dengan moral, kata hati merupakan petunjuk bagi moral/ perbuatan. Usaha untuk mengubah kata hati yang tumpul menjadi kata hati yang tajam adalah pendidikan kata hati ( gewetan forming). Realisasinya dapat ditempuh dengan melatih akal kecerdasan dan kepekaan emosi. Tujuannya agar orang memiliki keberanian moral yang didasari oleh kata hati yang tajam.

1. Moral

Moral yang sinkron dengan kata hati yang tajam yaitu yang benar-benar baik bagi manusia sebagai manusia merupakan moral yang baik atau moral yang tinggi atau luhur. Sebaliknya perbuatan yang tidak sinkron dengan kata hati yang tajam ataupun merupakan realisasi dari kata hati yang tumpul disebut moral yang buruk, lazimnya disebut tidak bermoral.

1. Tanggung Jawab

Tanggung jawab dapat diartikan sebagai keberanian untuk menentukan bahwa sesuatu perbuatan sesuai dengan tuntutan kodrat manusia, dan bahwa hanya karena itu perbuatan tersebut dilakukan, sehingga sanksi apapun yang dituntutkan (oleh kata hati, oleh masyarakat, oleh agama-agama), diterima dengan penuh kesadaran dan kerelaan. Dan uraian ini menjadi jelas betapa pentingnya pendidikan moral bagi peserta didik baik sebagai pribadi maupun sebagai anggota masyarakat.

1. Rasa Kebebasan

Merdeka adalah rasa bebas (tidak merasa terikat oleh sesuatu), tetapi sesuai dengan tuntutan kodrat manusia. Kemerdekaan dalam arti yang sebenarnya memang berlangsung dalam keterikatan. Kemerdekaan berkaitan erat dengan kata hati dan moral.

1. Kewajiban dan Hak

Kewajiban dan hak adalah dua macam gejala yang timbul sebagai manifestasi dari manusia sebagai makhluk social. Yang satu ada hanya oleh karena adanya yang lain. Tak ada hak tanpa kewajiban. Jika seseorang mempunyai hak untuk menuntut sesuatu maka tentu ada pihak lain yang berkewajiban untuk memenuhi hak tersebut (yang pada saat itu belum dipenuhi), begitu sebaliknya.

1. Kemampuan Menghayati Kebahagiaan

Kebahagiaan adalah suatu istilah yang lahir dari kehidupan manusia. Penghayatan hidup yang disebut “kebahagiaan” ini meskipun tidak mudah untuk dijabarkan tetapi tidak sulit untuk dirasakan. Kebahagiaan tidak cukup digambarkan hanya sebagai himpunan dari pengalaman-pengalaman yang menyenangkan saja, tetapi lebih dari itu, yaitu merupakan integrasi dari segenap kesenangan, kegembiraan, kepuasan, dan sejenisnya dengan pengalaman-pengalaman pahit dan penderitaan. Proses integrasi dari kesemuanya itu (yang menyenangkan maupun yang pahit) menghasilkan suatu bentuk penghayatan hidup yang disebut “bahagia”

[1] H. Ramayulis, Ilmu Pendidikan Islam, Kalam Mulia Jakarta, 2002, hal. 277

[2] M. Quraish Shihab, Wawasan Al Qur’an, Lentera Hati Bandung, 2002. hal. 120

[3] Umar Tirtarahardja, Pengantar Pendidikan,Rineka Cipta Jakarta, 2005, hal.2

[4] Ibid, hal.3

Sabtu, 13 Maret 2010

mengapa wanita menangis

Pada saat itu aku membuat suatu kesalahan terhadap seorang
wanita yang menyebabkan dia menangis, karena aku adalah lelaki rasa cengeng
yang ditunjukkan kepadaku tidaklah berarti apa-apa, kemudian aku membaca di
artikel "Kenapa wanita menangis" dari eramuslim berikut petikannya:
Suatu ketika, ada seorang anak laki-laki yang bertanya pada ibunya. "Ibu,
mengapa Ibu menangis?". Ibunya menjawab, "Sebab aku wanita".
"Aku tak mengerti" kata si anak lagi. Ibunya hanya tersenyum dan
memeluknya erat. "Nak, kamu memang tak akan pernah mengerti...."
Kemudian anak itu bertanya pada ayahnya. "Ayah, mengapa Ibu menangis?, Ibu
menangis tanpa sebab yang jelas". sang ayah menjawab, "Semua wanita
memang sering menangis tanpa alasan". Hanya itu jawaban yang bisa
diberikan ayahnya.
Sampai kemudian si anak itu tumbuh menjadi remaja, ia tetap bertanya-tanya,
mengapa wanita menangis. Hingga pada suatu malam, ia bermimpi dan bertanya
kepada Tuhan, "Ya Allah, mengapa wanita mudah sekali menangis?"
Dalam mimpinya ia merasa seolah Tuhan menjawab, "Saat Kuciptakan wanita,
Aku membuatnya menjadi sangat utama. Kuciptakan bahunya, agar mampu menahan
seluruh beban dunia dan isinya, walaupun juga bahu itu harus cukup nyaman dan
lembut untuk menahan kepala bayi yang sedang tertidur.
Kuberikan wanita kekuatan untuk dapat melahirkan dan mengeluarkan bayi dari
rahimnya, walau kerap berulangkali ia menerima cerca dari anaknya itu.
Kuberikan keperkasaan yang akan membuatnya tetap bertahan, pantang menyerah
saat
semua orang sudah putus asa.
Kepada wanita, Kuberikan kesabaran untuk merawat keluarganya walau letih, walau
sakit, walau lelah, tanpa berkeluh kesah.
Kuberikan wanita, perasaan peka dan kasih sayang untuk
mencintai semua anaknya dalam kondisi dan situasi apapun. Walau acapkali
anak-anaknya itu melukai perasaan dan hatinya. Perasaan ini pula yang akan
memberikan kehangatan pada bayi-bayi yang mengantuk menahan lelap. Sentuhan
inilah yang akan memberikan kenyamanan saat didekap dengan lembut olehnya.
Kuberikan wanita kekuatan untuk membimbing suaminya
melalui masa-masa sulit dan menjadi pelindung baginya. Sebab bukannya tulang
rusuk yang melindungi setiap hati dan jantung agar tak terkoyak.
Kuberikan kepadanya kebijaksanaan dan kemampuan untuk
memberikan pengertian dan menyadarkan bahwa suami yang baik adalah yang tak
pernah melukai istrinya. Walau
seringkali pula kebijaksanaan itu akan menguji setiap akesetiaan yang diberikan
kepada suami agar tetap berdiri sejajar, saling melengkapi dan saling
menyayangi.
Dan akhirnya Kuberikan ia air mata agar dapat mencurahkan perasaannya. Inilah
yang khusus Kuberikan kepada wanita, agar dapat digunakan kapan pun ia
inginkan. Hanya inilah kelemahan yang dimiliki wanita, walaupun sebenarnya air
mata ini adalah air mata kehidupan".

10 Tanda Wanita Idaman Untuk Pria

Ada kalanya seorang pria akan bosan punya kekasih cantik dan seksi namun tak bisa diajak bicara. Wanita semacam ini hanya untuk dikagumi, namun tak akan duduk di urutan pertama wanita yang akan diincar untuk menjadi pasangan hidup. Nah berikut ini adalah 10 point dari wanita yang dicari oleh para arjuna pria.
1. Wanita Bisa Mengontrol Emosi
Pada dasarnya semua wanita cenderung menjadi tukang ngomel. Pacar yang baik tahu kapan waktunya untuk menahan amarah dan kapan waktu yang tepat untuk mengeluarkannya. Beberapa perilaku pria kerap membuat wanita terganggu, hal ini lah yang kerap menyebabkan perselisihan. Pada kesalahan-kesalahan kecil usahakan untuk bicarakan secara baik-baik, tak perlu tensi tinggi. Pria akan lebih mudah mendengarkan wanita dalam nada yang lembut.
2. Wanita yang Satu Hati soal Seks
Seks bisa menjadi masalah yang paling penting dewasa ini. Ketidakcocokan masalah seks bisa jadi problem yang mengganjal dalam hubungan Anda. Seorang pacar yang hebat sedikitnya mengerti selera seksual kekasihnya. Tidak harus secara keseluruhan dan menuruti semua hasrat sang kekasih. Tapi setidaknya mengerti, berkomunikasi secara terbuka dan bisa mengimbangi serta mengendalikan ke hal yang positif.
3. Wanita yang Menghargai Kepribadian Kekasihnya
Secara tak sadar kadang sifat pria berubah sesuai dengan keinginan kekasihnya. Sifat-sifat dan kebiasaan ala lelaki menjadi berkurang atau hilang sama sekali karena perintah sang pacar. Nah, kekasih semacam ini biasanya akan dihindari pria. Walau cinta mati pada kekasihnya, seorang lelaki tetap merasa perlu waktu untuk berkumpul dengan teman-teman lelakinya.
4. Wanita yang Mandiri
Tak ada seorang pria pun yang ingin menjadi baby sitter untuk pacarnya. Pria lebih suka wanita yang mandiri bahkan bisa bekerja dan memenuhi kebutuhan hidupnya dengan usahanya sendiri. Ia justru akan meminjamkan bahunya ketika sang pria membutuhkan. Namun walau semandiri apapun, pria juga selalu ingin merasa dibutuhkan.
5. Wanita yang Menghormati Kekasihnya
Ini hal yang penting. Pria senang punya pacar yang menghormati dan menghargainya sebagai lelaki. Intinya, dia adalah wanita yang selalu mendengarkan Anda walaupun ia tak selalu setuju dengan pendapat dan pemikiran Anda. Dan tentunya ia juga tak pernah lelah berada disisi Anda ketika saling membutuhkan. Pacar yang baik tak akan melecehkan atau membuat Anda malu di depan teman-teman ataupun keluarga dan selalu membicarakan masalah pribadi hanya untuk kalian berdua saja.
6. Wanita Menjadikan Anda Pria yang Lebih Baik
Pada dasarnya setiap pria yang memiliki kekasih atau istri yang hebat akan berkata pasangannya lah yang membuatnya ingin menjadi orang yang lebih baik. Tak perlu kata-kata atau tindakan untuk membuat si pria merasa demikian. Hal tersebut terjadi begitu saja tanpa disadari.
Secara otomatis sang pria akan berusaha memperbaiki hidupnya, lebih perhatian pada adik perempuannya, berusaha mengatur hidupnya lebih baik, dan melakuka berbagai hal untuk membuat dirinya lebih baik. Secara tak sadar si pria kadang-kadang juga tak menyadari apa motivasinya melakukan itu semua. Well, itu semua pastinya karena cinta!
7. Wanita yang Cerdas
Seorang wanita yang cerdas punya berbagai cara agar membuat pria tidak merasa bosan ketika berada di dekatnya. Ia akan selalu memberikan kejutan kecil yang mungkin tak pernah Anda duga. Seorang wanita yang cerdas tentunya juga memiliki wawasan yang luas di luar masalah kecantikan dan model baju terbaru. Para pria tentunya akan sangat senang jika memiliki lawan bicara yang bisa merespon dengan baik topik yang dibicarakan.
8. Wanita Cepat Akrab Dengan Teman dan Keluarga Kekasihnya
Pacar yang hebat tak sekadar mau membantu ibu Anda di dapur, mendengarkan cerita ayah Anda dan hang out bersama teman-teman Anda. Ia melakukan hal tersebut bukan hanya untuk menyenangkan kekasihnya, tapi benar-benar menikmati kegiatan tersebut dan melakukannya dengan sepenuh hati. Pacar yang baik sangat menghargai orang-orang yang dianggap penting oleh kekasihnya.
Dia juga tak akan meminta pria pujaan hatinya untuk menjauhi teman-teman dekatnya. Ketika teman si pria sedang patah hati, pacar yang baik akan menyarankan kekasihnya untuk mengajak sahabatnya pergi bersenang-senang. Bukti bahwa kekasih Anda demikian adalah, teman-teman Anda tak akan bersikap negatif atau terkesan berat hati jika pacar Anda akan hang-out bersama mereka.
9. Wanita yang Cantik dan Seksi
Mungkin ini adalah hal yang biasa, tapi juga penting. Layaknya istri, pacar yang hebat juga pastinya ingin selalu terlihat cantik di mata kekasihnya. Bukan hanya untuk Anda setidaknya untuk dirinya sendiri. Ia selalu berusaha untuk tampil sebaik mungkin. Ingat, cantik bukan berarti ia harus berdandan bak model dunia. Yang penting bersih, serasi dan sesuai dengan kondisi.
10. Wanita yang Mencintai Sepenuh Hati
Jika Anda menemukan wanita yang mencintai Anda dengan sungguh-sungguh, apa adanya dan tanpa rekayasa sebaiknya jangan sia-siakan dia. Wanita yang tidak berusaha mengubah kekasihnya sangat sulit untuk ditemukan. Tentu saja setiap orang punya kebiasaan yang menjengkelkan tapi, jika ia mencintai Anda sepenuh hati, ia pasti akan berusaha memakluminya. Cara lain untuk mengetahui ia sangat mencintai Anda adalah coba perhatikan cara ia memandang dan memperlakukan Anda. Jika Anda tak merasakan getaran-getaran cinta sebaiknya jangan dipaksakan. Jika ia mencintai Anda, sedikit hal sepele bisa jadi penting untuknya.
Nah itulah sepuluh point yang sepatutnya diketahui para wanita dan para pria pun harus mengetahui bagaimana mengungkapkan cinta dan pria pun harus dapat menaikkan ranking depan wanita.

