Tengoklah kembali perjalanan Anda saat ini, akan menuju kemana? Apakah ke arah yang lebih baik, atau ke arah yang lebih buruk, atau tetap saja seperti saat ini? Tetapkanlah sebuah putusan dan jalanilah menuju konsekuensinya.
Powered By Blogger

Jumat, 29 Oktober 2010

Pengenalan Saham

1. Pengertian

Pengertian saham secara umum dan sederhana adalah “surat berharga yang dapat dibeli atau dijual oleh perorangan atau lembaga di pasar tempat surat tersebut diperjualbelikan”.

Saham (stock) merupakan salah satu instrumen pasar keuangan yang paling popular. Menerbitkan saham merupakan salah satu pilihan perusahaan ketika memutuskan untuk pendanaan perusahaan. Pada sisi yang lain, saham merupakan instrument investasi yang banyak dipilih para investor karena saham mampu memberikan tingkat keuntungan yang menarik.

Saham juga dapat didefinisikan sebagai tanda penyertaan modal seseorang atau pihak (badan usaha) dalam suatu perusahaan atau perseroan terbatas. Dengan menyertakan modal tersebut, maka pihak tersebut memiliki klaim atas pendapatan perusahaan, klaim atas asset perusahaan, dan berhak hadir dalam Rapat Umum Pemegang Saham (RUPS).



2. Bursa Saham

Bursa saham adalah tempat dimana perusahaan dapat menawarkan sahamnya untuk dijual. Mereka melakukan hal ini melalui penawaran perdana (IPO).

Setelah penawaran perdana, ribuan atau jutaan investor yang telah membeli saham tersebut dapat kembali ke bursa saham untuk menjual sahamnya kepada investor yang lain, sehingga dimulailah perdagangan saham. Bursa saham hanyalah semacam tempat penampungan untuk perdagangan ini.

3. Menentukan Harga Saham

Harga saham setiap perusahaan tidaklah sama, harganya akan berbeda-beda. Apa yang menyebabkan perbedaan itu? Semua itu ditentukan oleh pendapat perusahaan.

Misalnya ada sebuah perusahaan yang menghasilkan profit sebesar 10 juta setiap tahunnya. Harga berapa kira-kira yang mungkin cocok untuk menjual perusahaan itu? Katakanlah ditawarkan dengan harga 100 juta. Apakah ada yang akan mau membelinya?

Pembeli potensial akan menilai situasi ini dengan pertanyaan “Berapa profit yang akan saya peroleh jika saya menginvestasikannya ke tempat lain?”. Jika ada wahana lain yang dapat menghasilkan lebih besar maka ia tidak akan membeli perusahaan tersebut. Mungkin perusahaan itu harus mengurangi harganya.

Faktor lain yang perlu dipertimbangkan adalah potensi pertumbuhan keuntungan. Perusahaan tadi mungkin hanya dapat menghasilkan 10 juta tahun ini, tapi tahun depan berpeluang mendapatkan 20 juta. Untuk tingkat keuntungan 10% dan potensi pertumbuhannya, mungkin perusahaan tersebut bisa dijual dengan harga 150 juta.

Inilah yang menjadi alasan banyak saham yang mengalami kenaikan yang sangat pesat walaupun sekarang mereka tidak lagi banyak menghasilkan keuntungan.



4. Apa yang Menyebabkan Gejolak Harga Saham?

Faktor-faktor yang menyebabkan gejolak harga saham dapat dibagi menjadi faktor makro dan mikro.

Faktor makro adalah faktor-faktor yang mempengaruhi ekonomi secara keseluruhan. Tingkat suku bunga yang tinggi, inflasi, tingkat produktivitas nasional, politik dan lain sebagainya dapat memiliki dampak penting pada potensi keuntungan perusahaan hingga pada akhirnya juga akan mempengaruhi harga sahamnya.

Faktor mikro adalah faktor-faktor yang berdampak secara langsung pada perusahaan itu sendiri. Perubahan manajemen, harga dan ketersediaan bahan mentah, produktivitas pekerja dan lain sebagainya yang akan dapat mempengaruhi kinerja keuntungan perusahaan tersebut secara individual.

Apa yang menyebabkan volatilitas atau gejolak harga adalah karena sering adanya perbedaan opini tentang kemana arah profitabilitas perusahaan tersebut. Di saat banyak orang berpikir bahwa profitabilitas suatu perusahaan menurun, maka akan lebih banyak yang menjual sahamnya sehingga harganya juga akan menurun. Tentu saja, hal yang sebaliknya juga dapat terjadi.



5. Bagaimana Mengenai Dividen dalam Saham?

Selain kenaikan harga ataupun penambahan modal, dividen merupakan salah cara untuk dapat menghasilkan keuntungan. Banyak perusahaan yang juga membayarkan dividen tahunan. Ini adalah pembayaran tunai yang mencerminkan bagian dari profit perusahaan tersebut. Tetapi tentu saja sepenuhnya merupakan kebijaksanaan dari perusahaan tersebut untuk memberikan dividen atau tidak. Mereka tidak wajib melakukannya. Tetapi pada umumnya, mereka tetap akan memberikan sebagian dari profitnya sebagai bentuk penghargaan kepada para investornya.

Tipe Saham



Ada dua jenis saham yang jamak dipasarkan, yaitu saham biasa (common stock) dan saham preferen (preferred stock).

a. Saham biasa (common stock).

Pemegang saham jenis ini mewakili kepemilikan di perusahaan sebesar modal yang ditanamkan. Keuntungan yang didapatkan oleh pemegang saham ini berupa dividen yang berasal dari keuntungan perusahaan. Pemegang saham ini tidak memiliki jaminan pasti atas return yang dihasilkan perusahaan. Apabila perusahaan mendapatkan keuntungan, maka pemegang saham akan mendapatkan dividen sebesar alokasi yang ditetapkan oleh RUPS. Namun, apabila perusahaan suatu saat dilikuidasi atau bangkrut, pemegang saham jenis ini adalah yang paling akhir mendapatkan hak atas aset perusahaan setelah semua kewajiban perusahaan dilunasi dan pemegang saham preferen dibayar sebesar nilai par sekuritas mereka.

Selain keuntungan berupa dividen, pemegang saham biasa juga bisa mendapatkan keuntungan dari selisih nilai beli dengan nilai jual sahamnya. Katakanlah, jika anda membeli sebuah saham pada harga Rp 500 dan menjualnya saat harga mencapai Rp 600, maka anda akan memperoleh keuntungan sebesar Rp 100 dikalikan dengan jumlah saham yang anda jual. Keuntungan jenis ini disebut capital gain. Sebaliknya jika harga saham mengalami penurunan, maka anda mengalami kerugian yang disebut capital loss.

Karakteristik lain dari saham biasa, selain klaim atas aset perusahaan paling rendah dibandingkan dengan komponen perusahaan yang lain, juga tidak adanya maturity date atau tanggal jatuh tempo.



b. Saham preferen (preferred stock).

Saham jenis ini memiliki sifat hybrid yang artinya selain memiliki karakteristik sebagai saham, juga memiliki sifat seperti halnya obligasi. Jika anda memiliki saham jenis ini, anda akan mendapatkan pembayaran secara teratur sebesar harga pari saham dikalikan dengan bunga setiap tahun (sifat obligasi). Apabila saham preferen anda berjenis cumulative, maka jika anda belum menerima pembayaran dividen tahun lalu akan diakumulasikan dengan dividen tahun berjalan. Jenis yang lain yaitu non cumulative, yang artinya anda tidak akan menerima dividen yang tidak dibayarkan periode lalu, sedangkan yang berjenis participating akan menerima peningkatan nilai dividen proporsional mengikuti peningkatan dividen saham biasa. Pemilik saham preferen memiliki hak suara untuk memilih direktur perusahaan, hanya jika dividen tidak dibayarkan selama setahun atau lebih.

Sifat preferen ini tercermin pula pada perlakuan yang diterima saat perusahaan dilikuidasi. Pemilik saham ini akan menerima pembayaran sebesar harga pari saham sebelum dividen atas pemegang saham biasa dibayarkan. Oleh karena banyak sifat saham jenis ini yang menyerupai obligasi, maka beberapa pihak menggolongkannya ke dalam fixed income.

Keuntungan dan Resiko Saham



5. Keuntungan

Pada dasarnya, ada dua keuntungan yang diperoleh investor dengan membeli atau memiliki saham:

· Dividen

Dividen merupakan pembagian keuntungan yang diberikan perusahaan dan berasal dari keuntungan yang dihasilkan perusahaan. Dividen diberikan setelah mendapat persetujuan dari pemegang saham dalam RUPS. Jika seorang pemodal ingin mendapatkan dividen, maka pemodal tersebut harus memegang saham tersebut dalam kurun waktu yang relatif lama yaitu hingga kepemilikan saham tersebut berada dalam periode dimana diakui sebagai pemegang saham yang berhak mendapatkan dividen.

Dividen yang dibagikan perusahaan dapat berupa dividen tunai – artinya kepada setiap pemegang saham diberikan dividen berupa uang tunai dalam jumlah rupiah tertentu untuk setiap saham - atau dapat pula berupa dividen saham yang berarti kepada setiap pemegang saham diberikan dividen sejumlah saham sehingga jumlah saham yang dimiliki seorang pemodal akan bertambah dengan adanya pembagian dividen saham tersebut.

· Capital Gain

Capital Gain merupakan selisih antara harga beli dan harga jual. Capital gain terbentuk dengan adanya aktivitas perdagangan saham di pasar sekunder. Misalnya Investor membeli saham ABC dengan harga per saham Rp 3.000 kemudian menjualnya dengan harga Rp 3.500 per saham yang berarti pemodal tersebut mendapatkan capital gain sebesar Rp 500 untuk setiap saham yang dijualnya.



6. Resiko Saham

Sebagai instrument investasi, saham memiliki risiko, antara lain:

· Capital Loss

Merupakan kebalikan dari Capital Gain, yaitu suatu kondisi dimana investor menjual saham lebih rendah dari harga beli. Misalnya saham PT. XYZ yang di beli dengan harga Rp 2.000,- per saham, kemudian harga saham tersebut terus mengalami penurunan hingga mencapai Rp 1.400,- per saham. Karena takut harga saham tersebut akan terus turun, investor menjual pada harga Rp 1.400,- tersebut sehingga mengalami kerugian sebesar Rp 600,- per saham.



· Risiko Likuidasi

Perusahaan yang sahamnya dimiliki, dinyatakan bangkrut oleh Pengadilan, atau perusahaan tersebut dibubarkan. Dalam hal ini hak klaim dari pemegang saham mendapat prioritas terakhir setelah seluruh kewajiban perusahaan dapat dilunasi (dari hasil penjualan kekayaan perusahaan). Jika masih terdapat sisa dari hasil penjualan kekayaan perusahaan tersebut, maka sisa tersebut dibagi secara proporsional kepada seluruh pemegang saham.
Namun jika tidak terdapat sisa kekayaan perusahaan, maka pemegang saham tidak akan memperoleh hasil dari likuidasi tersebut. Kondisi ini merupakan risiko yang terberat dari pemegang saham. Untuk itu seorang pemegang saham dituntut untuk secara terus menerus mengikuti perkembangan perusahaan.

Teknik Analisa Saham



Dalam melakukan suatu investasi, seorang investor sering dihadapkan pada pertanyaan mendasar, seperti apakah harga saham dipasar mencerminkan nilai yang sebenarnya dari perusahaan? Jika tidak, berapa nilai sebenarnya dari saham tersebut? Nilai intrinsik (intrinsic value) merupakan nilai sebenarnya dari suatu saham, dan merupakan standar untuk mempertimbangkan apakah saham dinilai terlalu rendah (undervalued), wajar (fairly priced), atau dinilai terlalu tinggi (overvalued). Sedangkan harga pasar saham (current market price) adalah harga yang terbentuk di pasar jual beli saham.