Minggu, 07 Maret 2010

Filosofi Pohon Solusi Perdamaian dan Kesejahteraan Dunia

Perdamaian dan Kesejahteraan adalah kondisi yang sangat diharapkan dan diimpikan oleh semua manusia yang terlahir ke dunia. Ia sudah menjadi tujuan universal bagi masyarakat dunia sepanjang peradaban manusia yang beradab. Kenapa ada peradaban manusia yang beradab dan ada juga yang tidak beradab? Itulah manusia, dalam dirinya ada bakat menjadi orang yang baik dan bijaksana melebihi malaikat, namun ia juga punya bakat menjadi orang yang jahat dan biadab melebihi binatang. Semua itu tergantung didikan awal lingkungan dimana ia tinggal.

Jika saja kita mau merenung beberapa menit dalam perjalanan hidup kita, bahwa Allah swt. telah membuat satu makhluk ciptaan-Nya yang begitu sangat bermanfaatnya bagi kelangsungan hidup manusia khususnya, ia adalah POHON. Kita harus banyak belajar dari kehidupan pohon.

Sebagaimana manusia, pohonpun ada yang baik dan buruk.

Pohon yang baik, akarnya teguh dan cabangnya (menjulang) ke langit, pohon itu memberikan buahnya pada setiap musim dengan seizin Tuhannya (Q.S. 14/24-25).

Pohon adalah lambang persatuan dengan bersatunya akar, batang (cabang) dan buah, sehingga dengan bersatunya tiga unsur tersebut bermanfaatlah pohon bagi kehidupan manusia dan semua makhluk.

Persatuan adalah modal dasar dalam membangun suatu masyarakat dunia yang damai. Selengkap dan sedetil apapun suatu aturan atau hukum, seluas dan sesubur apapun wilayah tanah suatu negeri, dan sebanyak dan berkualitasnya suatu rakyat, tidak akan berarti apa-apa dan hanya sia-sia saja manakala tidak mampu menyatukan dan memanage ketiga unsur tersebut. Oleh karena itu persatuan adalah harga mati yang tidak bisa ditawar-tawar lagi dan menjadi syarat mutlak untuk terciptanya perdamaian bangsa-bangsa secara domestik, regional maupun internasional.

Sehingga dengan terciptanya perdamaian secara merata maka akan terciptalah kondisi yang aman untuk melakukan segala aktifitas berbagai kegiatan dari segi politik, ekonomi, sosial, pendidikan dan budaya yang nantinya akan membuahkan kesejahteraan yang merata di semua kawasan dunia.

Jadi filosofi pohon adalah Tauhid. Bersatunya akar, batang dan buah dalam satu ikatan sistem yang baku dan sangat erat tidak dapat dipisahkan bernama POHON. Contohnya jika kita menginginkan menikmati buah kelapa, maka kita harus menanam akar kelapa sehingga akan tumbuhlah cabang atau batang kelapa sebagai tempat untuk memproses sari-sari makanan yang diserap oleh akar dari tanah, dan kemudian kita akan menikmati buah kelapa yang keluar dari cabang-cabang pohon kelapa. Sepertinya ungkapan ini sederhana, namun kalau dipahami lebih dalam lagi, bahwa semua keberhasilan dan kesuksesan di dunia ini adalah karena satunya antara niat, ucapan dan perbuatan. Sehingga timbullah kejujuran dalam hati, lisan dan amal, yang merupakan kunci bagi terciptanya perdamaian antar pribadi, golongan, suku, agama, bangsa bahkan umat manusia seluruhnya. Sebagaimana pohon yang memberikan buahnya kepada siapapun tanpa pandang bulu, begitulah buah perdamaian dari bersatunya umat manusia dalam hidup berkesetaraan di dunia akan menciptakan kesejahteraan yang melimpah dan merata bagi segenap umat manusia penghuni jagad raya bahkan makhluk hidup lainnya pun akan merasakan juga.

Rabu, 03 Maret 2010

Ketika Semua Diatasnamakan Cinta …

Cinta adalah sebentuk nikmat agung yang Allah karuniakan kepada manusia. Dengan anugerah cinta itulah manusia jadi lebih bermakna. Dengan anugerah cinta pula, setiap rintangan untuk bertemu sang kekasih akan dihadapi dengan lapang dada, bahkan senyuman yang mengembang.
Cinta itu tidak statis, cinta itu dinamis, penuh vitalitas dan energi yang mampu membangkitkan kekuatan-kekuatan tersembunyi dalam diri sampai akhirnya dahaga cinta itu terpuaskan.
Sekali lagi, cinta menimbulkan serangkaian konsekuensi. Ketika seseorang telah menyatakan cinta dan berkomitmen dengan cinta, maka segala tingkah lakunya akan berjalan di jalur cinta tersebut. Bukankah seorang pecinta akan berusaha untuk menghadirkan kesamaan dengan yang dicintainya, sehingga yang dicintai itu menjadi ridha kepada-Nya?
Lalu apakah cinta itu ? Imam Ibnu Qayyim Al- Jauziyyah mengatakan, “Tidak ada batasan cinta yang lebih jelas daripada kata cinta itu sendiri. Membatasinya hanya akan menambah kabur dan kering maknanya. Maka, batasan dan penjelasan cinta tersebut tidak bisa dilukiskan hakikatnya secara jelas, kecuali dengan kata cinta itu sendiri“. Walau demikian, sesuatu yang sulit dimaknai bukan berarti tidak bisa dimaknai.
Diantara makna cinta adalah kecenderungan hati untuk lebih mengutamakan yang dicintai daripada diri dan harta sendiri.
Sedangkan dari sudut pandang Erich Fromm, seorang psikolog kenamaan berkebangsaan Jerman. Dalam bukunya The Art of Love, ia menyebutkan empat unsur yang hadir dalam cinta, yaitu :
1. Care (Perhatian)
Cinta harus melahirkan perhatian pada obyek yang dicintai.
Ketika kita mencintai seseorang, maka kita akan memperhatikan kesulitan yang dihadapinya, akan berusaha meringankan bebannya, dan memberikan perhatian yang tinggi atas semua gerak-geriknya.
2. Responsibility (Tanggung Jawab)
Cinta harus melahirkan sikap bertanggung jawab terhadap obyek yang dicintainya.
Suami yang mencintai istrinya, akan bertanggung jawab terhadap kesejahteraan dan kebahagiaan rumah tangganya. Ia pun akan bertanggung jawab dan mendedikasikan segenap potensi dirinya untuk ‘membahagiakan’ obyek yang dicintainya.
3. Respect (Hormat)
Cinta harus melahirkan sikap menerima apa adanya obyek yang dicintai dan selalu berikhtiyar agar tidak mengecewakannya. Inilah yang disebut respect
4. Knowledge (Pengetahuan)
Cinta harus melahirkan minat untuk memahami seluk-beluk obyek yang dicintai.
Ketika kita mencintai seseorang yang akan menjadi teman hidup, kita akan berusaha memahami kepribadian, latar belakang, minat dan kualitas keimanannya.
Empat komponen cinta inilah yang senantiasa terpatri di hati para sahabat. Dan efek yang ditimbulkannya begitu dahsyat.

Sudahkah dari keempat unsur diatas, terdapat dalam diri anda yang tidak lain juga seorang pecinta dalam hidup ini?
(Disimpulkan dari artikel berjudul Berawal dari Cinta. Tabloid Republika)

Selasa, 02 Maret 2010

HUBUNGAN BENTUK FISIK MANUSIA DENGAN TINGKAH LAKUNYA BERDASARKAN TEORI WILLIAM H. SHELDON

BAB I
PENDAHULUAN

1. Latar Belakang
Manusia adalah makhluk yang kompleks dan rumit. Manusia diciptakan oleh Tuhan dengan dikaruniai akal fikiran yang membedakannya dengan makhluk Tuhan yang lain. Benda mati (anorganik) tidak mempunyai perilaku dan tunduk pada hukum alam, sebagai contohnya es akan mencair bila temperatur lingkungannya meningkat. Sedangkan makhluk hidup (organik) mempunyai perilaku yang bervariasi, yaitu dari yang sangat sederhana (tumbuhan), lebih baik (hewan) dan perilaku sempurna (manusia). Manusia memiliki daya pikir yang dinamis, terus berkembang sehingga manusia mampu mengembangkan ilmu pengetahuan dan teknologi untuk kesejahteraan hidupnya.
Dari segi fisik manusia juga dikarunia bentuk fisik yang sempurna dibandingkan dengan makhluk ciptaan Tuhan yang lain. “Sesungguhnya telah kami ciptakan manusia dalam bentuk yang sebaik-baiknya” (Q.S. At-Tiin:4).
Perilaku manusia sebenarnya sangat beragam, tetapi mempunyai kesamaan secara umum. Para ahli psikologi konstitusional telah menyelidiki keterkaitan antara perilaku manusia dengan bentuk tubuhnya (jasmani). Salah satu diantara para ahli tersebut adalah William H. Sheldon. Untuk mempelajari teori William H. Sheldon seorang calon konselor membutuhkan pengetahuan tentang Ilmu alamiah karena teori Sheldon membahas bentuk fisik, organ dan manusia itu sendiri. Inilah salah satu alasan pentingnya mempelajari Ilmu Alamiah Dasar di bidang Bimbingan Konseling.

2. Rumusan Masalah
a. Bagaimanakah bentuk fisik yang dimiliki oleh manusia?
b. Apakah yang dimaksud dengan perilaku?
c. Bagaimanakah hubungan bentuk fisik manusia dengan tingkah lakunya?
d. Apakah manfaat mempelajari keterkaitan bentuk fisik manusia dengan tingkah lakunya bagi bidang Bimbingan Konseling?

3. Tujuan
a. Mengetahui keadaan fisik manusia dibandingkan dengan makhluk lain
b. Mengetahui hakekat perilaku manusia
c. Mengetahui hubungan bentuk fisik manusia dengan tingkah lakunya
d. Mengetahui manfaat mempelajari hubungan bentuk fisik manusia dengan
perilakunya bagi Bimbingan Konseling


BAB II
PEMBAHASAN

A. Manusia Adalah Makhluk yang Unik

1. Ciri Fisik Manusia
Manusia dapat diartikan berbeda-beda menurut biologis, rohani, dan istilah kebudayaan, atau secara campuran. Secara biologis, manusia diklasifikasikan sebagai Homo sapiens (Bahasa Latin), sebuah spesies primata dari golongan mamalia yang dilengkapi otak berkemampuan tinggi. Dalam antropologi kebudayaan, manusia dijelaskan berdasarkan penggunaan bahasanya, organisasi mereka dalam masyarakat majemuk serta perkembangan teknologinya, dan terutama berdasarkan kemampuannya untuk membentuk kelompok dan lembaga untuk saling membantu satu sama lain.
Manusia dianggap sebagai satu-satunya spesies yang dapat bertahan hidup dalam genus Homo. Manusia menggunakan daya penggerak bipedalnya (dua kaki) yang sempurna. Dengan ada nya kedua kaki untuk menggerakan badan, kedua tungkai depan dapat digunakan untuk memanipulasi obyek menggunakan jari jempol (ibu jari).
Rata-rata tinggi badan perempuan dewasa (di Amerika) adalah 162 cm (64 inci) dan rata-rata berat 62 kg (137 pound). Pria umumnya lebih besar: 175 cm (69 inci) dan 78 kilogram (172 pound). Tentu saja angka tersebut hanya rata rata, bentuk fisik manusia sangat bervariasi, tergantung pada faktor tempat dan sejarah. Meskipun ukuran tubuh umumnya dipengaruhi faktor keturunan, faktor lingkungan dan kebudayaan, faktor lain juga dapat mempengaruhinya, seperti gizi makanan.
Anak manusia lahir setelah sembilan bulan dalam masa kandungan, dengan berat pada umumnya 3-4 kilogram (6-9 pound) dan 50-60 centimeter (20-24 inci) tingginya. Tak berdaya saat kelahiran, mereka terus bertumbuh selama beberapa tahun, umumnya mencapai kematangan seksual pada sekitar umur 12-15 tahun. Anak laki-laki masih akan terus tumbuh selama beberapa tahun setelah ini, biasanya pertumbuhan tersebut akan berhenti pada umur sekitar 18 tahun.

Warna kulit manusia bervariasi, dari hampir hitam hingga putih kemerahan. Secara umum, orang dengan nenek moyang yang berasal dari daerah yang terik mempunyai kulit lebih hitam dibandingkan dengan orang yang bernenek-moyang dari daerah yang hanya mendapat sedikit sinar matahari. Namun hal ini tentu saja bukan patokan mutlak, ada orang yang mempunyai nenek moyang yang berasal dari daerah terik dan kurang terik dan orang-orang tersebut dapat memiliki warna kulit berbeda dalam lingkup spektrumnya. Rata-rata wanita memiliki kulit yang sedikit lebih terang daripada pria.
Perkiraan panjang umur manusia pada kelahiran mendekati 80 tahun di negara-negara makmur, hal ini bisa tercapai berkat bantuan ilmu pengetahuan dan teknologi. Jumlah orang yang berumur seratus tahun ke atas di dunia diperkirakan berjumlah sekitar 50.000 pada tahun 2003. Rentang hidup maksimal manusia diperhitungkan sekitar 120 tahun.
Sementara banyak spesies lain yang punah, Manusia dapat tetap eksis dan berkembang sampai sekarang. Keberhasilan mereka disebabkan oleh daya intelektualnya yang tinggi, tetapi mereka juga mempunyai kekurangan fisik. Manusia cenderung menderita obesitas lebih dari primata lainnya. Hal ini sebagian besar disebabkan karena manusia mampu memproduksi lemak tubuh lebih banyak daripada keluarga primata lain. Karena manusia merupakan bipedal semata (hanya wajar menggunakan dua kaki untuk berjalan), daerah pinggul dan tulang punggung juga cenderung menjadi rapuh, menyebabkan kesulitan dalam bergerak pada usia lanjut. Perempuan mengalami kesulitan melahirkan anak yang relatif. Sebelum abad ke-20, melahirkan merupakan siksaan berbahaya bagi beberapa wanita dan masih terjadi di beberapa lokasi terpencil saat ini.

2. Perbedaan Manusia dengan Makhluk Lain
Secara umum makhluk hidup memiliki beberapa prinsip yang sama, antara lain daya gerak, naluri mempertahankan diri serta berkembang biak. Beberapa kelebihan manusia dibandingkan makhluk lain diantaranya :
1. Manusia sebagai makhluk berfikir dan bijaksana (Homo Sapiens) yag dicerminkan dalam perilakunya terhadap lingkungan.
2. Manusia berinteraksi dengan lingkungan, artinya:
a. Manusia sebagai pembuat alat karena sadar keterbatasan inderanya sehingga membutuhkan bantuan alat untuk kebutuhan hidupnya (Homo Faber), baik fisik maupun nalarnya
b. Manusia dapat bebicara (Homo Languens) baik secara lisan maupun tulisan sehingga dapat mengkomunikasikan apa yang diinginkan maupun ditemukan pada komunitas ataupun generasi berikutnya.
c. Manusia dapat bermasyarakat (homo socious) dan bebudaya (homo humanis). Manusia bermasyarakat dengan tata tertib dan aturan yang diciptakan untuk kepentingan bersama dan saling menolong.
d. Manusia mengadakan usaha (homo economicus), mengadakan tukar menukar barang (barter) maupun jual beli dengan prinsip ekonomi dan sekaligus memenuhi kebutuhan materinya.
e. Manusia mempunyai kepercayaan dan agama (homo religious) karena menyadari adanya kekuatan ghaib yang lebih besar yang mengatur jagad raya.

B. Tingkah laku Manusia
Perilaku (tingkah laku) manusia adalah cara bagaimana manusia bertindak (action),
berfikir (think) dan merasa (feel). Menurut ilmu psikologi perilaku (behavior) merupakan sejumlah respon atau reaksi/gerakan-gerakan yang dilakukan oleh organisme dalam berbagai situasi. Aspek/komponen perilaku meliputi perilaku yang kasat mata (tindakan) dan tak kasat mata (berfikir dan merasa) serta perilaku yang disadari dan yang tidak disadari. Perilaku seseorang dikelompokkan ke dalam perilaku wajar, perilaku dapat diterima, perilaku aneh, dan perilaku menyimpang. Dalam sosiologi, perilaku dianggap sebagai sesuatu yang tidak ditujukan kepada orang lain dan oleh karenanya merupakan suatu tindakan sosial manusia yang sangat mendasar.

C. Hubungan Antara Perilaku Manusia dengan Bentuk Fisik (Jasmani)
Sudah sejak lama ada pendapat bahwa sifat-sifat jasmaniah adalah aspek-aspek pokok dari kepribadian. Kita sudah biasa mendengar orang berpendapat bahwa orang yang gemuk badannya itu peramah, lamban, bahwa orang jangkung itu pemalu, orang yang hitam setia dan sebagainya. Menurut William H. Sheldon konstitusi adalah aspek-aspek individu yang relatif tetap tak berubah-ubah meliputi morfologi, psikologi, fungsi kelenjar buntu dan sebagainya, dapat dilawankan dengan aspek-aspek yang relatif labil dan mudah bermodifikasi karena tekanan-tekanan lingkungan, seperti kebiasaan, sikap sosial, kegemaran. Dalam teori Sheldon bentuk fisik merupakan yang utama berpengaruh terhadap tingkah laku manusia dengan landasan bahwa faktor-faktor keturunan biologis sangat penting dalam menetukan perilaku.
Menurut Sheldon ada suatu struktur biologis hipotesis, yaitu morfogenotipe sangat penting dalam menetukan perkembangan jasmani yang nampak (fenotipe) dan dalam menentukan perkembangan perilaku. Morphogenotipe adalah proses perkembangan organ atau jaringan dan diferensiasi yang terjadi sesuai yang dilakukan oleh organ/jaringan. seperti :
Organ yang berasal dari endoderm (sistem digestif)
Organ yang berasal dari mesoderm (otot-otot, pembuluh darah, jantung)‏
Organ yang berasal dari ectoderm (kulit, sistem syaraf).
Phenotipe adalah keadaan jasmani / lahiriah, seperti kepala, leher, dada, lengan, panggul, perut, kaki.
Somatotipe merupakan cara untuk mengukur morphogenotipe melalui phenotype. Morphogenotipe tidak bisa diteliti secara langsung, sehingga untuk mengukur morphogenotipe maka melalui phenotype, misal dengan mengukur kepala, leher, dada.
Sheldon menggunakan Somatotipe Performance Test dengan cara membuat foto-foto tubuh (dari depan dan samping). Ia mengumpulkan foto-foto mahasiswa laki-laki sebanyak 4000. Foto-foto itu kemudian di periksa untuk mendapatkan variable-variabel pokok dasar dari variasi jasmani dan didapatkan kesimpulan bahwa ada dimensi jasmani primer dan sekunder.
1. Dimensi Jasmani Primer
Ada 3 komponen/dimensi jasmaniah primer, setiap orang memilikinya dan hanya satu yang paling dominan. Setiap orang akan digolongkan berdasarkan yang paling dominan. Menurut Sheldon ada 3 dimensi jasmani primer : endomorph, mesomorph dan ectomorph.
a. Tipe Endomorph
Individu yang komponen endomorphnya tinggi sedangkan dua komponen lainnya rendah. Ditandai oleh alat-alat dalam dan seluruh system digestif (yang berasal dari endoderm) memegang peranan penting. Ciri-ciri yang Nampak: lembut, gemuk, tinggi badan relatif rendah.
b. Tipe Mesomorph
Individu yang bertipe mesomorph komponen mesomorphnya tinggi dan kedua komponen lainnya rendah, maka bagian-bagian tubuh yang berasal dari mesoderm relatif berkembang lebih baik daripada yang lain (otot-otot, pembuluh darah, jantung). Ciri-ciri yang nampak pada tipe ini adalah kokoh, keras, otot kelihatan bersegi-segi, tahan sakit. Banyak di antara olahragawan, pengelana, tentara masuk dalam tipe ini).
c. Tipe Ectomorph
Pada golongan ini organ-organ yang berasal dari ectoderm yang berkembang lebih baik ( kulit, sistem saraf). Ciri yang tampak adalah jangkung, dada kecil dan pipih, lemah, otot-otot hampir tidak nampak berkembang.
Selain 3 tipe tersebut ada 6 tipe lainnya, yaitu tipe campuran / kombinasi antara 3 tipe yang ada. Jika kita ingin memperoleh hasil yang yang benar-benar tepat dan teliti mengenai Morphogenotipe maka harus meneliti keseluruhan sejarah hidup individu dari nenek moyang sampai keturunannya.
2. Dimensi Jasmani Sekunder
Selain komponen jasmani primer Sheldon juga mengungkapkan adanya 3 komponen
jasmani sekunder.
a. Displasia
Adalah ketidaklengkapan ketiga dimensi primer yang ada dalam tubuh individu, jadi kemungkinan hanya ada 2 atau 1 dimensi primer saja. Displasia banyak terdapat pada penderita psikosis.
b. Gynandromorphy
Komponen ini menunjukkan sejauh mana tubuh memiliki sifat-sifat yang terdapat
pada jenis kelamin lawan. Dimensi ini oleh Sheldon diberi tanda “g”. Misalnya laki-laki yang memiliki dimensi g yang tinggi maka akan memiliki tubuh yang lembut, panggul besar, dan sifat-sifat wanita yang lain. Semakin tinggi akan menunjukkan kebancian pada laki-laki.
c. Texture (Tampang)
Komponen jasmani sekunder yang ketiga dan barangkali yang terpenting oleh
Sheldon ditandai dengan huruf “t”. Texture adalah bagaimana individu tampak dari luar.