Investor perlu menganalisis saham dengan tujuan untuk menaksir nilai intrinsiksuatu saham perusahaan, lalu membandingkannya dengan harga saham saat ini untuk mengetahui tingkat kewajaran harga saham. Untuk itu, ada dua pendekatan yang digunakan dalam menganalisis saham suatu perusahaan yaitu sebagai berikut:

1. Analisis Teknikal

Analisis teknikal merupakan upaya untuk memperkirakan harga saham dengan mengamati perubahan harga saham di periode yang lalu, dan upaya untuk menentukan kapan investor harus membeli, menjual atau mempertahankan sahamnya dengan menggunakan indikator-indikator teknis atau menggunakan analisis grafik. Indikator teknis yang digunakan adalah moving average, volume perdagangan, dan short-interest ratio. Sedangkan analisis grafik diharapkan dapat mengidentifikasi berbagai pola seperti key reserval, head and shoulders, dan sebagainya.Analisis ini menggunakan data pasar dari saham, seperti harga dan volume transaksi penjualan saham untuk menentukan nilai saham.

2. Analisis Fundamental

Analisis fundamental ini menyatakan bahwa setiap saham memiliki nilai intrinsik. Analisis ini mencoba untuk menghitung nilai intrinsik dari suatu saham dengan menggunakan data fundamental yaitu Laporan Keuangan Perusahaan, seperti laba, dividen, penjualan, struktur modal, resiko dan sebagainya. Analisis ini akan membandingkan nilai intrinsik dengan harga pasarnya untuk menentukan apakah harga saham pasar sudah mencerminkan nilai intrinsiknya atau belum.

Ada dua pendekatan yang digunakan dalam menghitung nilai intrinsik suatu saham, yaitu:

a. Pendekatan Present Value

b. Pendekatan Price Earning Ratio.

JUAL BELI SAHAM DALAM PERSPEKTIF HUKUM ISLAM

A. Pendahuluan

Wacana Sistem Ekonomi Islam sebagai sistem ekonomi alternatif dunia bukanlah isapan jempol. Pada 28 April – 1 Mei 2008, di Kuwait digelar perhelatan akbar World Islamic Economic Forum (WIEF) keempat dengan tema “Negara-negara Islam sebagai Mitra Pembangunan Global.” Perhelatan ini juga dihadiri oleh delegasi non-muslim seperti Tony Blair, mantan PM Inggris dan Bob Hawke, mantan PM Australia.[1]

Di Indonesia sendiri, Ekonomi Islam mengalami pertumbuhan yang sangat pesat. Pertumbuhan ini berawal sejak diakuinya dual system perbankan pada tahun 1992 yang mengijinkan beroperasinya sistem perbankan tanpa bunga (Bank Syariah).

Bertalian erat dengan hal tersebut, jual beli merupakan aktivitas utama perekonomian baik dalam sistem ekonomi Islam maupun sistem ekonomi lain. Sistem Ekonomi Islam memberikan perhatian serius terhadap permasalahan jual beli. Permasalahan jual beli dibahas secara mendetail oleh banyak ulama di samping masalah ritual ibadah mahdah. Islam tidak mengenal dikotomi antara aktivitas keduniawian dengan keukhrawian. Setiap aktivitas dunia senantiasa berkaitan erat dengan aktivitas akhirat sehingga harus berada dalam bingkai ajaran Islam.

Sistem Islam melarang setiap aktivitas perekonomian—tak terkecuali jual beli (perdagangan)—yang mengandung unsur paksaan, mafsadah (lawaran dari manfaat), dan gharar (penipuan). Sedangkan, bentuk perdagangan Islam mengijinkan adanya sistem kerja sama (patungan) atau lazim disebut dengan syirkah.[2]

Adalah benar adanya bahwa perkembangan ekonomi suatu negara tidak lepas dari perkembangan pasar modal. Perkembangan pasar modal di negara-negara maju, termasuk di negara-negara muslim sekalipun, kiranya menuntut untuk dicermati lebih lanjut. Hal ini menjadi keharusan, selain terkait dengan semakin membesarnya peran pasar modal di dalam memobilisasi dana ke sektor riil, juga disebabkan adanya tuntutan bahwa sekuritas yang diperdagangkan harus selaras dengan syariat Islam.[3]

Berkaitan dengan hal tersebut, diperlukan kajian mendalam dari sudut pandang Islam akan aktivitas jual beli saham di pasar modal. Hal ini disebabkan karena sifat hukum Islam yang universal dan komprehensif.

B. Prinsip Jual beli dalam Islam

1. Pengertian Jual beli

Secara etimologis, jual beli berarti menukar harta dengan harta. Sedangkan, secara terminologi, jual beli memiliki arti penukaran selain dengan fasilitas dan kenikmatan.[4]

2. Dasar Hukum

Jual beli disyariatkan di dalam Alquran, sunnah, ijma, dan dalil akal. Allah SWT berfirman:

“Dan Allah menghalalkan jual beli dan mengharamkan riba.” (Alquran, 2:275)

3. Klasifikasi Jual beli[5]

Jual beli dibedakan dalam banyak pembagian berdasarkan sudut pandang. Adapun pengklasifikasian jual beli adalah sebagai berikut:

a. Berdasarkan Objeknya

Jual beli berdasarkan objek dagangnya terbagi menjadi tiga jenis, yaitu:

1) Jual beli umum, yaitu menukar uang dengan barang.

2) Jual beli as-Sharf (Money Changer), yaitu penukaran uang dengan uang.

3) Jual beli muqayadhah (barter), yaitu menukar barang dengan barang.

b. Berdasarkan Standardisasi Harga

1) Jual Beli Bargainal (tawar menawar), yaitu jual beli di mana penjual tidak memberitahukan modal barang yang dijualnya.

2) Jual Beli Amanah, yaitu jual beli di mana penjual memberitahukan modal barang yang dijualnya. Dengan dasar ini, jual beli ini terbagi menjadi tiga jenis:

a) Jual beli murabahah, yaitu jual beli dengan modal dan keuntungan yang diketahui.

b) Jual beli wadhi’ah, yaitu jual beli dengan harga di bawah modal dan kerugian yang diketahui.

c) Jual beli tauliyah, yaitu jual beli dengan menjual barang sama dengan harga modal, tanpa keuntungan atau kerugian.

c. Cara Pembayaran

Ditinjau dari cara pembayaran, jual beli dibedakan menjadi empat macam:

1) Jual beli dengan penyerahan barang dan pembayaran secara langsung (jual beli kontan).

2) Jual beli dengan pembayaran tertunda (jual beli nasi’ah).

3) Jual beli dengan penyerahan barang tertunda.

4) Jual beli dengan penyerahan barang dan pembayaran sama-sama tertunda.

4. Syarat Sah Jual Beli[6]

Agar jual beli dapat dilaksanakan secara sah dan memberi pengaruh yang tepat, harus dipenuhi beberapa syaratnya terlebih dahulu. Syarat-syarat ini terbagi dalam dua jenis, yaitu syarat yang berkaitan dengan pihak penjual dan pembeli, dan syarat yang berkaitan dengan objek yang diperjualbelikan.

Pertama, yang berkaitan dengan pihak-pihak pelaku, harus memiliki kompetensi untuk melakukan aktivitas ini, yakni dengan kondisi yang sudah akil baligh serta berkemampuan memilih. Dengan demikian, tidak sah jual beli yang dilakukan oleh anak kecil yang belum nalar, orang gila atau orang yang dipaksa.

Kedua, yang berkaitan dengan objek jual belinya, yaitu sebagai berikut:

· Objek jual beli harus suci, bermanfaat, bisa diserahterimakan, dan merupakan milik penuh salah satu pihak.

· Mengetahui objek yang diperjualbelikan dan juga pembayarannya, agar tidak terhindar faktor ‘ketidaktahuan’ atau ‘menjual kucing dalam karung’ karena hal tersebut dilarang.

· Tidak memberikan batasan waktu. Artinya, tidak sah menjual barang untuk jangka waktu tertentu yang diketahui atau tidak diketahui.

5. Juzaf (Jual Beli Spekulatif)[7]

Juzaf ialah menjual barang yang bisa ditakar, ditimbang atau dihitung secara borongan tanpa ditakar, ditimbang atau dihitung terlebih dahulu. Contoh hal ini adalah seseorang yang menjual setumpuk makanan, setumpuk pakaian atau sebidang tanah tanpa mengetahui kepastian ukurannya.

Jual beli ini disyariatkan sebagaimana disebutkan dalam hadits Ibnu Umar Ra. bahwa ia menceritakan, “Kami biasa membeli makanan dari para kafilah dagang dengan cara spekulatif. Lalu Rasulullah saw melarang kami menjualnya sebelum kami memindahkan dari tempatnya.” (HR. Muslim).

Hadits ini mengindikasikan bahwa para sahabat sudah terbiasa melakukan jual beli juzaf (spekulatif), sehingga hal itu menunjukkan bahwa hal tersebut dibolehkan.

Namun demikian, agar jual beli juzaf ini diperbolehkan, ada beberapa syarat yang harus dipenuhi. Para ulama Malikiyah menyebutkan persyaratan tersebut sebagai berikut:

· Baik pembeli dan penjual sama-sama tidak mengetahui ukuran barang dagangan. Kalau salah satunya tahu, jual beli itu tidak sah.

· Jumlah barang dangangan jangan banyak sekali sehingga sulit diprediksikan, atau sedikit sekali sehingga mudah dihitung.

· Tanah tempat meletakkan barang dagangan tersebut harus rata, sehingga tidak terjadi unsur kecurangan dalam spekulasi.

· Barang dagangan harus tetap dijaga dan kemudian diperkirakan jumlah atau ukurannya ketika terjadi akad.

Namun demikian, terdapat pengecualian, tidak boleh menjual komoditi riba fadhl dengan jenis yang sama secara spekulatif, seperti menjual satu tandum kurma dengan satu tandum kurma yang lain. Hal ini dikarenakan kaidah dalam jual beli komoditi riba fadhl, “Ketidaktahuan akan kesamaan sama saja dengan mengetahui adanya perbedaan (ketdaksamaanya).”

6. Sebab-sebab Dilarangnya Jual Beli[8]

Larangan jual beli disebabkan karena dua alasan, yaitu:

a. Berkaitan dengan objek

1) Tidak terpenuhniya syarat perjanjian, seperti menjual yang tidak ada, menjual anak binatang yang masih dalam tulang sulbi pejantan (malaqih) atau yang masih dalam tulang dada induknya (madhamin).

2) Tidak terpenuhinya syarat nilai dan fungsi dari objek jual beli, seperti menjual barang najis, haram dan sebagainya.

3) Tidak terpenuhinya syarat kepemilikan objek jual beli oleh si penjual, seperti jual beli fudhuly.

b. Berkaitan dengan komitmen terhadap akad jual beli

1) jual beli yang mengandung riba.

2) Jual beli yang mengandung kecurangan.

Ada juga larangan yang berkaitan dengan hal-hal lain di luar kedua hal di atas seperti adanya penyulitan dan sikap merugikan, seperti orang yang menjual barang yang masih dalam proses transaksi temannya, menjual senjata saat terjadinya konflik sesama mulim, monopoli dan sejenisnya. Juga larangan karena adanya pelanggaran syariat seperti berjualan pada saat dikumandangkan adzan shalat Jum’at.

Akan tetapi, kemungkinan yang paling banyak tersebar dalam realitas kehidupan adalah sebagai berikut:

· Objek jual beli yang haram.

· Riba.

· Kecurangan, serta;

· Syarat-syarat yang menggiring kepada riba, kecurangan atau kedua-duanya.

7. Jual Beli yang Bermasalah

a. Jual Beli yang Diharamkan

1) Menjual tanggungan dengan tanggungan

Telah diriwayatkan larangan menjual tanggungan dengan tanggungan sebagaimana tersebut dalam hadits Nabi dari Ibnu ’Umar Ra.[9] Yaitu menjual harga yang ditangguhkan dengan pembayaran yang ditangguhkan juga. Misalnya, menggugurkan apa yang ada pada tanggungan orang yang berhutang dengan jaminan nilai tertentu yang pengambilannya ditangguhkan dari waktu pengguguran. Ini adalah bentuk riba yang paling jelas dan paling jelek sekali.[10]

2) Jual beli disertai syarat[11]

Jual beli disertai syarat tidak diijinkan dalam hukum Islam. Malikiyah menganggap syarat ini sebagai syarat yang bertentangan dengan konsekuensi jual beli seperti agar pembeli tidak menjualnya kembali atau menggunakannya.

Hambaliyah memahami syarat sebagai yang bertentangan dengan akad, seperti adanya bentuk usaha lain, seperti jual beli lain atau peminjaman, dan persyaratan yang membuat jual beli menjadi bergantung, seperti ”Saya jual ini kepadamu, kalau si Fulan ridha.”