3. Faktor-faktor yang Menjadi Perantara dalam Hubungan Antara Jasmani dan Tingkah laku
Hubungan antara komponen-komponen jasmani dan tingkah laku dapat dijelaskan dengan beberapa cara:
a. Sukses yang menyertai suatu cara bertingkah laku tidak hanya dipengaruhi oleh lingkungan saja, tetapi juga tipe jasmaninya. Misal: Orang yang octamorphis tentu kurang berhasil bertindak kasar dan agresif, sedangkan orang yang mesomorphis akan lebih berhasil.
b. Kemungkinan lain adalah bahwa hubungan antara jasmani dan temperamen di hubungkan oleh anggapan yang stereotipis dalam kebudayaan (tuntutan peran social) mengenai macam-macam tingkah laku yang seharusnya dilakukan oleh orang yang berbeda-beda tipe jasmaninya itu.
c. Kemungkinan lain adalah pengalaman atau pengaruh lingkungan menghasilkan tipe tubuh tertentu, selanjutnya menimbulkan kecenderungan tingkah laku tertentu. Contohnya orang yang berlatih atletik mempunyai bentuk tubuh tertentu sehingga cenderung menghasilkan perilaku tertentu pula.
d. Kemungkinan terakhir adalah hubungan antara bentuk fisik dan perilaku manusia dipengaruhi oleh faktor genetis.
Menurut Sheldon faktor yang paling mempengaruhi adalah yang pertama dan kedua (pengalaman selektif dan determinasi budaya)

D. Manfaat Mempelajari Keterkaitan Bentuk Fisik Manusia dengan Tingkah lakunya Bagi Bidang Bimbingan Konseling
Sheldon mengadakan penelitian terhadap 400 pemuda, kemudian penyelidikan lanjutan (follow up study) diselidiki 200 orang diantara mereka. Penyelidikan mereka mengenai :
a. Somatotipenya
b. Komponen-komponen temperamennya
c. Komponen-komponen psikiatrisnya
d. Sejarah hidup, yang meliputi: kecerdasan dan pendidikannya, latar belakang keluarga, riwayat pengobatan, kenakalan-kenakalannya, dan perilakunya yang khas.
Dari penyelidikan itu ternyata pemuda-pemuda nakal sebagian besar termasuk dalam golongan mesomorph yang endomorphis. Sehingga konselor sekolah bisa memberikan langkah pencegahan maupun penanganan yang efektif dan efisien terhadap terjadinya perilaku yang menyimpang dari klien/siswanya yang masuk dalam golongan mesomorph yang endomorphis.

BAB III
PENUTUP


1. Simpulan
Manusia adalah makhluk yang unik dan memiliki kesempurnaan dibandingkan dengan makhluk lain. Manusia dikaruniai akal fikiran sehingga manusia bisa memilih, menolak dan melakukan perilaku berdasarkan apa yang menjadi ciri khas yang dimilikinya. William H. Sheldon seorang ahli psikologi konstitusional telah menemukan keterkaitan antara bentuk fisik manusia dengan tingkah laku, bahwa fisik manusia yang terbentuk baik dari faktor genetis maupun pengalamannya akan mempengaruhi perilakunya. Untuk mempelajari teori ini seorang calon konselor haruslah memahami bagaimana bentuk tubuh manusia dengan mempelajari Ilmu Sains Dasar disamping mempelajari ilmu psikologi tentang perilaku manusia. Sheldon juga mngemukakan hasil penelitiannya tentang kenakalan remaja yang dipengaruhi oleh bentuk fisiknya yang dapat dijadikan pembelajaran bagi seorang calon konselor.

2. Saran
Dengan mengetahui manfaat mempelajari Ilmu Sains Dasar hendaknya seorang konselor perlu mempelajari berbagai macam ilmu termasuk Ilmu Sains Dasar, disamping ilmu psikologi yang menjadi bidang/spesialisasi pekerjaanya sebagai pengetahuan dan sarana untuk mengembangkan bidang keilmuan yang ditekuni.


Daftar Pustaka

Suryabrata, Sumadi. Psikologi Kepribadian. Jakarta:Rajawali Press.2005
Tim FMIPA UNESA. Sains Dasar. Surabaya:Unesa University Press.2005

Menelusuri Gagasan Sekularisasi Nurcholish Madjid

Nurcholish Madjid meluncurkan gagasan sekularisasi pada awal tahun 1970 an. Saat itu, gagasan tersebut melawan arus utama di Indonesia yang mengentalnya pemberlakuan Islam dalam aspek kehidupan.
Tulisan di bawah ini ingin menelusuri gagasan sekularisasi Nurcholish Madjid. Sebenarnya, gagasan Nurcholish mengadopsi pemikiran Harvey Cox dan Robert N. Bellah, yang mengelaborasi gagasannya dari konsepsi dan sejarah Kristen. Memang, gagasan Cox dan Bellah dimodifikasi oleh Nurcholish Madjid dan dicarikan justifikasinya dalam ajaran Islam. Namun, sayangnya, Nurcholish mengabaikan perbedaan prinsip antara konsepsi dan sejarah Kristen dengan konsepsi dan sejarah Islam.
Istilah Sekularisasi
Menurut Nurcholish, pendekatan dari segi bahasa akan banyak menolong menjelaskan makna suatu istilah. Tentang etimologi sekularisasi, dia berpendapat: Kata-kata “sekular” dan “sekularisasi” berasal dari bahasa Barat (Inggris, Belanda dan lain-lain). Sedangkan asal kata-kata itu, sebenarnya, dari bahasa Latin, yaitu saeculum yang artinya zaman sekarang ini. Dan kata-kata saeculum itu sebenarnya adalah salah satu dari dua kata Latin yang berarti dunia. Kata lainnya ialah mundus. Tetapi, jika saeculum adalah kata waktu, maka mundus adalah kata ruang”. (Nurcholish Madjid, Islam Kemodernan dan Keiindonesiaan (Bandung: Mizan, 1987, hal. 216).
Pendapat Nurcholish mengenai etimologi sekular ini dapat ditelusuri dari pemikiran Harvey Cox, yang pada tahun 1960-an, sudah lebih dahulu menjelaskan secara rinci, bahwa istilah Inggeris secular berasal dari bahasa Latin saeculum yang berarti zaman sekarang ini (this present age). Ada satu kata lain dalam bahasa Latin yang juga menunjukkan makna dunia yaitu mundus, yang kemudian di Inggriskan menjadi mundane. Kata saeculum lebih menunjukkan masa (time) berbanding mundus yang menunjukkan makna ruang (space). Kata saeculum sepadan dengan kata aeon dalam bahasa Yunani kuno dan kata mundus sepadan dengan kata cosmos juga dalam bahasa Yunani kuno.
Menurut Harvey Cox, disebabkan kata “dunia” di dalam bahasa Latin memiliki dua istilah yang berbeda, yaitu mundus dan saeculum, maka kata dunia di dalam bahasa Latin menjadi suatu kata yang ambivalent. Ambivalensi kata “dunia” ini, menurut Cox, sebenarnya mengungkapkan problem teologis yang dapat ditelusuri kembali dari perbedaan konsep antara Yunani dan Ibrani. Orang Yunani kuno memandang realitas itu sebagai suatu ruang, sementara dalam bahasa Ibrani, dunia itu menunjukkan suatu masa. Bagi orang Yunani, dunia adalah sebuah ruang, sebuah tempat. Event–event terjadi di dalam (within) dunia, tetapi tiada satu pun yang penting terjadi kepada (to) dunia. Sebaliknya, dalam bahasa Ibrani, esensi dunia adalah sejarah. Peristiwa yang terjadi secara berurutan, bermula dari penciptaan dan menuju kesempurnaan.[1] Yahudi menganggap bahwa dunia ini diciptakan Tuhan supaya manusia mencintainya dan membawa kesempurnaan.[2] Jadi, jika orang Yunani kuno memandang realitas itu menurut ruang, maka orang Yahudi memandang realitas itu menurut masa. Ketegangan konsep antara keduanya kemudian berdampak terhadap teologi Kristen sejak awal pembentukannya.[3]
Setelah mengungkap etimologi kata “sekular”, Nurcholish berpendapat bahwa kata dunia adalah istilah yang paralel dalam bahasa Yunani kuno, Latin, dan bahasa Arab (al-Quran). Nurcholish kemudian menjelaskan:
“Itulah sebabnya, dari segi bahasa an sich pemakaian istilah sekular tidak mengandung keberatan apa pun. Maka, benar jika kita mengatakan bahwa manusia adalah makhluk duniawi, untuk menunjukkan bahwa dia hidup di alam dunia sekarang ini, dan belum mati atau berpindah ke alam baka. Kemudian, kata “duniawi” itu diganti dengan kata “sekular”, sehingga dikatakan, manusia adalah makhluk sekular. Malahan, hal itu tidak saja benar secara istilah, melainkan juga secara kenyataan.”[4]
Jadi, secara etimologis, kata Nurcholish, tidak ada masalah menggunakan kata sekular untuk Islam, karena memang manusia adalah makhluk sekular. Dia jelaskan lagi:
“Dalam permulaan pemakaiannya, istilah sekular memang lebih banyak menunjukkan pengertian tentang dunia, yang secara tersirat tergambarkan sifat-sifatnya yang rendah dan hina. Tetapi, lama kelamaan pengertian yang tidak adil itu, dalam dunia pemikiran Barat, menjadi berkurang dan menghilang. Pengertian bahwa dunia ini adalah alam yang rendah dan hina merupakan tanggungjawab filsafat-filsafat hidup yang berlaku umum di dunia Barat waktu itu.”[5]
Sayangnya, Nurcholish tidak menyebutkan perubahan makna terhadap kata sekularisisasi. Padahal, penjelasan perubahan makna ini sebenarnya sudah diungkapkan lebih terperinci oleh Cox. Menurut Cox, pengaruh kepercayaan Ibrani terhadap dunia Hellenistik, melalui perantara orang-orang Kristen awal, adalah “mentemporalisasikan” (temporalize) realitas. Hasilnya, dunia menjadi sejarah, cosmos menjadi aeon, mundus menjadi saeculum. Jadi, kata secular sebenarnya adalah korban pertama dari ketidakinginan orang Yunani kuno untuk menerima historisitas Ibrani. Demikian simpul Harvey Cox, seorang teolog dan sosiolog Harvard University.[6]
Jadi, disebabkan pengaruh Ibrani itu, konsep sekular menunjukan “kondisi” (condition) dunia ini, pada zaman ini (this age), atau ‘masa sekarang’ (now). Zaman ini atau masa sekarang berarti peristiwa-peristiwa di dunia ini, dan ini juga bermakna peristiwa-peristiwa kontemporer. Penekanan makna yang ditentukan oleh masa atau periode tertentu dianggap sebagai proses sejarah (historical process). Jadi, inti dari makna “sekular”, adalah bahwa konteks dunia berubah terus-menerus. Akhirnya, berujung pada kesimpulan, bahwa nilai-nilai keruhanian adalah relatif.
Cox kemudian meneliti perubahan makna yang terjadi pada kata sekularisasi. Menurut Cox, sejak awal, disebabkan pengaruh Helenistik, makna kata sekular sudah merujuk kepada sesuatu yang inferior. Sekular sudah bermakna perubahan di “dunia ini” bertentangan dengan “dunia agama” yang kekal-abadi. Implikasinya, dunia agama yang kekal-abadi, yang tidak berubah adalah benar. Karena itu, ia lebih hebat dari dunia “sekular” yang berlalu (passing) dan bersifat sementara (transient).
Makna kata sekular semakin memiliki konotasi negatif ketika terjadinya sintesis pada abad pertengahan antara Yunani kuno dan Ibrani (Hebrew). Sintesis itu ialah bahwa dunia ruang (spatial world) lebih tinggi dan lebih agamis, sedangkan dunia sejarah yang berubah adalah lebih rendah atau dunia “sekular”. Ini sebenarnya pengaruh filsafat Hellenistik kepada ajaran Kristen, simpul Cox.
Padahal, Bible sudah menegaskan bahwa di bawah kekuasaan Tuhan segala kehidupan tergambar di dalam limbo sejarah. Ajaran Bible menyatakan bahwa kosmos tersekularkan. Tapi, pernyataan ini telah kehilangan gaungnya. Kata sekularisasi, yang pertamanya memiliki makna yang sangat sempit dan khusus, kemudian perlahan-lahan meluas. Sekularisasi yang pada awalnya bermakna proses pindahnya tanggung-jawab pendeta “yang agamis” menjadi seorang parokia, semakin meluas menjadi pemisahan kekuasaan antara Paus dan Kaisar. Sekularisasi bermakna pembagian antara institusi spiritual dan sekular. “Sekularisasi” bermakna pindahnya tanggung-jawab tertentu dari Gereja ke kekuasaan politik.
Makna yang sudah meluas ini terus berlanjut dalam periode Englihtenment dan Revolusi Perancis. Bahkan sekarang pun makna seperti ini tetap digunakan di negara-negara yang mewarisi budaya Katolik. Konsekwensinya, proses pindahnya sebuah sekolah atau sebuah rumah sakit dari Gereja ke administrasi publik, misalnya, disebut sekularisasi. Makna ini kemudian berubah akhir-akhir ini. Sekularisasi bermakna gambaran sebuah proses pada level budaya, yang paralel dengan level politik. Sekularisasi berarti hilangnya diterminasi agamis terhadap simbol-simbol integrasi budaya. Sekularisasi budaya adalah hal yang lazim dan tak dapat dihindari dari sekularisasi politik dan sosial.[7]
Jadi, menurut Cox, dunia ini tidak lebih rendah dari dunia agamis. Karena itu, sekularisasi adalah proses penduniawian hal-hal yang memang bersifat duniawi. Penjelasan Cox ini identik dengan penjelasan Nurcholish tentang “sekularisasi” dan “penduniawian”. Menurut Nurholish, konsep tentang dunia sebagai tempat hidup yang bernilai rendah dan hina bertentangan dengan ajaran Islam. Oleh karena itu, umat Islam tidak diperbolehkan curiga kepada kehidupan duniawi ini, apalagi lari dari realitas kehidupan duniawi. Sehingga, sekularisasi adalah proses penduniawian.[8]
II. Sekularisme dan Sekularisasi
Salah satu argumentasi Nurcholish yang terkenal dalam mempertahankan pendapatnya adalah pembedaan antara “sekularisasi” dan “sekularisme”. Dalam hal ini, Nurcholish mengutip pendapat Harvey Cox.[9] Memang, menurut Cox, sekularisasi mengimplikasikan proses sejarah, hampir pasti tak mungkin diputar kembali. Masyarakat perlu dibebaskan dari kontrol agama dan pandangan hidup metafisik yang tertutup (closed metaphysical worldviews). Jadi, intinya, sekularisasi adalah perkembangan yang membebaskan (a liberating development). Sebaliknya, sekularisme adalah nama sebuah ideologi. Ia adalah sebuah pandangan hidup baru yang tertutup yang fungsinya sangat mirip dengan agama. Selain itu, lanjut Cox, sekularisasi itu berakar dari kepercayaan Bible. Pada taraf tertentu, ia adalah hasil otentik dari implikasi kepercayaan Bible terhadap sejarah Barat. Oleh sebab itu, sekularisasi berbeda dengan sekularisme — yaitu idiologi (isme) yang tertutup. Bagi Cox, sekularisme membahayakan keterbukaan dan kebebasan yang dihasilkan oleh sekularisasi. Oleh sebab itu, sekularisme harus diawasi, diperiksa dan dicegah untuk menjadi idiologi negara.[10]
Sedangkan Nurcholish menjelaskan tentang ini, dengan menyatakan, pembedaan antara “sekularisasi” dan “sekularisme” semakin jelas jika dianalogikan dengan pembedaan antara rasionalisasi dan rasionalisme. Seorang Muslim harus bersikap rasional, tetapi tidak boleh menjadi pendukung rasionalisme. Rasionalitas adalah suatu metode guna memperoleh pengertian dan penilaian yang tepat tentang suatu masalah dan pemecahannya. Rasionalisasi adalah proses penggunaan metode itu. Analoginya, lanjut Nurcholish, sekularisasi tanpa sekularisme, yaitu proses penduniawian tanpa paham keduniawian, bukan saja mungkin, bahkan telah terjadi dan terus akan terjadi dalam sejarah. Sekularisasi tanpa sekularisme adalah sekularisasi terbatas dan dengan koreksi. Pembatasan dan koreksi itu diberikan oleh kepercayaan akan adanya Hari Kemudian dan prinsip Ketuhanan. Sekularisasi adalah keharusan bagi setiap umat beragama, khususnya ummat Islam.[11]
III. Justifikasi Sekularisasi
Dalam menggulirkan gagasan sekularisasinya, Nurcholish mencari justifikasi dari ajaran-ajaran Islam. Ia, misalnya, menyatakan, gagasan sekularisasi dapat dijustifikasi dari dua kalimat syahadat, yang mengandung negasi dan afirmasi. Menurut tafsirannya, kalimat syahadat menunjukkan bahwa manusia bebas dari berbagai jenis kepercayaan kepada tuhan-tuhan yang selama ini dianut, kemudian mengukuhkan kepercayaan kepada Tuhan yang sebenarnya. Dan Islam dengan ajaran Tauhidnya yang tidak kenal kompromi itu, telah mengikis habis kepercayaan animisme. Ini bermakna dengan tauhid, terjadi proses sekularisasi besar-besaran pada diri seorang Animis. Manusia ditunjuk sebagai khalifah Tuhan di bumi karena manusia memiliki intelektualitas, akal pikiran, atau rasion. Dengan rasion inilah, manusia mengembangkan diri dan kehidupannya di dunia ini. Oleh karena itu terdapat konsistensi antara sekularisasi dan rasionalisasi Kemudian, terdapat pula konsistensi antara rasionalisasi dan desakralisasi.
Nurcholish melanjutkan argumentasinya, di dalam Islam ada konsep “Hari Dunia” dan “Hari Agama”. Hari agama ialah masa di mana hukum-hukum yang mengatur hubungan antara mannusia tidak berlaku lagi, sedangkan yang berlaku ialah hubungan antara manusia dan Tuhan. Sebaliknya, Pada Hari Dunia yang sekarang kita jalani ini, belum berlaku hukum-hukum akhirat. Hukum yang mengatur perikehidupan ialah hukum-hukum kemasyarakatan manusia.
Nurcholish melanjutkan argumentasinya, bahwa kalimat Basmallah (Atas nama Tuhan), juga menunjukkan bahwa manusia adalah Khalifah Tuhan di atas bumi. Selain itu, al-Rahman menunjukkan sifat kasih Tuhan di dunia ini (menurut ukuran-ukuran duniawi), sedangkan al-Rahim menunjukkan sifat Kasih itu di akhirat (menurut norma-norma ukhrawi). Penghayatan nilai/spiritualkeagamaan bukanlah hasil kegiatan yang serba rasionalistis. Demikian pula sebaliknya, masalah-masalah duniawi tidak dapat didekati dengan metode spiritualistis. Keduanya mempunyai bidang yang berbeda, meskipun antara iman dan ilmu itu terdapat pertalian yang erat.[12]
Sebelum Cak Nur menjustifikasi bahwa akar sekularisasi ada dalam ajaran Islam, Harvey Cox sebelumnya juga sudah berpendapat bahwa akar sekularisasi ada di dalam ajaran-ajaran Bible.[13] Cox menjustifikasi gagasan ini dengan mengutip pandangan Friedrich Gogarten, seorang teolog Jerman, yang mengatakan, bahwa sekularisasi, “adalah konsekwensi sah dari implikasi keimanan Bible terhadap sejarah”.[14] Cox menambahkan terdapat tiga komponen penting dalam Bible yang menjadi kerangka asas kepada sekularisasi, yaitu: ‘disenchantment of nature’ yang dikaitkan dengan penciptaan (Creation), ‘desacralization of politics’ dengan migrasi besar-besaran (Exodus) kaum Yahudi dari Mesir dan ‘deconsecration of values’ dengan Perjanjian Sinai (Sinai Covenant).[15]
IV. Sekularisasi: Keharusan Kristiani