Sedangkan Hanafiyah memahaminya sebagai syarat yang tidak termasuk dalam konsekuensi perjanjian jual beli, dan tidak relevan dengan perjanjian tersebut tapi bermanfaat bagi salah satu pihak.

3) Dua perjanjian dalam satu transaksi jual beli

Tidak dibolehkan melakukan dua perjanjian dalam satu transaksi, namun terdapat perbedaan dalam aplikasinya sebagai berikut:

a) Jual beli dengan dua harga; harga kontan dan harga kredit yang lebih mahal. Mayoritas ulama sepakat memperbolehkannya dengan ketentuan, sebelum berpisah, pembeli telah menetapkan pilihannya apakah kontan atau kredit.[12]

b) Jual beli ’Inah, yaitu menjual sesuatu dengan pembayaran tertunda, lalu si penjual membelinya kembali dengan pembayaran kontan yang lebih murah.[13]

4) Menjual barang yang masih dalam proses transaksi dengan orang atau menawar barang yang masih ditawar orang lain. Mayoritas ulama fiqih mengharamkan jual beli ini. Hal ini didasarkan pada larangan dalam hadits shahih Bukhari dan Muslim, ”Janganlah seseorang melakukan transaksi penjualan dalam transaksi orang lain. Dan janganlah seseorang meminang wanita yang masih dipinang oleh orang lain, kecuali bila mendapat ijin dari pelaku transaksi atau peminang yang pertama.”[14]

5) ’Orang kota menjual barang orang dusun.’ Yang dimaksud dengan istilah ini adalah orang kota yang menjadi calo bagi pedagang orang dusun.[15] Rasulullah saw bersabda: ”Janganlah orang kota menjualkan komoditi orang dusun. Biarkan manusia itu Allah berikan rizki, dengan saling memberi keuntungan yang satu kepada yang lain.” (HR. Muslim)

6) Menjual anjing. Dalam hadits Ibnu Mas’ud, Rasulullah telah melarang mengambil untung dari menjual anjing, melacur dan menjadi dukun (HR. Bukhari). Kalangan Syafi’iyah dan Hambaliyah menganggap tidak sah menjual anjing apapun, baik dipelihara (untuk berburu) maupun tidak. Sedangkan, Malikiyah membolehkan menjual anjing kelompok yang pertama dengan hadits: ”Rasulullah mengharamkan hasil jualan anjing, kecuali anjing buru.” (HR. An-Nasa’i).

7) Menjual alat-alat musik dan hiburan. Mayoritas ulama mengharamkan semua lat-alat hiburan dan alat-alat musik yang diharamkan.[16]

8) Jual beli saat adzan Jum’at dikumandangkan. Allah swt berfirman: ”Hai orang-orang beriman, apabila diseru untuk menunaikan shalat Jum’at, Maka bersegeralah kamu kepada mengingat Allah dan tinggalkanlah jual beli. Yang demikian itu lebih baik bagimu jika kamu Mengetahu.” (Alquran, 62: 9). Adzan yang dimaksud adalah adzan ketika khatib naik mimbar. Parameter diharamkannya jual beli ini adalah bahwa orang yang melakukan transaksi adalah orang yang wajib shalat Jum’at, mengetahui larangan tersebut dan tidak dalam kondisi darurat. Jika keduanya tidak wajib shalat Jum’at, maka tidak apa-apa. Namun jika salah satunya wajib, keduanya berdosa.[17]

b. Jual Beli yang Diperdebatkan

1) Jual beli ’Inah. Yaitu jual beli manipulatif agar pinjaman uang dibayar dengan lebih banyak (riba). Mayoritas ulama mengharamkannya tanpa pengecualian, sedangkan Imam as-Syafi’i membolehkannya jika tidak disepakati sebelumnya.[18]

2) Jual beli Wafa. Yakni jual beli dengan syarat pengembalian barang dan pembayaran, ketika si penjual mengembalikan uang bayaran dan si pembeli mengembalikan barang. Menurut pendapat ulama tujuan dari jual beli ini adalah riba yang berupa manfaat barang.[19]

3) Jual beli dengan uang muka. Yaitu dengan membayarkan sejumlah uang muka (urbun) kepada penjual dengan perjanjian bila ia jadi membelinya, uang itu dimasukkan ke dalam harganya. Jika tidak terjadi, urbun menjadi milik penjual. Mayoritas ulama membolehkan jual beli seperti ini, jika diberi batasan menunggu secara tegas.[20]

4) Jual beli Istijrar. Yaitu mengambil kebutuhan dari penjual secara bertahap, selang beberapa waktu kemudian membayarnya. Mayoritas ulama membolehkannya, bahkan bisa jadi lebih menyenangkan bagi pembeli daripada jual beli dengan tawar menawar.[21]

C. Investasi dalam Islam

1. Syirkah dan Hukum-hukumnya

Syirkah menurut ahli fiqih berarti aliansi dalam kepemilikan atau dalam beraktivitas. Syirkah disyariatkan menurut ijma’ para ulama yang disandarkan pada beberapa dalil, di antaranya Firman Allah SWT:

“Ketahuilah, sesungguhnya apa saja yang dapat kamu peroleh sebagai rampasan perang, maka sesungguhnya seperlima untuk Allah.” (Alquran, Al-Anfal: 41).

Syirkah terbagi menjadi dua macam, yaitu syirkah kepemilikan dan syirkah transaksional. Syirkah kepemilikan yaitu persekutuan antara dua orang atau lebih dalam kepemilikan salah satu barang dengan salah satu sebag kepemilikan seperti jual beli, hibah atau warisan. Sedangkan, syirkah transaksional merupakan akad kerjasama antara dua orang yang bersekutu dalam modal dan keuntungan.

Macam-macam syirkah transaksional[22]

Mayoritas ulama, membagi syirkah transaksional sebagai berikut:

· Syirkatul ‘Inan, yaitu persekutuan dalam modal, usaha dan keutungan. Dua orang atau lebih dengan modal yang mereka miliki, membuka usaha yang mereka lakukan sendiri, lalu berbagi keuntungan. Ijma’ membolehkan syirkah semacam ini, meski pada perinciannya ada yang diperselisihkan.

· Syirkatul Abdan, yaitu kerjasama antara dua pihak atau lebih dalam usaha yang dilakukan oleh tubuh mereka, seperti kerjasama doketer di klinik, tukang jahit atau tukang cukur dalam salah satu pekerjaan. Hal ini dibolehkan, kecuali oleh Imam Syafi’ie.

· Syirkatul Wujuh, yaitu kerjasama dua pihak atau lebih dalam keuntungan dari apa yang mereka beli dengan nama baik mereka. Tak seorangpun dari mereka yang memiliki modal. Syirkah ini dibolehkan menurut Hanafiyah dan Hambaliyah, namun dilarang menurut Malikiyah dan Syafi’iyah.

· Syirkatul Muwafadhah, yaitu kerjasama di mana setaiap pihak memiliki modal, usaha dan hutang-piutang yang sama, dari awal hingga akhir. Kerjasama seperti ini diperbolehkan oleh mayoritas ulama kecuali Syafi’i.

2. Mudharabah (Investasi) dan Hukum-hukumnya[23]

Mudharabah adalah penyerahan modal kepada orang yang terbiasa berdagang dengan memberikan sebagian keuntungan kepada pedagang tersebut. Hal ini dibolehkan berdasarkan ijma’ kaum muslimin.

Rukun-rukun kerjasama ini ada tiga: Dua pihak transaktor, objek transaksi, dan pelafalan perjanjian.

Dua transaktor harus memiliki kompetensi. Boleh juga bekerjasama dengan nonmulsim, dengan syarat harus dimonitor pengelolaannya agar kehalalannya terjaga.

Sementara, objek transaksi yang disyaratkan harus berupa alat tukar—emas, perak dan uang. Dibolehkan menanam modal dengan hutang, bagi yang memiliki kemampuan untuk membayarnya. Juga boleh menanam modal dengan uang titipan atau dapat berupa dana segar.

Sementara dalam usaha investasi ini disyaratkan untuk diputar dalam dunia niaga dan bidang-bidang terkait. Kalangan Hambaliyah membolehkan penyerahan modal dalam bidang industri dalam bentuk alat-alat produksi dengan mengambil keuntungan dari sebagian hasilnya, diqiyaskan dengan muzara’ah (investasi pertanian) dan musaqot (investasi perkebunan).

Keuntungan mudharabah harus diketahui secara jelas, berupa prosentase yang umum. Jika seorang ditentukan mendapat bagian tetap (yang tidak diputar), maka perjanjian tersebut batal.

D. Praktik Jual Beli Saham

1. Sejarah Bursa dan Pasar Modal Indonesia

a) Masa Tahun 1952-1958.[24]

Pada tanggal 3 Juni 1952, perdagagan surat berharga untuk pertama kali mulai dilakukan. Pembukaan bursa ini dilakukan di gedung De Javasches Bank (Bank Indonesia) oleh Menteri Keuangan, Dr. Sumitro Djojohadikusumo. Pada 1958, perdagangan surat berharga ini terhenti karena situasi sosial politik dirasa tidak mendukung.

b) Babak Baru Pasar Modal Tahun 1977.[25]

Babak baru Pasar Modal Indonesia yang sering disebut dengan masa kebangkitan Pasar Modal Indonesia, terjadi pada tanggal 10 Agustus 1977.

Peresmian Pasar Modal Indonesia diikuti pula dengan dibentuknya Badan Pelaksana Pasar Modal (BAPEPAM), yang kini telah berubah menjadi Badan Pengawas Pasar Modal, juga dibentuknya DANAREKSA yang merupakan perusahaan investment trust.

Sejak bursa efek mulai diaktifkan kembali, saham mulai diperkenalkan, meski obligasi belum. Obligasi kembali diterbitkan pada bulan Maret 1983. Obligasi yang pertama diterbitkan adalah oleh PT. Yasa Marga.

c) Perkembangan Bursa Efek.[26]

Perkembangan biursa efek yang terjadi kini adalah berkat perjuangan dari BAPEPAM, perusahaan yang bersedia memasyarakatkan sahamnya, pemerintah, lembaga penunjang, dan masyarakat yang turut meramaikan perdagangan saham dan turut berpartisipasi.

d) Bursa Efek Jakarta (BEJ), Bursa Efek Surabaya (BES), dan Bursa Paralel Indonesia (BPI).[27]

Pada tanggal 10 Agusutus 1977, perdagangan efek dilakukan oleh BEJ sehingga masyarakat sering mengidentikkannya dengan pasar modal Indonesia. BES mulai ada pada tahun 1989, dan saat itu telah ada pula Bursa Paralel Indonesia yang berdiri tahun 1988. Keduanya yakni BES dan BPI akhirnya merger, jadi kini hanya BEJ dan BES. Pada tahun BEJ dan BES melakukan merger dan menjadi Bursa Efek Indonesia.

e) Bursa Efek Indonesia.[28]

Pada 13 Juli 1992, BEJ diprivatisasi dengan dibentuknya PT. Bursa Efek Jakarta. Kemudian pada 1995, perdagangan elektronik di BEJ dimulai.

Setelah sempat jatuh ke sekitar 300 poin pada saat-saat krisis, BEJ mencatat rekor tertinggi baru pada awal tahun 2006 setelah mencapai level 1.500 poin berkat adanya sentimen positif dari dilantiknya presiden baru, Susilo Bambang Yudhoyono. Peningkatan pada tahun 2004 ini sekaligus membuat BEJ menjadi salah satu bursa saham dengan kinerja terbaik di Asia pada tahun tersebut.

Pada tahun 2007 BEJ melakukan merger dengan Bursa Efek Surabaya dan berganti nama menjadi Bursa Efek Indonesia. Penggabungan ini menjadikan Indonesia hanya memilki satu pasar modal.

2. Perbedaan Spekulator (spekulan) dengan Investor

a) Pengertian Capital Gain dan Deviden[29]

Hal yang membedakan antara investor dengan spekulan terletak pada tujuan utama seorang nasabah membelanjakan dananya di pasar modal. Spekulan (speculator) menginvestasikan dananya untuk membeli saham suatu perusahan untuk mendapatkan capital gain, yaitu kelebihan harga jual diatas harga beli saham. Sedangkan seorang investor menginvestasikan dananya dalam waktu yang cukup lama untuk memperoleh deviden, yaitu bagian laba yang dibagikan oleh emiten kepada para pemegang sahamnya.

b) Perbedaan Karakter Spekulan dengan Investor.[30]

Seorang investor (the riel investor) pasti akan sangat teliti sebelum menginvestasikan dananya untuk membeli saham. Berbagai bahan pertimbangan dapat digunakan sebelum investasi. Salah satunya yakni dengan menganalisis laporan keuangan sebuah emiten.

Untuk pembagian laba perusahaan, biasanya diputuskan didalam RUPS, dan proporsi pembagian deviden akan tergantung pada RUPS yang tidak terlepas dari kondisi emiten. Seorang spekulan biasanya lebih rajin dalam mengikuti setiap berita dan rumor yang terjadi pada setiap emiten. Informasi dari media massa baik mengenai bisnis, sosial, ataupun politik senantiasa penting dan harus diikuti. Spekulan juga rajin dalam mengikuti naik turunnya harga saham setiap saat, setiap hari melalui analisis banyaknya pembeli dan penjual.

Para spekulan cenderung lebih aktif memantau setiap perubahan harga saham dari point ke point karena para spekulan pada umumnya tidak memiliki tujuan untuk menginvestasikan dananya terlalu lama dalam saham yang dibelinya.

3. Berbagai Jenis Saham

a) Pengertian Saham

Saham didefinisikan sebagai tanda penyertaan atau kepemilikan seseorang atau badan dalam suatu perusahaan. Menurut William H. Pike, selembar saham adalah selembar kertas yang menerangkan bahwa pemilik kertas tersebut adalah pemilik (berapapun porsinya) dari suatu perusahaan yang menerbitkan saham tersebut, sesuai porsi kepemilikannya yang tertera pada saham.

b) Common Stock dan Preferred Stock

Ada dua jenis saham yakni:

· Common Stock

Common stock atau saham biasa adalah saham yang sifat pemberian devidennya tidak tentu, tergantung bagaimana keuntungan yang diperoleh perusahaan penerbitnya.

· Prefered Stock

Prefered stock atau saham preferen adalah saham yang sifat pemberian devidennya bisa disepakati antara investor dengan perusahaan penerbit saham. Deviden akan ditetapkan lebih dahulu melalui perjanjian penetapan peneriamaan deviden. Besarnya deviden biasanya tetap. Tetapi seandainya perusahaan sedang jatuh, pemilik saham preferen akan dinomorduakan dari pemilik obligasi, tetapi dinomorsatukan dari pemilik saham biasa.

c) Perbedaan Hak Investor Saham Biasa dengan Saham Preferen

Investor saham biasa memiliki hak-hak sebagai berikut:

· Hak untuk mengeluarkan pendapat

· Hak mendapatkan deviden sesuai keputusan RUPS

· Hak untuk memilih pengurus sesuai dengan Peraturan yang ditetapkan dalam RUPS

· Hak untuk memindahkan kepemilikan sahamnya.

Sedangkan investor saham preferen memiliki hak-hak sebagai berikut:

· Hak menerima deviden terlebih dahulu dibanding pemilik saham biasa

· Jika keadaan sedang pailit dan terjadi likuidasi, maka para pemilik saham preferen mempunyai hak untuk dinomorsatukan dalam pembagian aset perusahaan

· Di lain pihak, pemilik saham preferen tidak memili hak berpendapat dan juga tidak berhak menuntut jika perusahaan penerbit mengalami pailit.

4. Proses Perdagangan Saham[31]

Saham hanya diperjualbelikan di pasar saham. Setiap orang yang telah memenuhi syarat-syarat, berhak untuk melaksanakan jual beli saham di pasar modal. Setiap saham berisi informasi-informasi, baik positif maupun negatif yang perlu diketahui oleh para investor agar tidak salah dalam memilih saham.

Adapun secara riil, saham berukuran atau berbentuk seperti sertifikat pada umumnya yang kertasnya terbuat dari bahan tertentu. Di dalam saham tertera antara lain: No.SKS atau Nomor Surat Kolektif Saham, nilai modal saham perusahaan, nilai nominal saham, nama pemilik saham, dan lain sebagainya.

Proses perdagangan saham berangsung pada hari bursa, yaitu hari Senin sampai hari Jum’at, dan dimulai pada pukul 09.30. Pada pukul 09.30 yang menjadi saat dimulainya proses perdagangan, terdapat harga pembukaan. Harga pembukaan adalah harga yang diminta oleh pembeli atau penjual ketika itu. Jam trading berakhir pada pukul 16.00 dan pada waktu ini terdapat harga penutupan yang merupakan harga yang diminta oleh pembeli dan penjual.

Proses Perdagangan Saham pada Pasar Perdana

Pada pasar perdana, pembeli atau investor tidak dapat memperoleh sahamnya dengan jangka waktu, seperti ketika membeli saham di pasar sekunder.

Pada pasar sekunder ditetapkan T+4 sebagai batas waktu penerimaan saham. Jika investor membeli pada hari Senin, 28 September 1998, ia akan menerima saham pada hari Jum’at, tanggal 2 Oktober 1998.

Pada pembelian saham perdana, investor harus medaftarkan terlebih dahulu melalui pialang, dengan memesan jumlah saham yang hendak dibelinya. Prsedur pembelian sama dengan pembelian di pasar sekunder.

Harga pada penawaran perdana yang telah ditetapkan belum dapat dicatatkan di BEJ, sehingga inilah yang menjadi motivasi bagi para investor dalam mengejar saham perdana yang dijual dengan harga murah. Pada umumnya harga yang ditawarkan dalam perdagangan saham perdana lebih rendah atau bahkan jauh lebih rendah dibanding harga pada saat ”listing/pencatatan” di Bursa Efek Jakarta.

5. Saham Syariah[32]

Saham merupakan surat berharga yang merepresentasikan penyertaan modal kedalam suatu perusahaan. Sementara dalam prinsip syariah, penyertaan modal dilakukan pada perusahaan-perusahaan yang tidak melanggar prinsip-prinsip syariah, seperti bidang perjudian, riba, memproduksi barang yang diharamkan seperti bir, dan lain-lain.

Di Indonesia, prinsip-prinsip penyertaan modal secara syariah tidak diwujudkan dalam bentuk saham syariah maupun non-syariah, melainkan berupa pembentukan indeks saham yang memenuhi prinsip-prinisp syariah. Dalam hal ini, di Bursa Efek Indonesia terdapat Jakarta Islamic Indeks (JII) yang merupakan 30 saham yang memenuhi kriteria syariah yang ditetapkan Dewan Syariah Nasional (DSN). Indeks JII dipersiapkan oleh PT Bursa Efek Indonesia (BEI) bersama dengan PT Danareksa Invesment Management (DIM).

Jakarta Islamic Index dimaksudkan untuk digunakan sebagai tolok ukur (benchmark) untuk mengukur kinerja suatu investasi pada saham dengan basis syariah. Melalui index ini diharapkan dapat meningkatkan kepercayaan investor untuk mengembangkan investasi dalam ekuiti secara syariah. Jakarta Islamic Index terdiri dari 30 jenis saham yang dipilih dari saham-saham yang sesuai dengan Syariah Islam. Penentuan kriteria pemilihan saham dalam Jakarta Islamic Index melibatkan pihak Dewan Pengawas Syariah PT Danareksa Invesment Management. Saham-saham yang masuk dalam Indeks Syariah adalah emiten yang kegiatan usahanya tidak bertentangan dengan syariah seperti:

1. Usaha perjudian dan permainan yang tergolong judi atau perdagangan yang dilarang.

2. Usaha lembaga keuangan konvensional (ribawi) termasuk perbankan dan asuransi konvensional.

3. Usaha yang memproduksi, mendistribusi serta memperdagangkan makanan dan minuman yang tergolong haram.

4. Usaha yang memproduksi, mendistribusi dan/atau menyediakan barang-barang ataupun jasa yang merusak moral dan bersifat mudarat.

Selain kriteria diatas, dalam proses pemilihan saham yang masuk JII Bursa Efek Indonesia melakukan tahap-tahap pemilihan yang juga mempertimbangkan aspek likuiditas dan kondisi keuangan emiten, yaitu:

1. Memilih kumpulan saham dengan jenis usaha utama yang tidak bertentangan dengan prinsip syariah dan sudah tercatat lebih dari 3 bulan (kecuali termasuk dalam 10 kapitalisasi besar).

2. Memilih saham berdasarkan laporan keuangan tahunan atau tengah tahun berakhir yang meiliki rasio Kewajiban terhadap Aktiva maksimal sebesar 90%.

3. Memilih 60 saham dari susunan saham diatas berdasarkan urutan rata-rata kapitalisasi pasar (market capitalization) terbesar selama satu tahun terakhir.

4. Memilih 30 saham dengan urutan berdasarkan tingkat likuiditas rata-rata nilai perdagangan reguler selama satu tahun terakhir.

5. Pengkajian ulang akan dilakukan 6 bulan sekali dengan penentuan komponen index pada awal bulan Januari dan Juli setiap tahunnya. Sedangkan perubahan pada jenis usaha emiten akan dimonitoring secara terus menerus berdasarkan data-data publik yang tersedia.

E. Hukum Jual Beli Saham

Aktivitas jual beli saham di pasar modal dilaksanakan pada pasar perdana dan pasar sekunder. Pada pasar perdana, seseorang yang melakukan transaksi bertujuan menginvestasikan dananya dalam jangka waktu yang lama untuk mendapatkan deviden. Sedangkan, pada pasar sekunder seseorang melakukan transaksi jual beli saham dalam rangka mendapatkan capital gain. Seseorang yang bertransaksi di pasar sekunder melakukan spekulasi untuk mendapatkan keuntungan.[33]

Pasar modal terbentuk melalui mekanisme bertemunya permintaan dengan penawaran saham oleh pihak-pihak yang akan melakukan jual beli. Aktivitas tersebut akan menggiring kepada keuntungan yang akan didapatkan oleh pihak-pihak yang melakukan aktivitas jual beli tersebut.

Namun, jual beli saham di pasar modal mengandung berbagai macam bentuk kedzhaliman dan kriminalitas, seperti perjudian, perekrutan uang dengan cara haram, monopoli, memakan uang orang lain dengan cara bathil, serta berspekulasi dengan orang dan masyarakat.[34]

Sebenarnya, transaksi saham di pasar memiliki dampak positif—disamping dampak negatifnya yang lebih banyak. Beberap dampak positif dari jual beli saham adalah sebagai berikut:[35]

· Membuka pasar tetap yang memudahkan penjual dan pembeli dalam melakukan transaksi.

· Mempermudah pendanaan pabrik-pabrik, perdagangan dan proyek pemerintah melalui penjualan saham.

· Mempermudah penjualan saham dan menggunakan nilainya.

· Mempermudah mengetahui timbangan harga-harga saham dan barang-barang komoditi, melalui aktivitas permintaan dan penawaran.

Akan tetapi, dampak negatif yang ditimbulkan dari transaksi saham—terutama pada pasar sekunder—jauh lebih besar seperti[36]:

· Transaksi berjangka dalam bursa saham ini sebagian besar bukan jual beli sebenarnya, yakni tidak adanya unsur serah terima sebagai syarat sah jual beli menurut hukum Islam.

· Kebanyakan dari transaksi saham adalah penjualan sesuatu yang tidak dimiliki, baik berupa uang, saham, giro piutang dengan harapan akan dibeli di pasar sesungguhnya dan diserahkan pada saatnya nanti, tanpa mengambil uang pembayaran terlebih dahulu.

· Pembeli dalam pasar ini kebanyakan membeli kembali barang yang dibelinya sebelum dia terima. Hal ini juga terjadi pada orang kedua, ketiga atau berikutnya secara berulang. Peran penjual dan pembeli selain yang pertama dan terakhir, hanya untuk mendapatkan keuntungan semata secara spekulasi (membeli dengan harga murah dan mengharapkan harga naik kemudian menjualnya kembali).

· Penodal besar mudah memonopoli saham di pasaran agar bisa menekan penjual yang menjual barang-barang yang tidak mereka miliki dengan harga murah, sehingga penjualan lain kesulitan.