Sekularisasi sebenarnya bermula dari penafsiran baru teolog Barat terhadap Bible.[16] Penafsiran baru ini menolak penafsiran lama yang menyatakan bahwa ada alam lain yang lebih hebat dan lebih agamis dari alam ini. Penafsiran baru ini juga membantah peran dan sikap Gerejawan yang mengklaim bahwa Gereja memiliki keistimewaan sosial, kekuatan, dan properti khusus.[17] Penafsiran atau teologi baru inilah yang kemudian dirangkai menjadi teologi sekular; yang mengkritik posisi Gereja dengan teologi lamanya yang dianggap ideal. Khususnya, pada saat institusi Gereja memiliki kekuasaan dan peran sentral pada abad pertengahan Eropa.
Sejarah peradaban Barat menunjukkan bahwa dominasi Gereja menghambat kemajuan ilmiah. Akibatnya, terjadi konflik antara akal dengan Bible. Barat menyebut sejarah zaman pertengahan itu sebagai zaman kegelapan (dark ages). Saat itu, akal disubordinasikan di bawah Bible. Karena itu, mereka menamakan sejarah peradaban Eropa pada abad ke-15 dan 16 sebagai zaman kelahiran kembali (renaissance), karena akal bebas dari Bible. Mereka juga kemudian menyebut abad ke-17 sampai abad ke-19 sebagai zaman Pencerahan Eropa (European Enlightenment) yang sebenarnya adalah kesinambungan renaissance. Periode ini ditandai dengan semaraknya semangat rasionalisasi oleh Barat. Para filosof, teolog, sosiolog, psikolog, sejarawan, politikus dan lain-lainnya menulis tentang berbagai karya yang menitikberatkan aspek kemanusiaan, kebebasan, dan keadilan.
Jadi, gagasan sekularisasi muncul karena tidak sanggupnya doktrin dan dogma agama Kristen berhadapan dengan Barat yang terdiri dari beragam unsur. Hasilnya, para teolog Eropa dan Amerika seperti Ludwig Feurbach, Karl Barth, Dietrich Bonhoeffer, Paul van Buren, Thomas Altizer, Gabriel Vahanian, William Hamilton, Woolwich, Werner and Lotte Pelz, dan beberapa lainnya, menggagas revolusi teologi radikal. Cox menggelari mereka sebagai para “teolog kematian Tuhan” (death-of God theologians). Mereka menegaskan bahwa untuk menghadapi sekularisasi, ajaran Kristiani harus disesuaikan dengan pandangan hidup saintifik modern.[18]
Ludwig Feurbach menegaskan bahwa prinsip filsafat bukanlah Substansi-nya Spinoza, atau Ego-nya Kant dan Fichte, bukan juga Identitas Absolut-nya Schelling, bukan juga Akal Absolut-nya Hegel, bukan pula konsep wujud yang abstrak, tetapi realitas wujud yang benar, yaitu Manusia. Oleh sebab itu, manusia merupakan prinsip filsafat yang paling tinggi. Sekalipun agama atau teologi menyangkal, namun hakikatnya agama yang menyembah manusia (religion that worships man). Agama sendiri yang menyatakan: Tuhan adalah manusia dan manusia adalah Tuhan (God is man, man is God). Jadi, agama akan menafikan Tuhan yang bukan manusia. Makna sebenarnya dari teologi adalah antropologi (The true sense of Theology is Anthropology). Agama adalah mimpi akal manusia (Religion is the dream of human mind).[19]
Pemikiran Feurbach kemudian sangat mewarnai para sosiolog dan teolog seperti Karl Barth, Martin Buber dan Karl Marx. Karl Barth, misalnya, menegaskan bahwa “agama sebagai ketidakpercayaan” (Religion as Unbelief). Gagasan ini kemudian dilanjutkan oleh muridnya, Dietrich Bonhoeffer. Bonhoeffer mendesak para teolog Kristen agar menyampaikan risalah Kristiani kepada manusia sekular sekarang dengan ungkapan: “kita sedang menuju ke suatu masa yang tiada agama sama sekali… Bagaimana agar kita berbicara mengenai Tuhan tanpa agama… Bagaimana supaya kita berbicara dengan gaya sekular yang baru tentang Tuhan?” Bagi Bonhoeffer, seorang Pastor Jerman yang dieksekusi oleh SS Nazi, agama harus dipisahkan dari kepercayaan (faith). Dia selanjutnya mengatakan dengan frasenya yang paradoks: “sudah tiba saatnya bagi Kristen tanpa agama” (a religionsless Christianity).
Seirama dengan Barth dan Bonhoeffer, Gabriel Vahanian, seorang Teolog Neo-Calvinis juga mengatakan: “sekular adalah keharusan seorang Kristiani”. Bagi Vahanian, kematian Tuhan adalah peristiwa agama dan budaya sekaligus. Dalam masyarakat yang modern dan saintifik, peristiwa-peristiwa dalam Bible dianggap sebagai mitos, sudah lapuk, dan tidak terpakai lagi. Werner and Lotte Pelz juga mengumandangkan “Tuhan tiada lagi” (God is no more). Woolwich dengan nada yang sama juga berpendapat bahwa “Tuhan tanpa Tuhan” (God without God).
Dengan pendapat-pendapat seperti itu, tidak berarti para teolog tersebut menjadi atheis, karena mereka masih mempercayai wujudnya Tuhan. Menurut mereka, di dalam zaman modern ini, Tuhan sudah tidak berperan lagi dalam kehidupan masyarakat. Inilah yang terjadi di masyarakat Kristen Barat. Tuhan diposisikan sebagai di luar urusan kehidupan manusia. Tuhan tidak berhak campur tangan dalam kehidupan manusia. Manusia harus mengatur hidupnya sendiri, dengan hokum-hukum yang mereka buat sendiri. God is no more!.
Memang ada sebagian teolog konservatif — seperti E. L. Mascal — yang setia berpegang teguh kepada “tradisi” Kristen. Namun, pendapat ini tidak berpengaruh terhadap kehidupan realitas mayasrakat Kristen. Harvey Cox – dengan teologi sekularnya – ingin menjembatani dua kubu yang paradoks secara ektrims, yakni teologi konservatif dan teologi radikal. Cox mengkritik pendapat para teolog kematian Tuhan, karena mereka keliru karena dua faktor. Pertama, Mereka telah menjadikan pandangan hidup saintifik modern sebagai parameter, padahal humanisme saintifik modern itu beraneka-ragam. Selain itu, para saintis pun mengakui bahwa metodologi saintifik bersifat operasional dan berada dalam ruang lingkup yang terbatas. Oleh sebab itu, metodologi saintifik tidak menawarkan “pandangan hidup’. Kedua, pendapat teolog radikal terhadap teologi Kristen tidak kritis dan ahistoris. Mereka menganggap isi doktrin Kristen tidak berubah, maka perlu dibuang.[20]
Namun, Cox juga tidak konsisten. Cox sendiri memuji konsep teologi Bonhoeffer. Cox mengatakan: kita masih sangat jauh untuk “melintasi Bonhoeffer” (we are very far from being “beyond Bonhoeffer”).[21] Jadi, sebenarnya teologi sekular dan ‘teologi kematian Tuhan’ adalah dua sisi dari mata koin yang sama. Pada tahap awal, Teologi secular tampak seolah-olah membela agama dan menempatkan agama posisi terhormat dan suci (karena tidak campur tangan dalam urusan profan), tetapi konsep ini sebenarnya membunuh agama, sebagaimana konsepsi para teolog kematian Tuhan itu.
Bebas Agama
Dunia, kata Cox, perlu dikosongkan dari nilai-nilai ruhani dan agama. Dalam istilah Cox, ini disebut ‘disenchantment of nature’, berasal dari terjemahan die Entzauberung der Welt, yang diambil dari gagasan Max Weber, seorang sosiolog Jerman.[22] Sains bisa berkembang dan maju, jika dunia ini dikosongkan dari tradisi atau agama yang menyatakan bahwa ada kekuatan supernatural yang menjaga dunia ini. Disebakan kekuatan ghaib itulah, maka bagi tokoh-tokoh agama konservatif, dunia ini tidak boleh diperlakukan sewenang-wenang. Padahal, pembebasan dunia ini dari nilai-nilai gaib itu menjadi syarat penting bagi usaha-usaha urbanisasi dan modernisasi. Manusia harus mengeksploitasi alam seoptimal mungkin, tanpa perlu dibatasi oleh pandangan hidup agama apa pun. Jika dunia ini dianggap sebagai manifestasi dari kuasa supernatural, maka sains tidak akan maju dan berkembang. Jadi, dengan cara apa pun, semua makna-makna ruhani keagamaan ini mesti dihilangkan dari alam. Maka, ajaran-ajaran agama dan tradisi harus disingkirkan. Jadi, alam tabi’i bukanlah suatu entitas suci (divine entity).[23]
Konsep sekularisasi dalam politik diistilahkan dengan ‘Desacralization of politics’, yang bermakna bahwa politik tidaklah sakral (desakralisasi politik). Jadi, unsur-unsur ruhani dan agama harus disingkirkan dari politik. Oleh sebab itu juga, peran ajaran agama ke atas institusi politik harus disingkirkan. Ini menjadi syarat untuk melakukan perubahan politik dan sosial yang juga akan membenarkan munculnya proses sejarah. Segala macam kaitan antara kuasa politik dengan agama dalam masyarakat apa pun tidak boleh berlaku karena dalam masyarakat sekular, tidak seorang pun memerintah atas otoritas ‘kuasa suci’. (Dari gagasan ini bisa dipahami, jika kaum sekular menolak mati-matian penerapan syariat Islam dalam kehidupan politik).
Sebagaimana halnya sekularisasi dalam dunia dan politik, sekulariasi juga terjadi dalam kehidupan dengan penyingkiran nilai-nilai agama (deconsecration of values/dekonsekrasi nilai-nilai). Mereka akan menyatakan, bahwa kebenaran adalah relatif. Tidak ada nilai yang mutlak. Sistem nilai manusia sekular harus dikosongkan dari nilai-nilai agama. Karena perspektif seseorang dipengaruhi oleh faktor sosial dan budaya, maka tidak ada seorang pun yang berhak memaksakan sistem nilainya ke atas orang lain. Manusia sekular mempercayai bahwa ‘wahyu langit’ bisa difahami karena terjadi dalam sejarah, yang dibentuk oleh kondisi sosial dan politik tertentu. Jadi, sebenarnya, semua sistem nilai, terbentuk oleh sejarah yang mengikuti ruang dan waktu dan tertentu. Sekularisasi meletakkan tanggungjawab ke dalam otoritas manusia untuk membina sistem nilai. Sekularisasi akan menjadikan sejarah dan masa depan cukup terbuka untuk perubahan dan kemajuan karena manusia akan bebas membuat perubahan serta pro-aktif dalam proses evolusi. Dengan konsep ini, manusia sekuler bisa tidak akan mengakui kebenaran Islam yang mutlak. Mereka akan menolak konsep-konsep Islam yang tetap (tsawabit), karena semuanya dianggap relatif. Kebenaran bagi mereka adalah yang “berlaku di masyarakat” dan bukan yang dikonsepkan dalam al-Quran.
Gagasan sekularisasi yang dipopulerkan Cox, mendapatkan sambutan hangat oleh para pemikir Kristen Barat pada tahun 60-an. Robert N. Bellah, yang dipengaruhi gagasan Marxist, juga tidak terlepas dari pemikiran Cox. Karyanya ‘Beyond Belief’ memiliki banyak kesejajaran dengan apa yang telah diungkapkan Cox. [24] Bellah juga melanjutkan gagasan sekularisasi dalam bidang politik dengan gagasan ‘civil religion’.[25] Konsep sekularisasi yang dianut Bellah juga kepanjangan gagasan sekularisasi yang dikembangkan Cox. Bellah mengutip pendapat Cox ketika mendiskusikan Tradisi Islam dan Problem-Problem Modernisasi.[26]
VI. Kesimpulan
Fakta-fakta yang telah terungkap menunjukkan, gagasan sekularisasi Nurcholish Madjid banyak mengadopsi gagasan yang dikembangkan Harvey Cox – yang berangkat dari konsep dan pengalaman sejarah agama Kristen. Banyak yang menyebutkan, bahwa sekularisasi sudah merupakan keharusan bagi dunia, karena kuatnya dominasi Barat. Seharusnya, ilmuwan Muslim bersikap kritis saat mengadopsi gagasan-gagasan seperti ini, karena konsep sekularisasi memang bertentangan dengan konsep Islam. Sejarah Islam juga tidak pernah mengalami pengalaman pahit dalam hubungan antara agama dengan negara, atau pertentangan antara agama dengan sains seperti dalam sejarah Kristen. Karena itu, tidak bijak, jika konsep dan gagasan sekularisasi ini kemudian diadopsi dan diterapkan dalam masyarakat Muslim, yang memiliki pandangan hidup sendiri.
________________________________________
[1] Harvey Cox, The Secular City: Secularization and Urbanization in Theological Perspective (New York: The Macmillan Company, 1967), 16, selanjutnya di ringkas The Secular City. Buku Cox ini mencetuskan cause célèbre agama diluar jangkaan pengarang dan penerbitnya sendiri. Buku ini merupakan ‘best-seller’ di Amerika dengan lebih 200 ribu naskah terjual dalam masa kurang dari setahun. Buku ini juga adalah karya utama yang menarik perhatian masyarakat kepada isu sekularisasi. Menurut Dr. Marty, beberapa kalangan menjadikan buku tersebut sebagai buku panduan, manual untuk bebas lepas dari sembarang dongeng mitos dan agama. Lihat Martin E. Marty, “ Does Secular Theology Have a Future” di The Great Ideas Today 1967 (Chicago: Encyclopaedia Britannica, Inc., 1967), selanjutnya diringkas GIT.
[2] Harvey Cox, GIT, 9.
[3] Harvey Cox, The Secular City, 16.
[4] Nurcholish Madjid, Keindonesiaan, 216-217.
[5] Ibid., 217.
[6] Harvey Cox, The Secular City, 16-17.
[7] Ibid., 17.
[8] Nurcholish Madjid, Keindonesiaan, 217-218.
[9] Ibid. Bandingkan penjelasan Nurcholish dengan penjelasan Harvey Cox dalam The Secular City, 18.
[10] Harvey Cox, The Secular City, 18.
[11] Nurcholish Madjid, Keindonesiaan, 219-220.
[12] Ibid., 222-233.
[13] Harvey Cox, The Secular City, 17. Harvey Cox secara mendalam membahas justifikasi dari Bible terhadap sekularisasi dalam karyanya ini.
[14] Harvey Cox, The Secular, 15. Karya Gogarten yang dirujuk Cox ialah Verhängnis und Hoffnung der Neuzeit: die Säkularisierung als theologisches Problem (The Fate and Hope of Our Time: Secularization as a Theological Problem (Stuttgart: Friedrich Vorwerk Verlag, 1958). Juga karya lain Der Mensch Zwischen Gott und Welt (Stuttgart: Friedrich Vorwerk Verlag, 1956).
[15] Harvey Cox, The Secular City, 19-32.
[16]S. M. N. al-Attas, Islam and Secularism (Kuala Lumpur: ISTAC, 1993, diterbitkan pertama kali tahun 1978), 20, selanjutnya diringkas Islam.
[17] Harvey Cox, GIT, 9-10.
[18] Ibid., 11-12.
[19] Ludwig Furbach, The Essence of Christianity, penerjemah George Eliot (New York: Prometheus Books, 1989), xiii-xix.
[20] Harvey Cox, GIT, 12.
[21] Harvey Cox, “Beyond Bonhoeffer? The Future of Religionless Christianity” in The Secular City Debate, ed. Daniel Callahan (New York: The Macmillan Company, 1966), 208.
[22] Frase ‘disenchantment of the world’ digunakan oleh Freidrich Schiller dan dipetik oleh Weber dalam karyanya Essays in Sociology (New York: 1958) dan Sociology of Religion (Boston, 1964).
[23] Harvey Cox, The Secular CIty, 21.
[24] Robert N. Bellah, Beyond Belief-Essays on Religion in a Post Traditionalist World (California: University of California Press, 1970) selanjutnya diringkas Beyond Belief.
[25] Robert N. Bellah & Phillip E. Hammond, Varieties of Civil Religion (San Fransisco: Harper & Row Publishers, 1980).
[26] Robert N. Bellah, Beyond Belief, 147.