· Pasar saham memilki pengaruh merugikan yang sangat luas. Harga-harga pada pasar ini tidak bersandar pada mekanisme pasar yan benar, tetapi oleh banyak hal yang lekat dengan kecurangan, seperti dilakukan oleh pemerhati pasar, monopoli barang dagangan dan kertas saham, atau dengan menyebarkan berita bohong dan sejenisnya.

Pada tahun 1404 H, lembaga pengkajian fiqih Rabithah al-Alam al-Islamy telah memberikan keputusan berkaitan dengan jual beli saham. Untuk kepentingan praktis, penulis meringkasnya sebagai berikut:[37]

1. Bursa saham merupakan suatu mekanisme pasar yang berguna dalam kehidupan manusia. Akan tetapi, pasar ini dipenuhi dengan berbagai macam transaksi berbahaya menurut syariat seperti perjudian, memanfaatkan ketidaktahuan orang, serta memakan harta orang lain dengan cara bathil. Hukum bursa saham tidak dapat ditentukan secara umum, melainkan dengan memisahkan dan menganalisa bagian-bagian tersebut secara rinci.

2. Transaksi barang yang berada dalam kepemilikan penjual, bebas untuk ditransaksikan dengan syarat barang tersebut harus sesuai dengan syariat. Jika tidak dalam kepemilikan penjual, harus dipenuhi syarat-syarat jual beli as-Salam.

3. Transaksi instan atas saham yang berada dalam kepemilikan penjual, boleh dilakukan selama usaha suatu emiten tidak haram. Jika usaha suatu emiten haram menurut syariat, seperti bank riba, minuman keras dan sejenisnya, transaksi jual beli saham menjadi haram.

4. Transaksi instan maupun berjangka yang berbasis bunga, tidak diperbolehkan menurut syariat, karena mengandung unsur riba.

5. Transaksi berjangka dengan segala bentuknya terhadap barang gelap (tidak berada dalam kepemilikan penjual) diharamkan menurut syariat. Rasulullah SAW bersabda, “Janganlah engkau menjual sesuatu yang tidak engkau miliki.”

6. Jual beli saham dalam pasar modal tidak dapat dikategorikan sebagai as-Salam dengan alasan: Harga barang tidak dibayar langsung sebagaimana as-Salam dan barang (saham) dijual hingga beberapa kali pada saat berada dalam kepemilikan penjual pertama dalam rangka menjual dengan harga maksimal, persis seperti perjudian.

F. Kesimpulan

Bedasarkan pembahasan dan analisa yang di atas, penulis menarik kesimpulan sebagai berikut:

· Saham pada dasarnya merupakan bukti kepemilikan seseorang atas suatu perusahaan (emiten) dan berfungsi sarana penyertaan modal (investasi). Baik saham maupun investasi pada dasarnya bersifat mubah dalam Islam. Dengan demikian, saham merupakan barang yang sah diperjualbelikan dengan ketentuan usaha yang dilakukan oleh emiten adalah usaha yang halal bukan yang haram.

· Jual beli saham diperbolehkan menurut syariat jika saham tersebut berada dalam kepemilikan penjual. Jika tidak, jual beli ini dilarang karena termasuk jual beli yang dilarang menurut syariat, yaitu menjual barang yang tidak dimiliki.

· Jual beli saham berbasis bunga dilarang menurut syariat Islam karena termasuk praktik riba.

· Jual beli saham tidak dapat dikategorikan ke dalam jual beli salam karena dua alasan, yaitu harga barang yang tidak dibayar secara langsung—melainkan menunggu hari penyerahan—dan mengalami beberapa kali transaksi penjualan padahal masih berada dalam kepemilikan penjual pertama.

DAFTAR PUSTAKA

Alquran al-Karim.

Bursa Efek Indonesia. “Pasar Modal Syariah.” http://www.idx.co.id/MainMenu/TentangBEI/OurProduct/SyariahProducts/tabid/142/lang/id-ID/language/id-ID/Default.aspx. (19 Juni 2008).

Dwiyanti, Vonny. 1999. Wawasan Saham 1. Yogyakarta: Universitas Atma Jaya.

Halal Guide. “Fatwa Dewan Syari’ah Nasional Majelis Ulama Indonesia no: 05/DSN-MUI/IV/2000, tentang Jual Beli Salam.” http://www.halalguide.info/content/view/137/398/. 19 Juni 2008.

Halal Guide. “Fatwa Dewan Syari’ah Nasional Majelis Ulama Indonesia no: 40/DSN-MUI/X/2003, tentang Pasar Modal dan Pedoman Umum Penerapan Prinsip Syariah di Bidang Pasar Modal.” http://www.halalguide.info/content/view/172/398/. 19 Juni 2008.

Hulwati. 2001. Transaksi Saham di Pasar Modal Indonesia Perspektif Hukum Ekonomi Islam. Yogyakarta: UII Press.

Keraf, Gorys. 1989. Komposisi; Sebuah Pengantar Kemahiran Bahasa. Jakarta: Nusa Indah.

Muchtasib, Ach. Bakhrul. Sekuritas Syariah.

Mushlih, Abdullah dan Shalah Shawi. 2004. Fikih Ekonomi Keuangan Islam. Jakarta: Darul Haq.

Republika. 2008. “The 4th World Islamic Economic Forum 2008; Timur Tengah, Peluang Masa Depan Indonesia.” 21 Mei.

Wapedia. “Bursa Efek Jakarta.” http://wapedia.mobi/id/Bursa_Efek_Jakarta. 19 Juni 2008.

[1]Republika, “The 4th World Islamic Economic Forum 2008, Timur Tengah, Peluang Masa Depan Indonesia,” 21 Mei 2008.

[2] Hulwati, Transaksi Saham di Pasar Modal Indonesia Perspektif Hukum Ekonomi Islam, (Yogyakarta: UII Press, 2001)

[3] Ach. Bakhrul Muchtasib, “Sekuritas Syariah,” makalah tidak diterbitkan.

[4] Abdullah Mushlih dan Shalah Shawi, Fikih Ekonomi Keuangan Islam, (Jakarta: Darul Haq, 2004), halaman 90.

[5] Ibid, halaman 90 – 91.

[6] Ibid, halaman 92 – 93.

[7] Ibid, halaman 93 – 95.

[8] Ibid, halaman 95 – 97.

[9] Dikeluarkan oleh ath-Thahawi dalam Syahrul IV: 21, dan juga dalam Musykilul Atsar nomor 795. Diriwayatkan oleh ad-Daruquthni III: 71, juga oleh al-Hakim II: 57, oleh al-Baihaqi V: 290 dengan sanad yang lemah, karena lemahnya Musa bin Ubaidah ar-Rubadzi. (Lihat catatan kaki Abdullah Mushlih dan Shalah Shawi, Fikih Ekonomi Keuangan Islam, halaman 97).

[10] Ibid, halaman 98.

[11] Ibid, halaman 140.

[12] Ibid, halaman 141.

[13] Ibid, halaman 106.

[14] Ibid, halaman 107 – 108.

[15] Ibid, halaman 111.

[16] Ibid, halaman 116.

[17] Ibid, halaman 142.

[18] Ibid, halaman 143.

[19] Ibid, halaman 143.

[20] Ibid, halaman 143.

[21] Ibid, halaman 143.

[22] Ibid, halaman 148 – 149.

[23] Ibid, halaman 195 – 196.

[24] Vonny Dwiyanti, Wawasan Saham 1, (Yogyakarta: Universitas Atma Jaya, 1999), halaman 1 – 2.

[25] Ibid, halaman 2 – 3.

[26] Ibid, halaman 3 – 4.

[27] Ibid, halaman 4 – 5.

[28] Wapedia, “Bursa Efek Jakarta”, http://wapedia.mobi/id/Bursa_Efek_Jakarta. (19 Juni 2008)

[29] Vonny Dwiyanti, Wawasan Saham 1, (Yogyakarta: Universitas Atma Jaya, 1999), halaman 7.

[30] Ibid, halaman 9.

[31] Ibid, halaman 17 – 21.

[32] Bursa Efek Indonesia, “Pasar Modal Syariah,” http://www.idx.co.id/MainMenu/TentangBEI/OurProduct/SyariahProducts/tabid/142/lang/id-ID/language/id-ID/Default.aspx, (19 Juni 2008).

[33] Vonny Dwiyanti, Wawasan Saham 1, (Yogyakarta: Universitas Atma Jaya, 1999), halaman 7 – 9.

[34] Abdullah Mushlih dan Shalah Shawi, Fikih Ekonomi Keuangan Islam, (Jakarta: Darul Haq, 2004), halaman 295.

[35] Ibid, halaman 298.

[36] Ibid, halaman 298 – 300.

[37] Ibid, halaman 301 – 302.

Jumat, 15 Oktober 2010

PEMBENTUKAN KARAKTER MANUSIA MENURUT PARA AHLI

Dalam buku The Psychology of Moral Development (1927), Lawrence Kohlberg menyimpulkan terhadap hasil penelitian empiriknya terhadap perkembangan moralitas anak-anak dari berbagai latar belakang agama, yaitu Yahudi, Kristen, Hindu, Budha, dan Islam, bahwa agama dan institusi agama tidak memiliki pengaruh terhadap perkembangan moral seseorang. Teori yang dihasilkan dari penelitian Kohlberg dikenal dengan teori kognitif-developmental, yaitu 3 (tiga) tingkatan dan 6 (enam) tahapan perkembangan moral yang menegaskan bahwa pada intinya moralitas mewakilil seperangkat pertimbangan dan putusan rasional yang berlaku untuk setiap kebudayaan, yaitu prinsip kesejahteraan dan prinsip keadilan. Menurutnya, prinsip keadilan merupakan komponen pokok dalam proses perkembangan moral yang kemudian diterapkan dalam proses pendidikan moral.
Pendekatan Kohlberg yang sangat empirik tersebut tidak mempertimbangkan potensi suci (homo devinans and homo religious) yang dimiliki oleh setiap manusia yang sangat berpengaruh dalam proses perkembangan moral dan pembentukan perilaku. Kohlberg lebih menitikberatkan pada adanya interaksi sosial dan perkembangan kognitif seseorang. Ini dapat dimaklumi sebagai tradisi ilmiah Barat yang hanya menumpukan pada konsep empirisme, apa yang terlihat oleh analisis penelitian. Sementara potensi fitrah merupakan konsep keagamaan yang dianggap tidak empirik karena di dalamnya memuat keyakinan tentang struktur jiwa manusia, seperti ruh, akal, qalb dan nafs.
Sementara jauh sebelumnya, Sigmund Freud memiliki pendapat tentang potensi pada diri manusia yang sangat berpengaruh terhadap karakternya, yaitu: id, ego, dan superego (es, ich, ueberich). Menurutnya, perilaku manusia itu ditentukan oleh kekuatan irrasional yang tidak disadari dari dorongan biologis dan dorongan naluri psiko-seksual tertentu pada enam tahun pertama dalam kehidupannya. Berdasarkan teorinya tersebut, Freud menyimpulkan bahwa moralitas merupakan sebuah proses penyesuaian antara id, ego, dan superego. Titik lemah terbesar Freud dan para penganutnya bukan pada kesalahan teorinya, tetapi adalah over generalisasi dari teori tersebut, sehingga dalam kacamata Freud, manusia dapat dikatakan tidak berbeda dengan binatang, bahkan lebih menderita karena tidak sebebas binatang dalam melampiaskan nafsunya.
Di sisi lain, ada tokoh psikologi Barat, William James, berpendapat dalam bukunya The Varieties of Religious Experience (1982) yang menyebutkan bahwa manusia dikaruniai insting religius (naluri beragama), yaitu makhluk yang bertuhan dan beragama. James tidak menyetujui pandangan para pakar yang menganggap fenomena keagamaan ruhaniah manusia selalu berkaitan dengan –bahkan berawal dari-- kondisi psiko-fisiologis dan kesehatan seseorang. Ia menentang pandangan materialisme medis yang mereduksi agama dan pengalaman religius yang sifatnya spiritual, menjadi sesuatu yang bersumber dari gangguan syaraf. Menurut telaah James terhadap pengalaman spiritual-religius, bahwa pengalaman religius individu-individu berkaitan dengan integritas kepribadian yang baik. Penghayatan seperti itulah oleh William James disebut sebagai pengalaman religi atau keagamaan (the existence of great power). Artinya, adanya pengakuan terhadap kekuatan di luar diri yang serba Maha dapat dijadikan sebagai sumber nilai-nilai luhur abadi yang mengatur tata hidup manusia dan alam semesta raya ini.
Di dalam Islam, Al-Ghazali memiliki pandangan unik tentang pebentukan karakter manusia dalam kitab al-Maqshad al-Asna Syarh Asma Allah al-Husna (tt). Ia menyatakan bahwa sumber pembentukan karakter yang baik itu dapat dibangun melalui internalisasi nama-nama Allah (asma’ al-Husna) dalam perilaku seseorang. Artinya, untuk membangun karakter yang baik, sejauh kesanggupannya, manusia meniru-niru perangai dan sifat-sifat ketuhanan, seperti pengasih, penyayang, pengampun (pemaaf), dan sifat-sifat yang disukai Tuhan, sabar, jujur, takwa, zuhud, ikhlas beragama, dan sebagainya. Sumber kebaikan manusia terletak pada kebersihan rohaninya dan taqarub kepada Tuhan. Karena itu, Al-Ghazali tidak hanya mengupas kebersihan badan lahir tetapi juga kebersihan ruhani.
Dalam penjelasannya yang panjang lebar tentang sholat, puasa, dan haji, dapat disimpulkan bahwa bagi Al-Ghazali semua amal ibadah yang wajib itu merupakan pangkal dari segala jalan pembersihan ruhani. Akhlak yang dikembangkan Al-Ghazali bercorak teleologis (ada tujuannya), sebab ia menilai amal dengan mengacu kepada akibatnya. Corak etika ini mengajarkan, bahwa amal itu baik ketika menghasilkan pengaruh pada jiwa yang membuatnya menjurus ke tujuan itu. Mengenai tujuan pokok etika Al-Ghazali ditemui dalam semboyan tasawuf yang terkenal al-takhalluq bi-akhlaqillahi ‘ala thaqatil basyariyah, atau pada semboyan yang lain, al-shifatir-rahman ala thaqalil–basyatiyah.
Sementara dalam kitabnya, Tahdzib al-Akhlaq, Ibnu Makawaih menunjukkan fakta-fakta kompleksitas konseptual dalam pembentukan watak seseorang. Watak yang baik dapat dibentuk melalui tindakan yang benar, terorganisir dan sistematis. Menurutnya, jiwa adalah abadi dan substansi bebas yang mengendalikan tubuh. Jiwa adalah intisari berlawanan pada tubuh, sehingga tidak mati karena terlibat dalam satu gerakan lingkaran dan gerakan abadi, direplikasi oleh organisasi dari surga. Gerakan ini berlangsung dua arah, baik menuju alasan ke atas dan akal yang aktif atau terhadap masalah kebawah. Kebahagiaan timbul melalui gerakan keatas, kemalangan melalui gerakan dalam arah berlawanan. Menurutnya, kebaikan merupakan penyempurnaan dari aspek jiwa (yakni, alasan manusia) yang merupakan inti dari kemanusiaan dan membedakan dari bentuk keberadaan rendah.
Pendapat tersebut diperkuat oleh Muhammad Usman Najati dalam bukunya berjudul al-Quran wa Ilm an-Nafs (2005) bahwa dalam kepribadian manusia terkandung sifat-sifat hewan yang tercermin dalam berbagai kebutuhan fisik yang harus dipenuhi, dalam rangka menjaga diri dan keberlangsungan hidupnya. Selain itu, dalam kepribadiannya juga terkandung sifat-sifat malaikat yang tercermin dalam kerinduan ruhaninya untuk mengenal Tuhan, beriman kepadaNya, menyembah kepadaNya dan mensucikannNya.
Dengan demikian, dalam karakter penciptaan manusia terdapat kecenderungan untuk berbuat baik dan jahat; kecenderungan untuk menuruti hawa nafsu fisiknya dan tenggelam dalam menikmati kesenangan; dan kecenderungan untuk mencapai puncak keutamaan, ketakwaan, cita-cita luhur kemanusiaan, dan amal baik, serta ketenangan jiwa dan kebahagiaan spiritual yang diwujudkannya. Dalam pandangan Usman Najati, bahwa pola pembentukan kepribadian manusia tidak terlepas dari kedua potensi tersebut dan akan berkembang sesuai dengan proses kehidupannya. Namun, terdapat potensi fitrah yang sangat berperan, selain konsep sosial dalam proses pembentukan karakter seseorang.
Dari berbagai pendangan para ahli tersebut, dapat disimpulkan bahwa konsep pembentukan karakter manusia dapat dilihat dari banyak aspek. Menurut ilmuan Barat lebih memandang manusia dari kaca mata empiristik. Sedangkan dalam perspektif Islam, manusia dipahami sebagai makhluk yang memiliki potensi fitrah dimana terdapat daya-daya yang dapat memunculkan sebuah sikap dan perilaku yang tidak lepas dari stimulus dari luar. Artinya, Islam memandang, karakter manusia tidak murni karena faktor potensi, tetapi juga faktor lingkungan yang mempengaruhinya.
Bahan Bacaan
1.Lawrence Kohlberg, The Psychology of Moral Development (1927)
2.Sigmund Freud,Three Essays on the Theory of Sexuality (2000)
3.William James, The Varieties of Religious Experience (1982)
4.Imam Al-Ghazali, al-Maqshad al-Asnā Syarh Asma Allah al-Husna (tt)
5.Ibnu Maskawaih, Tahdzib al-Akhlaq (tt.)
6.Muhammad Usman Najati, al-Quran wa Ilm an-Nafs (2005)

Sabtu, 09 Oktober 2010

lecture about free sex

Because you are a Muslim then Assalamualaikum. Wr. Wb.

Any praise I just prayed that the presence of God Almighty, who has been delegated Perfect ocean of His love in the form of an abundance of His blessings and guidance, life-long outpouring of love everlasting, pointing straight road full of blessing, giving science a vast ocean like a no-brimmed .

Blessings and greetings to the people may remain abundant choice, straight and a light guide and rescue the world from the brink of destruction which the Prophet Muhammad that have fought and sacrificed in leading mankind in the entire universe into the road passed by the Lord of hosts with a beautiful light of Islam .

Not secret anymore that the Free Sex among teens has been rampant and increasing from year to year, many factors that lead to life FREE SEX behavior among adolescents and even among adults. Fresh Kiss is currently taken for granted and to be proud when they told it at school, when friends get together the most severe and again many of them vying to give beauty and want to enjoy cohabiting during courtship.

Once you close your eyes for a moment and appreciate this phenomenon continues to increase, let's look deeper and examine why it all happened, who is wrong with these events?

Many are peddling her body just for the sake of money, continues to exist that eliminate his body only by one word "slang", which eliminate any body just for the sake of revenge, some just for the sake of his body eliminate the need (SEX maniac).

In spite of it all, many parents who support the children they are to perform FREE SEXS indirectly and without their knowing it, when they are busy with work, while busy collecting pennies, while busy looking for the throne, the fate of abandoned children. Now not only selling a street whore with economic reasons, but often we hear an official number of children, child tie and moneyed people who participate in party SEXS. N'auzubillah ...!

Environment, environmental issues I remembered talking about the philosophy that says "Make friends with the fishmonger stench that we can, but make friends with the smell fragrant perfume seller that we can" be a huge environmental impact of the changes that happen to us. These two factors really on guard for mother, father, child, grandchild, grandmother, grandfather whose name we avoid Disease Society.
How to Prevent: Sex after married, Islam did not abolish the sex instinct (gharizah term is still an-lake ') than in man. There is only Islam that regulate the sex instinct in the way of a good and true, that is after the wedding. For the moment, because you're still a student, then wrote a diligent study for the glory of Islam. Sure alone, your partner will not run anywhere but now you're not going out much less until the sale of sex, as well as for an adult, you need not be confused thinking about what's blemished goods not tuh? chill out looking for work, looking for women, marriage.

It is time for us together to remind each other between each other, to avoid acts that are not true, it's time we draw closer to God, to know our identity, and do more useful for the future.

Finally, Subhanakallahu wa bihamdika, ASYHADU alla ila ha illa anta, wa astaghfiruka atubu ilaika.

Selasa, 05 Oktober 2010

Psikologi Dakwah

BAB 1

Pengantar

Psikologi Dakwah

1. A. Pengertian Psikologi

Psikologi menurut bahasa berasal dari kata Yunani yang terdiri dari dua kata. Psyche dan logos.Psyche berarti jiwa dan logos berarti ilmu. Jadi psikologi secara bahasa dapat berarti ‘ilmu jiwa’. Namun pegertian ilmu jiwa itu masih dianggap kabur dan belum jelas. Hal ini disebabkan karena para sarjana belum mempunyai kesepakatan tentang jiwa itu sendiri. Menrut Sarlito, tidak ada seorang pun yang tahu dengan sesungguhnya apa yang dimaksud dengan jiwa itu sendiri, karena jiwa adalah sesuatu kekuatan yang absrak yang tidak tampak oleh pancaindra wujud dan zatnya, melainkan yang tampak hanya gejala-gejalanya saja.[1]

Bahkan, jika kita kembali kepada OxfordDictionary, maka kita akan mendapatkan kata psyche mempunyai banyak arti, seperti soul, mind, spirit.[2] Dalam islam, istilah jiwa juga mempunyai banyak makna, seperti an-nafs, al-ruh, al-bashirat, dan al-hayat. Oleh karena itu, sering timbul berbagai pengerian yang berbeda-beda, dimana banyak ilmuan memberikan definisi yang berbeda-beda pula sesuai dengan arah minat dan aliran masing-masing.

Pada zaman renaisans (zaman revolusi ilmu pegetahuan di Eropa) Rene Descartes (1596-1650) seorang filsuf Perancis pernah mencetuskan definisi psikologi. Descartes mengatakan, psikolgi adalah ilmu tentang kesadaran. Pada masa yang sama George Berkeley (1685-1753) seorang filsuf inggris mengemukakan bahwa psikologi adalah ilmu tentang pengindraan (persepsi).[3]

Perkembangan definisi-definisi psikologi masih berlanjut hingga saat ini, di antaranya menurut behaviorisme, psikologi adalah ilmu pengetahuan yang mempelajari atau menyelidiki tentang tingkah laku manusia atau binatang yang tampak secara lahir.[4] Aliran bihavoris menitikberatkan perhatiannya pada tingkahlaku lahiriah, karena hal tersebut menggambarkan tentang perasaan batin atau jiwa.

1. B. Pengertian Dakwah

Dakwah secara bahasa mempunyai makna bermacam-macam;

1. النداء : memanggil dan menyeru,[5]
2. Menegaskan atau membella, baik terhadap yang benar atau yang salah, yang positif atau negatif.[6]
3. Suatu usaha berupa perkataan atau pun perbuuatan untuk menarik seseorang kepada suatu ailiran atau agama tertentu.[7]
4. Do’a (permohonan),
5. Meminta dan mengajak seperti ungkapan, da’a bi as-syai’ yang artinya meminta dihidangkan ataudidatangkan makanan atau minuman.[8]

Secara terminologi, para ulama berbeda pendapat dalm menentukan dan mendefinisikan dakwah.Sebagian ulama seperti yang diungkapkan oleh Muhammad Abu al-Futut dalam kitabnya al-Madkhal ila ilm ad-Da’wat mengatakan, bahwa dakwah adalah menyampaikan (at-tabligh) dan menerangkan (al-bayan) apa yang telah dibawa oleh Nabi Muhammad SAW.[9] Sebagian lagi menganggap dakwah sebagai ilmu dan pembelajaran (ta’lim).[10]

Dari sekian definisi dakwah yang telah dipaparkan, melihat para ulama sepakat bahwa dakwah adalah suatu kegiatan untuk menyampaikan dan mengajarkan serta memperaktekan ajaran islam di dalam kehidupan sehari-hari.

1. C. Pengertian Psikologi dakwah

Berdasarkan definisi-definisi dakwah yang telah disebutkan diatas, sesungguhnya esensi dakwah terletak pada usaha pencegahan (preventif) dari penyakit-penyakit masyarakat yang bersifat psikis dengan cara mengajak, memotivasi, merangsang serta membimbing individu atau kelompok agar sehat dan sejahtera jiwa dan raganya, sehingga mereka dapat menerima ajaran agama dengan penuh kesadaran dan dapat menjalankan ajaran agama sesuai dengan tuntutan syariat islam.