AL-QUR’AN MENDAHULUI SAINS MODEREN

Kami akan memperlihatkan kepada mereka tanda-tanda (kekuasaan) Kami di segala wilayah bumi dan pada diri mereka sendiri, hingga jelas bagi mereka bahwa Al-Qur’an itu adalah benar. Tiadakah cukup bahwa sesungguhnya Tuhanmu menjadi saksi atas segala sesuatu?” (Fushilat (41): 53).
A. Al-Qur’an Kitab Hidayah
Tanya: Untuk apa Allah swt menurunkan Al-Qur’an?
Jawab: Allah swt menurunkan Al-Qur’an untuk menjadi petunjuk bagi manusia. Al-Qur’an adalah kitab petunjuk, bukan kitab kedokteran atau teknik, bukan kitab astronomi atau kimia yang menghimpun berbagai informasi ilmiah ilmu-ilmu tersebut. Sekali lagi ia hanya kitab hidayah ilahi bagi perilaku manusia.
B. Al-Qur’an Turun dengan Ilmu Allah swt
Tanya: Kalau begitu apa maksud ungkapan “Al-Qur’an mendahului sains modern?”
Jawab: Artinya, ketika Al-Qur’an berbicara tentang manusia, tumbuhan, atau makhluk lain, ia pasti berbicara tentang hakikatnya. Manusia baru mengetahuinya setelah sains dan peralatan-peralatan canggih digunakan untuk melakukan berbagai penelitian ilmiah. Itulah makna Al-Qur’an mendahului sains modern sekaligus sebagai bukti baru mukjizat Al-Qur’an di masa kemajuan teknologi yang semakin menegaskan bahwa ia adalah kalamullah yang tidak sedikitpun mengandung kesalahan.
C. Sesaknya Dada
Tanya: Apa contoh masalah ini?
Jawab: Contoh-contoh cukup banyak, di antaranya penemuan para pilot tentang semakin sesaknya dada mereka setiap kali mereka menambah ketinggian di udara sampai-sampai mereka merasa tercekik karena tak mampu bernafas akibat semakin berkurangnya kadar oksigen. Realita ini belum diketahui sebelumnya, orang menganggap bahwa udara tersedia sampai ke planet-planet dan bintang-bintang yang ada di langit. Sedangkan Al-Qur’an telah mengungkap hakikat ini sejak empat belas abad lebih. Allah swt. berfirman:
“Barangsiapa yang Allah menghendaki akan memberikan kepadanya petunjuk, niscaya Dia melapangkan dadanya untuk (memeluk agama) Islam. dan barangsiapa yang dikehendaki Allah kesesatannya niscaya Allah menjadikan dadanya sesak lagi sempit, seolah-olah ia sedang mendaki langit. Begitulah Allah menimpakan siksa kepada orang-orang yang tidak beriman.” (Al-An’am (6): 125).
Maksudnya: Barangsiapa berhak disesatkan Allah swt karena amal-amalnya yang buruk dan permusuhannya terhadap Islam, maka Allah swt. menjadikan dadanya sempit bila mendengar mauizhah (nasihat) yang mengingatkannya tentang kebenaran Islam seperti sempitnya dada orang yang naik ke langit. Hal ini tidak diketahui manusia yang tidak beriman sebelum mereka menggunakan pesawat terbang. Lalu apakah Nabi Muhammad saw. memiliki pesawat khusus untuk menyampaikan informasi ini? Atau apakah yang disampaikan semata wahyu yang berasal dari ilmu Allah swt?!
D. Informasi tentang Pusat Perasa di Kulit
Tanya: Adakah contoh yang lain?
Jawab: Ya, kita ambil contoh dari susunan tubuh manusia. Dulu orang percaya bahwa saraf perasa terdapat di seluruh tubuh dengan kepekaan yang sama. Namun ilmu pengetahuan modern mengungkap kekeliruan ini, ternyata pusat kepekaan terhadap rasa sakit dan lainnya terletak pada kulit di mana jarum suntik hanya terasa sakit pada kulit. Al-Qur’an menyebutkan hakikat ini sebelum penemuan para ahli.
“Sesungguhnya orang-orang yang kafir kepada ayat-ayat Kami, kelak akan Kami masukkan mereka ke dalam neraka. Setiap kali kulit mereka hangus, Kami ganti kulit mereka dengan kulit yang lain, supaya mereka merasakan azab. Sesungguhnya Allah Maha Perkasa lagi Maha Bijaksana.” (An-Nisa (4): 56).
Maksudnya: Perasaan sakit menerima azab terpusat pada kulit mereka dan apabila kulit itu telah hangus matang mereka tidak merasakan azab lagi. Oleh karenanya, Allah swt. Yang Maha Mengetahui ciptaan-Nya menggantinya dengan kulit yang baru agar mereka tetap merasakan azab.
Apakah Muhammad saw memiliki alat-alat bedah khusus untuk mengetahui informasi ini? Atau apakah ini hanyalah bukti bahwa Al-Qur’an adalah firman Allah yang diturunkan dengan ilmu-Nya? Maha Benar Allah swt. yang telah berfirman:
“Kami akan memperlihatkan kepada mereka tanda-tanda (kekuasaan) Kami di segala wilayah bumi dan pada diri mereka sendiri, hingga jelas bagi mereka bahwa Al-Qur’an itu adalah benar. Tiadakah cukup bahwa sesungguhnya Tuhanmu menjadi saksi atas segala sesuatu?” (Fushilat (41): 53).
Kesimpulan
Al-Qur’an mengandung informasi yang baru terungkap kebenarannya setelah berabad-abad lamanya seiring kemajuan ilmu pengetahuan.
• Di antaranya informasi Al-Qur’an tentang sesaknya dada orang yang menjelajah langit, dan pusat rasa yang ada di kulit. Ilmu pengetahuan abad dua puluh kemudian membenarkan informasi Al-Qur’an ini.
• Kebenaran ini sebagai bukti bahwa Al-Qur’an semata-mata wahyu Allah swt. kepada Rasul-Nya Muhammad saw. Allahu a’lam

Apa Roh Itu?