Psikologi dakwah dapat juga diberi batasan sebagai ilmu pengetahuan yang mempelajari tentang tingkah laku yang merupakan cerminan hidup kejiwaannya untuk diajak kepada pengalaman ajakan-ajakan islam demi kesejahteraan hidup manusia di dunia dan di akhirat.

Tujuan psikologi dakwah adalah membantu dan memberikan pendangan kepada para Da’i tentang pola dan tingkah laku para Mad’u dan hal-hal yang mempengaruhi tingkah laku tersebut yang berkaitan dengan aspek kejiwaan (psikis) sehingga mempermudah para Da’i untuk mengajak mereka kepada apa yang dikehendaki ajaran islam.

1. D. Objek Pembahasan Psikologi Dakwah

Dalam Kamus Ilmiah, objek berarti sasaran, hal, perkara, atau orang yang menjadi pokok pembicaraan.[11] Secara otonom, psikologi dakwah mempunyai teori serta prinsip-prinsip dan sudut pandang khusus yang berbeda dengan ilmu-ilmu lainnya. Psikologi dakwah, sebagai gabungan dari psikologi dan dakwah, mempunyai objek pembahasannya tersendiri yang membedakannya dengan ilmu yang lain, baik objek materialnya maupun formalnya. Achmad Mubarak menganggap psikologi dakwah sebagai ilmu yang berusaha menguraikan, meramalkan, dan mengendalikan tingkah laku manusia yang terkait dengan proses dakwah.

Manusia sebagai objek psikologi dakwah memiliki sikap dan tingkah laku yang berada satu dengan yang lain. Masing-masing inividu memiliki karakterristik tersendiri yang dipengaruhi oleh hereditas (pewarisan) dan lingkungannya. Karakteristik manusia yang dipengaruhi oleh hereditas dan lingkungan merupakan karakteristik manusia apa adanya.

1. E. Sejarah Perkembangan Psikologi dan Dakwah
2. 1. Sejarah perkembangan psikologi

Psikologi mengalami sejarah perkembangan yang terus meningkat, dari statusnya sebagian dari filsafat sampai menjadi ilmu pengetahuan yang berdiri sendiri dengan kelengkapan-kelengkapannya yang berupa sistem, metode, serta objek studi ilmiah.

Beberapa abad sebelum Masehi, para ahli pikir Yunani dan Romawi telah berusaha mengetahui hidup kejiwaan manusia dengan cara-cara yang bersifat spekulatif. Pada zaman ini psikologi masih dalam ruang lingkup filsafat, Para ahli menyebutnya filsafat rohaniah, karena mereka berusaha memahami jiwa melalui pemikiran pilosofi dan merupakan bagian dari filsafat.

Pengetahuan tentang kehidupan rohaniah manusia pada awalnya hanya berdasarkan pada pemikiran spekuiatif saja, belum berdasarkan pada penelitian ilmiah yang mendalam dan luas, sebagaimana yang dilakukan pada abad-abad sesudahnya. Pada zaman ini, kajian tentang jiwa dipengaruhi oleh cara-cara berpikir filsafat dan juga terpengaruh oleh filsafat itu sendiri. Hal ini kemungkinan disebabkan karena para ahli ilmu jiwa pada masa ini adalah juga ahli-ahli filsafat atau ahli-ahli filsafat juga adalah ahli tentang kejiwaan.

Di antara para ahli pikir tersebut adalah Plato (427-347 SM) dan Aristoteles (384-3225 M). Dalam pandangan Plato dikenal dua dunia, dunia tempat manusia hidup yang serba berubah dan tidak sempurna, dan dunia idea yang tidak berubah, sempurna, dan bersifat kekal. Paham tentang dunia idea ini terkenal dengan aliran idealisme. Dalam pandangan Plato, kebenaran hakiki tidak bisa ditangkap indra, yang hakiki menurut Plato adalah apa yang disebut idea, yaitu cita bagi segala yang maujud di alam ini. Idea hanya dapat dijangkau manusia melalui pikiran, dalam usaha mencapai idea tetsebut manusia didorong oleh kekuatan rohaniah yang disebut kehendak yang ingin kembali ke alam idea tersebut.[12]

Jiwa dan tubuh adalah dua kenyataan yang berbeda. jiwa adalah sesuatu yang adikodrati yang berasal dari dunia idea dan bersifat kekal. Sedangkan tubuh dalam pandangan Plato merupakan penjara bagi jiwa. Agar jiwa terlepas dari penjaranya, maka manusia harus berusaha mendapatkan pengetahuan yang menjadikan manusia dapat melihat idea-idea itu, di mana idea tertinggi dalam pandangan Plato adalah Tuhan.

Menurut Plato, jiwa memiliki tiga fungsi, fungsi rasional yang dihubungkan dengan kebijaksanaanya fungsi kehendak atau keberanian yang dihubungkan dengan kegagahan/ketangkasan dan fungsi keinginan atau nafsu yang dihubungkan dengan pengendalian diri. Kekuatan-kekuatan jiwa ini dikenal dengan istilah “trikhotomi”, yaitu kekuatan pikiran yang terletak di kepala, keberanian yang berada di dada dan keinginan yang terletak di perut.[13]

Menurut Aristoteles jiwa memiliki dua kemampuan Fokok, yaitu kemampuan berpikir dan kemampuan ber-kehendak yang disebut dikhotomi.Jiwa dan tubuh menurut. Aristoteles adalah dua aspek dari satu substansi yang saling berhubungan antara satu dengan yang lain. Jiwa adalah aktus pertama yang paling asasi yang menyebabkan tubuh menjadi hidup. Jiwa adalah asas hidup dalam arti seluas-luasnya, yang menjadi segala arah hidup, yang menggerakkan tubuh, yang memimpin segala perbuatan manusia untuk dapat mencapai tujuan.[14]

Dalam teorinya, Aristoteles menganggap bahwa makhluk yang dipandang berjiwa yang hidup di alam ialah tumbuh-tumbuhan, hewan dan manusia. Masing-masing mempunyai jiwa yang berbeda-beda tinggi rendahnya.

Pengertian kategorial dari jiwa makhluk tersebut menurut Aristoteles adalalrrs ebagaib erikut:

1. Anima vegetativa, aitu suatu tingkat hidup tumbuhtumbuhan dengan fungsi terbatas pada makan dan berkembangbiak saja.

2. Anima sensitiva, yakni tingkat hidup kejiwaan dengan fungsi pengindraan dan melaksanakan nafsu untuk bergerak/berbuat. hri adalah tingkat hidup kejiwaan pada binatang.

3. Anima intelektiva, alcri tingkat hidup manusiawi di mana fungsi berpikir dan menghendaki merupakan kemampuan pokok rohaniahnya.

Pada abad XVIIL atau sebelum abad XI, muncullah berbagai aliran yang pada umumnya terpengaruh oleh ilmu alam (fisika) sehingga metode spekulatif mulai ditinggalkan. Hal ini jugalah yang membedakan corak psikologi sebelum abad XVIII dan sesudah abad XVIII, atau antara aliran lama dan aliran modern dalam psikologi.[15]

Perpindahan kajian psikologi yang bersifat metafisik ke psikologi yang lebih dipengaruhi oleh ilmu alam (fisika) menurut Y0suf MurAd, dimulai ketika Wolf, salah seorang murid Leibniz menerbitkan bukunya yang berjudul Pshycology Empirik pada sekitar paruh kedua dari abad XVIII dan XIX.[16]

Sejalan dengan dinamika hidup masyarakat untuk senantiasa mencari pemuasan dalam segala aspek kehidupannya maka pikiran manusia pun mengalamiperkembangan yang bertendensi ke arah pemuasan hidup ilmiahnya yang semakin sempurna. Mulai zaman humanisme (aupklarung),sistem dan metode berpikir manusia tidak lagi bersifat spekulatif , melainkan menuntut sistem dan metode yang bersifat rasionalistis.

Di antara ahli pikir pada masa ini adalah Thomas Aquinas dan Jhon Locke. Dalam pandangan Thomas Aquinas, manusia adalah satu kesatuan yang berdiri sendiri, yang terdiri dari bentuk (jiwanya) dan materi (tubuhnya). Jiwalah yang memberikan perwujudan kepada tubuh sebagai materi. Menurut Thomas Aquinas, setiap perbuatan adalah perbuatan segenap pribadi manusia, perbuatan ” aku” sebagai kesatuan. jiwa memiliki lima daya jiwani, yaitu daya jiwani vegetatif, daya sensitif, daya menggerakan, daya berpikir, dan daya untuk mengenal.[17]

Sedangkan John Locke yang terkenal dengan teori “tabuale rasae” berpendapat, bahwa pada hakikatnya Manusia itu putih bersih seperti meja lilin yang masih lunak, manusia akan menjadi seperti apa, tergantung pada masyarakatnya. Dengan demikian, perkembangan jiwa manusia sejak lahir ditentukan oleh pengaruh dari luar diriinya atau pengalaman-pengalaman yang diterimanya Jhon Lucke menolak adanya kemampuan dari dalam atau bawaan pada manusia. Pada prinsipnya, teori tersebut berpandangan, bahwa manusia dapat dibentuk atau diubah melaui pengalaman-pengalamanya baik bersifat pedagogis maupun kultural.[18]

Mulai abad XVII telah tampak pengaruh cara berpikir ilmu alam ke dalam psikologi secara tidak langsung. Pada zaman ni perkembangan psikologi banyak dipengaruhi oleh cara berpikir induktif dan deduktif, terutama yang diterapkan dalam ilmu pengetahuan alam. Adapun corak psikologi yang terpengaruh oleh ilmu alam di antaranya, psikologi asosiasi yang mempelajari hidup kejiwaan manusia dari segi unsur-unsurnya. Metode yang dipergunakan

dalam mempelajari kejiwaan manusia adalah metode analitis sintetis (menganalisis, menguraikan dan mensenyawakan atau memadukan). Menurut pandangan psikologi asosiasi, jiwa adalah kumpulan dari tanggapan-tanggapan dan kumpulan dari unsur-unsur. Kumpulan dari unsur-unsur gejala kejiwaan itu sebenarnya merupakan persenyawaan dari elemen-elemen jiwa yang memiiiki sifat-sifat yang berlainan dengan sifat dari masing-masing elemen tersebut. Metode analisis sintetis yang dipergunakan oleh psikologi asosiasi adalah metode dalam ilmu alam, karena jiwa dianggap pasif, tidak memiliki kemampuan dari dalam yang dapat bekerja sendiri.[19] Psikologi asosiasi menolak adanya kemampuan pikiran sejak lahir. Psikologi ini memandang bahwa lingkungan memegang peranan penting dalam menentukan tingkah laku manusia.[20]

Sejak permulaan Abad XX, psikologi makin berkembang ke arah pengkhususan studi tentang aspek-aspek kehidupan jiwa manusia yang masing-masing memiiiki ciri khas yang membedakan satu dengan yang iainnya. Adapun pengkhususan tersebut dapat dikemukakan dalam beberapa aliran sebagai berikut:

a. Psikoanalisis

Suatu aliran yang berusaha mempelajari tentang proses hidup kejiwaan manusia dari aspek bawah sadar manusia. Salah satu tokoh aliran ini adalah Sigmund Freud.[21] Dasar teori Freud tentang ketidaksadaran adalah bahwa harapan yang tidak dapat diterima (yang dilarang, dihukum) pada masa kanak-kanak keluar dari kesadaran dan menjadi bagian ketidaksadarary di mana hal tersebut (walaupun keluar dari kesadaran) tetap berpengaruh. Ketidaksadaran ini tertekan dan mencari jalan keluar yang terjadi dalam berbagai cara seperti mimpi, salah ucap dan tindakan yang tidak disadari, bahkan gangguan kejiwaan.[22] Lapisan bawah saclar manusia dipandang sangat penting dalam proses kehidupan manusia baik sebagai makhluk individual maupun makhluk sosial.

b. Psikologi Individual (llmu jiwa Pribadi)

Psikologi individual adalah ilmu yang mempelajari tentang jiwa manusia dari segi individualitas (pribadi). Pribadi adalah kesatuan yang tidak dapat dipisah-pisahkanbukan hanya mengenai tingkah laku yang dapat diamati saja, tapi mencakup juga seluruh segi individualitas, termasuk sikap, sifat, watak, dan temperamen manusia.[23] Alfred Adle,[24] tokoh aliran ini berpendapt bahwa hidup kejiwaan itu tidak statis tetapi dinamis yang berpusat pada satu tujuan.

c. Psikoanalitis

Suatu aliran ilmu jiwa yang berusaha mempelajari kehidupan jiwa manusia dari segi kesadaran dan ketidak sadaran. Kesadaran berkecenderungan kepada arah luar yang disebut extraversi, sedangkan ketidaksadaran cenderung keppada arah dalam yang disebut introversi. Tokoh aliran ini C. G. Jung, seorang ahli penyakit jiwa jerman di Zurick (1923).