“Dan mereka bertanya kepadamu tentang roh. Katakanlah: “Roh itu termasuk urusan Tuhan-ku, dan tidaklah kamu diberi pengetahuan melainkan sedikit.” (Al-Isra’: 85)
Terdapat lebih dari 19 ayat yang menyebut kata “ruh” dalam Al-Qur’an. Maksud yang terkandung dari istilah ini tidak keluar dari arti malaikat Jibril yang biasanya ditambah dengan istilah Ruhul Quds atau Ar-Ruhul Amin dan maksud yang kedua adalah Al-Qur’an. Dan hanya satu ayat yang bermaksud roh dalam arti yang sebenarnya, yaitu pada ayat ini. Meskipun demikian terdapat juga ulama tafsir seperti yang dinukil oleh Imam Al-Qurthubi yang memahami ruh dalam arti analogis yaitu Al-Qur’an. Maka pengertian ayat ini menurut Al-Qurtubi secara analogis adalah:
“Dan mereka bertanya, “Darimanakah Al-Qur’an yang di tanganmu ini?”. “Katakanlah: Sesungguhnya ia diturunkan sebagai mukjizat atas perintah Allah swt.”
Analogi kedua makna ini sangat jelas. Roh merupakan alat kehidupan manusia secara fisik materil. Manakala Al-Qur’an adalah roh yang bisa memberi kekuatan dan kehidupan manusia secara psikologis ruhiyah. Hal ini bertepatan dengan ungkapan Malik bin Dinar tentang roh Al-Qur’an:
“Wahai Ahlul Qur’an!, apa yang telah ditanam oleh Al-Qur’an ke dalam lubuk hatimu?. Sesungguhnya Al-Qur’an adalah penyubur hati sebagaimana hujan yang menyuburkan bumi.”
Dalam konteks ruh yang memiliki pengertian Al-Qur’an, terdapat empat ayat membahasnya, yaitu surah An-Nahl: 2, Ghafir: 15, Asy-Syura: 52 dan Surah Al-Isra’: 58 yang dipahami secara analogis. Tentunya, penamaan Al-Qur’an dengan ruh bukan kebetulan dan tanpa hikmah yang perlu digali oleh hamba-Nya yang merindukan keberkahan dan kekuatan dari Al-Qur’an, seperti juga nama dan sifat lain yang dimiliki oleh Al-Qur’an yang mencerminkan fungsi dan perannya yang komprehensif dan universal. Betapa hanya Al-Qur’an yang bisa diandalkan menyelesaikan masalah kemanusiaan dalam segala bentuknya.
Sayyid Qutb menyatakan pandangannya tentang penamaan Al-Qur’an dengan ruh berdasarkan firman Allah: “(Dialah) Yang Maha Tinggi derajat-Nya, Yang mempunyai ‘Arsy, Yang memberi ruh dengan (membawa) perintahNya kepada siapa yang dikehendakiNya di antara hamba-hambaNya, supaya dia memperingatkan (manusia) tentang hari pertemuan (hari kiamat).” (Ghafir: 15) bahwa ini merupakan kinayah tentang wahyu. Redaksi yang digunakan dalam ayat ini mengisyaratkan dua hal: pertama, bahwa wahyu (Al-Qur’an) adalah ruh dan kehidupan bagi manusia, tanpa ruh ini manusia tidak akan bisa hidup dengan baik dan benar. Kedua, bahwa wahyu itu turun dari tempat yang tinggi kepada siapa yang dipilih dari hamba-hamba-Nya. Redaksi ini bertepatan dengan sifat Allah Yang Maha Tinggi lagi Maha Agung.
Selanjutnya beliau juga menafsirkan ruh dalam ayat-ayat ini sebagai sebuah kekuatan yang menggerakkan, mempertahankan kehidupan di dalam hati, bahkan di dalam kehidupan nyata sehari-hari.
“Dan demikianlah Kami wahyukan kepadamu ruh (Al-Quran) dengan perintah Kami. Sebelumnya kamu tidaklah mengetahui apakah Al-Kitab (Al-Qur’an) dan tidak pula mengetahui apakah iman itu, tetapi Kami menjadikan Al-Qur’an itu cahaya, yang Kami tunjuki dengan dia siapa yang Kami kehendaki di antara hamba-hamba Kami. Dan sesungguhnya kamu benar- benar memberi petunjuk kepada jalan yang lurus.” (Asy-Syura: 52)
Kekuatan besar dari sentuhan Al-Qur’an ini dirasakan benar oleh para sahabat Rasulullah karena memang mereka menerima Al-Qur’an ini dengan segenap hati, pikiran dan kemauan mereka. Seperti yang diriwayatkan oleh Ath-Thobroni dan Al-Baihaqi dari Abdullah bin Amr bin Ash bahwa ia berkata:
“Ketika turun surah Az-Zalzalah, maka serentak Abu Bakar yang sedang duduk waktu itu menangis. Maka Rasulullah saw. pun menghampirinya dan bertanya, “Apa yang membuat engkau menangis wahai Abu Bakar?”. Surah inilah yang membuat aku menangis”. Maka Rasulullah menenangkan dengan sabdanya:
“Jika kalian tidak pernah melakukan dosa dan kesalahan, maka Allah akan menciptakan kaum lain yang mereka itu melakukan salah dan dosa kemudian mereka bertaubat dan Allah mengampuni mereka.”
Dalam riwayat lain dari Abdullah bin Hanthob bahwa Rasulullah saw. pernah membacakan surah ini dalam satu majlis di mana seorang Arab Badui ikut serta duduk bersama. Setelah mendengar ini, lelaki itu lantas keluar sambil menyesali dirinya “alangkah buruknya aku”. Maka Rasulullah mengatakan kepada para sahabatnya, “sungguh iman telah masuk ke dalam hati lelaki badui tadi.”
Maka sangat tepat ungkapan Dr. Yusuf Al-Qaradlawi yang menegaskan bahwa:
“Al-Qur’an adalah “ruh Rabbani” kekuatan Rabbani yang akan mampu menghidupkan dan menggerakkan akal fikiran dan hati. Sebagaimana Al-Qur’an juga undang-undang Allah yang mengatur kehidupan manusia sebagai individu dan bangsa secara kolektif.”
Syekh Muhammad Al-Ghazali menyebutkan:
“Al-Qur’an inilah kitab yang membentuk jiwa, membangun umat dan kebudayaan mereka. Inilah sesungguhnya kekuatan Al-Qur’an. Namun yang sangat disayangkan bahwa cahaya ini tidak nampak di depan umat Islam karena mata-mata mereka sudah tertutup sehingga aib dalam konteks sekarang ini bukan aib Al-Qur’an, tetapi aib pandangan manusia yang lebih mengagungkan kekuatan lain selain Al-Qur’an. Padahal Allah sudah berfirman, “Hai Ahli Kitab, sesungguhnya telah datang kepadamu Rasul Kami, menjelaskan kepadamu banyak dari isi Al Kitab yang kamu sembunyikan, dan banyak (pula yang) dibiarkannya. Sesungguhnya telah datang kepadamu cahaya dari Allah, dan Kitab yang menerangkan, dengan kitab itulah Allah menunjuki orang-orang yang mengikuti keredhaan-Nya ke jalan keselamatan, dan (dengan kitab itu pula) Allah mengeluarkan orang-orang itu dari gelap gulita kepada cahaya yang terang benderang dengan seizin-Nya, dan menunjuki mereka ke jalan yang lurus.” (Al-Ma’idah: 15-16)
Karenanya esensi seluruh perintah dan petunjuk Al-Qur’an adalah dalam rangka memelihara kehidupan manusia, baik secara fisik maupun psikis. Tanpa panduan dan pedoman ini, kehidupan manusia semakin tidak menentu dan jelas arahnya.
“Hai orang-orang yang beriman, penuhilah seruan Allah dan seruan Rasul apabila Rasul menyeru kamu kepada suatu yang memberi kehidupan kepada kamu, ketahuilah bahwa sesungguhnya Allah membatasi antara manusia dan hatinya dan sesungguhnya kepada-Nyalah kamu akan dikumpulkan.” (Al-Anfal: 24)
Kekuatan lain yang seharusnya kita sadari dari Al-Qur’an yang mulia ini bahwa Al-Qur’an merupakan sistem hidup yang mengarahkan orang-orang yang beriman untuk mewujudkan kehidupan dalam bingkai keimanan. Sebuah hakikat kehidupan yang meliputi segenap komponen yang ada pada diri manusia; menghidupkan fisik, perasaan, getaran jiwa, kemauan, pikiran dan kehendaknya.
“Supaya dia (Muhammad) memberi peringatan kepada orang-orang yang hidup (hatinya) dan supaya pastilah (ketetapan azab) terhadap orang-orang kafir.” (Yaasin: 70)
Ibnu Qutaibah dalam kitab “Tafsir Gharibil Qur’an” memahami kalimat “Hayyan” di dalam ayat ini dengan pengertian seorang mukmin yang hidup karena memperoleh petunjuk Allah swt. demikian juga dengan firman Allah swt.:
“Dan apakah orang yang sudah mati kemudian dia Kami hidupkan dan Kami berikan kepadanya cahaya yang terang, yang dengan cahaya itu dia dapat berjalan di tengah-tengah masyarakat manusia, serupa dengan orang yang keadaannya berada dalam gelap gulita yang sekali-kali tidak dapat keluar dari padanya? Demikianlah Kami jadikan orang yang kafir itu memandang baik apa yang telah mereka kerjakan.” (Al-An’am: 122).
Yang dimaksud dengan orang yang hidup dalam ayat ini adalah orang yang beriman dan orang yang mati adalah orang kafir. Makanya Allah membedakan keduanya dengan menggunakan istilah ini juga di dalam firman-Nya: “Dan tidak (pula) sama orang-orang yang hidup dan orang-orang yang mati.” (Fathir: 22)
Sesungguhnya, berbagai ujian yang mengejutkan bangsa ini semakin membuktikan hakikat yang tidak terbantahkan akan kelemahan manusia dan hajat mereka akan pertolongan Allah swt. bahwa sesungguhnya sumber kekuatan satu-satunya adalah Allah yang menciptakan segalanya dan kita akan meraih kekuatan itu dengan menjadikan Al-Qur’an sebagai satu-satunya sumber kehidupan dan kekuatan kita.
Sekali lagi, Allah swt. mengingatkan kita akan kekuatan Al-Qur’an.
“Dia menurunkan para malaikat dengan (membawa) ruh (Al-Qur’an) dengan perintah-Nya kepada siapa yang Dia kehendaki di antara hamba-hamba-Nya, yaitu: “Peringatkanlah olehmu sekalian, bahwasanya tidak ada Tuhan (yang hak) melainkan Aku, maka hendaklah kamu bertakwa kepada-Ku.” (An-Nahl: 2)
Memang sudah saatnya bagi kita untuk menerima Al-Qur’an dengan segenap perasaan, pikiran dan kehendak kita dan tidak mengharap atau menggantungkan kekuatan lain di luar dari kekuatan firman-Nya.
“Belumkah datang waktunya bagi orang-orang yang beriman, untuk tunduk hati mereka mengingat Allah dan kepada kebenaran yang telah turun (kepada mereka), dan janganlah mereka seperti orang-orang yang sebelumnya telah diturunkan Al Kitab kepadanya, kemudian berlalulah masa yang panjang atas mereka lalu hati mereka menjadi keras. Dan kebanyakan di antara mereka adalah orang-orang yang fasik.” (Al-Hadid: 16).
Selama kita masih mengharap datangnya kekuatan lain, maka selama itu pula kita tidak akan meraih kehidupan yang mulia di bawah bimbingan dan naungan Al-Qur’an.