1. 1. Sejarah Perkembangan dakwah
2. Periode Sebelum Nabi Muhammad

Pada priode pertama, semenjak Nabi Nuh hingga Nabi Isa.

1. Priode Nabi Muhammad dan Khulafa al-Rasyddun

Sejarah dakwah Nabi Muhammad dapat dibagi dalam dua fase, fase Mekkah dan Fase Madinah. Fase mekkah dimulai semenjak Rasullulah menerima wahyu pertama di gua Hira, sedangkan pada fase Madinah dimulai ketika Nabi Muhammad menerima wahyu untuk berhijrah ke Madinah pada saat orang-orang Quraisy merencanakan pembunuhan terhadap Nabi Muhannad dan para pengikutnya.

1. Priode umayyah, ‘Abasiyyah, dan utmani

Priode ketiga adalah masa dinasti Umayyah, ‘Abasiyyah, dan utsmani. Priode ini dimulai dengan berdirinya Dinasti Bani Umayyah oleh Mu’awiyah bin abi Shafyan pada tahun keempat puluh Hijriyah hingga runtuhnya Dinasti Bani Utsmani pada tahun 1343 H/1924 M.

1. Priode Zaman Modern

Pada priode ini ada yang mengambil bentuk dakwah yang bermacam-macam, ada yang berdakwah secara personal, ada juga yang bergerak secara berklompok.

1. F. Pemikiran ke Arah Psikologi islam

Pembicaraan tentang jiwa (ruh) dalam islam sudah di mulai sejak munculnya pemikir-pemikir islam dipanggung islam. Dimulai dengan runtuhnya peradaban Yunani Romawi dan adanya gerakan penerjemahan, komentar serta adanya karya orisinal yang dilakukan oleh para pemikir islam terutama pada masa Daulah Abasiyyah, esensi pemikiran yunani diangkat dan diperkaya.disisi lain, para fisuf muslim juga terpengaruh oleh pemikiran Yunani dalam membahas nafs (jiwa), sehingga kubu fisafat islam diwakili oleh ibnu Rusyd terlibat perdebatan akademik berkepanjangan dengan Al-Ghazali. Dalam kuru waktu kurang lebih tujuh abad, nafs (jiwa) dibahas dalam dunia islam dalam kajian yang bersifat sufistik dan falsafi.[25]

Pembicaraan tentang nafs (jiwa) ini maka memungkinkan karena isalm sendiri telah memiliki konsef sendiri tentang manusia serta unsur-unsurnya, maka sangat wajar bala para pemikir muslim juga berbicara islam dan jiwanya.

1. G. Pemikiran ke Aarah Psikologi Dakwah

Psikologi Dakwah merupakan cabang pengetahuan baru yang merupakan gabungan antara kajian psikologi dengan ilmu dakwah. Psikologi dakwah juga pada hakikatnya merupakan bagian dari psikologi islam, karena dalam psikologi dakwah, Al-Qur’an dan Hadis.perkembanganpun sejalan dengan perkembangan pemikiran psikologi dalam islam. Ilmu ini dirasakan perlu dalam rangka mengefektifkan pelaksanaan dakwah dan memaksimalkan hasil dari kegiatan dakwah.

Di Indonesia, ilmu ini dirintis oleh H. M Arifin sekitar tahun 1990. Menurut beliau, pada hakikatnya psikologi dakwah merupakan landasan dimana metodelogi dakwah seharusnya dikembangkan. Psikologi dakwah membantu para Da’I dan para penerang agama memahami latar belakang hidup naluri manusia sebagai makhluk individual maupun sebagai makhluk social. Dengan pemahaman tersebut para da;I akan mampu menghitungkan, mengendalikan serta mengarahkan perkembangan modernisasi masyarakat berdasarkan pengaruh teknologi modern yang positif.

1. H. Hubungan Psikologi Dakwah dengan Ilmu Lain
2. Hubungan Ilmu Dakwah dengan Psikologi

Islam adalah agama dakwah, agama yang menyebarluaskan kebenaran dan mengajak orang-orang yang belum mempercayainya untuk percaya, menumbuhkan pengertian dan kesadaran umat islam agar mampu menjalankan hidup sesuai yang diperintahkan.

Dalam melaksanakan proses dakwah akan menghadapi berbagai keragaman dalm berbagai hal, seperti pikiran-pikiran, pengalaman, kepribadian, dan lanl-lain. Keragaman tersebut akan memberikan corak dalam menerima pesan dakwah, karena itulah untuk mengefektifkan sorang dai ketika menyampaikan pesan dakwah kepada mad’u diperlukan memahami psikologi yang mempelajari tentang kejiwaan.

1. Hubungan psikologi dakwah dengan ilmu komunikasi

Kegiatan dakwah adalah kegiatan komunikasi, dimana Da’i mengkomunikasikan pesan kepada Mad’u, perseorangan atau kelompok.

1. Hubungan psikologi dakwah dengan ilmu agama

Psikologi Agama (ilmu jiwa agama) meneliti sejauh mana pengaruh keyakinan agama terhadap sikap dan tingkahlaku seseorang (berfikir, bersikap, dan bereaksi).

1. Hubungan psikologi dakwah dengan patologi sosial

Psikologi dakwah adalah upaya mengajak kepada ajaran agama menuju kepada kesejahteraan jiwa dan raga Mad’u dan Da’i.

1. Hubungan psikologi dakwah dengan sosial

Soiologi menaruh perhatian pada interaksi sosial. Interaksi sosial akan terjadi apabila terjadinya komunikasi. Demikian juga kegiatan dakwah yang merupakan komunikasi antara Da’i dan Mad’u.

1. Hubungan psikologi dakwah dengan psikologi individual

Manusia adalah makhluk individual, makhluk yang tidak bisa di bagi-bagi, terdiri dari jasmanimdan rohani yang merupakan kesatuan yang utuh.

Psikologi individual adalah ilmu yang mempelajari tentang jiwa manusia dari segi individualitas (pribadinya).

1. Hubungan psikologi dakwah dengan psikologi sosial

Selain manusia sebagai makhluk individual, secara hakiki manusia juga merupakan makhluk sosisal.

Psikologi sosial merupakan landasan yang memberikan dan mengarahkan psikologi dakwah kepada pembinaan sosialisasi manusia sebagai objek dakwahkarena dalam psikologi sosial dipelajari tentang peyesuaian diri manusia yang diitimbulkan oleh rangsangan-rangsangan sosial, perubahan tingkah lku sesuai rangsangan-rangsangan sosial.

BAB 2

Karakteristik Manusia Da’i dan Mad’u

1. A. Konsep Manusia Menurut Psikologi

Telah banyak aliran psikologi yang melahirkan teori-teori tentang manusia, tetapi ada empat pendekatan yang paling dominan;

1. Psikonalisis sebuah aliran dalam psikologi yang melukiskan manusia sebagai makhluk yang digerakan oleh keinginan-keinginan terpendam (homo valens)
2. Behaviorisme aliran dalam psikologi yang mewmandang manusia sebagi makhluk yang digerakkan oleh lingkungan (homo mechanicus)
3. Psikologi kognitif aliran psikologi yang melihat manusia sebagai makhluk yang aktif mengorganisasikan dan mengolah stimul yang diterimanya (homo sapiens)
4. Psikologi humanistik, menggambarkan manusia sebagai pelaku aktif dalam merumuskan strategi transak-sional dalam lingkunganya (homo ludens)
5. B. Konsep Manusia Menurut Islam
6. Hakikat manusia
7. Kedudukan Nafs dalam Struktur Kepribadian Manusia
8. Segi Positif dan Negatif Manusia
1. C. Mad’u (Objek Dakwah) dan Kondisinya
2. Manusia sebagai individu
3. Manusia sebagai anggota masyarakat (klompok)
1. Pengaruh budaya
2. Organisasi sosial
1. D. Pengaruh Dakwah Islam Terhadap Individu dan Masyarakat

Islam sebagai agama yang unuversal sangat memerhatikan manusia sebagai individu, karena individu merupakan dasar bagi terciptanya masyarakat yang sejahtra, makmur, berkeadilan dan damai. Suatu masyarakat tidak akan sejahtra, damai, aman dan berkeadilan, jika tidak ditanamkan sedini mungkin makna dari nalai-nilai kekedamaian, keadilan dan kesejahtraan pada hakikatnya adalah komunitas yang terdidiri dari individu-individu yang hidup disuatu daerah yang mempunyai keinginan dan tujuan yang sama untuk saling memenuhi kebutuhan-kebutuhan hidupnya.

1. Da’i danKepribadiannya
1. 1. Kepribadian yang bersifat rohaniah
1. Sifat-sifat Da’i
1. Beriman dan bertakwa kepada Allah
2. Ahli tobat
3. Ahli ibadah
4. Amanah dan shidq
5. Pandai bersyukur
6. Tulus ikhlas dan tidak mementingkan pribadi
7. Ramah dan penuh pengertian
8. Tawaddu (rendah hati)
9. Sederhana dan jujur

10. Tidak memiliki sifat egois

11. Sabar dan tawakal

12. Memiliki jiwa toleran

13. Sifat terbuka (demokrasi)

14. Tidak memiliki penyakit hati

1. Sikap seorang da’i
1. Berakhlak mulia
2. Ing ngarso sung tulodho, ing madyo mangun karso, tut wuri handayani
3. Disiplin dan bijaksana
4. Wara’ dan berwibawa
5. Berpandangan luas
6. Berpengetahuan yang cukup
7. Keperibadian yang bersifat jasmani
1. Sehat jasmani
2. Berpakaian sopan dan rapi
3. Kemampuan berkomunikasi
4. Peberani

BAB 3

Interaksi Psikologis Da’i dengan Mad’u

1. A. Motivasi Tingkah Laku
2. Pengertian dan Teori-teori tingkah laku
1. a. Sigmund Freun

Adalah seoarang seorang tokoh psikoanalis yang berpendapat bahwa dasar dari motivasi tingkah laku manusia adalah insting (naluri). Semua prilaku manusia berasal dari dua kelompok naluri yang bertentangan, yaitu;

1. Naluri kehidupan
2. Naluri kematian
3. b. Abraham Maslaw

Ia adalah seorang tokoh psikologi humanistik yang berpendapat, bahwa manusia dimotivasi oleh sejumlah kebutuhan dasar yang bersipat sama untuk seluruh spesies, tidak berubah dan berasal dari sumber geneses atau naluriah.

Kebutuhan-kebutuhan dalam teori maslaw adalah sebagai berikut;

1. Kebutuhan psikologis
2. Kebutuhan akan rasa aman
3. Kebutuhan akan rasa cinta dan rasa memiliki
4. Kebutuhan akan penghargaan yang oleh Maslaw dikatagorikan dalam beberapa bagian, yakni;
5. Harga diri yang meliputi kebutuhan akan percaya diri, kompetisi, pengguasaan, prestasi, ketidaktergantungan, dan kebebasan.
6. Penghargaan dari orang lain yang meliputi prestase, pengakuan, penerimaan, perhatian kedudukan dan nam baik.
7. Kebutuhan koognitif
8. Kebutuhan estetika
9. Kebutuhan aktulisasi
10. c. K. S. Lashley

K. S. Lashley dalam eksperimennya menemukan bahwa motivasi dikendalikan oleh respon-respon susunan sentral kearah rangsangan dari dalam dan dari luar yang pariasinya sangat konpleks, termasuk perubahan-perubahan komposisi kimiawi dan aliran darah.

d. Fillmore H. Sandford

Fillmore H. Sandford melihat asal kata motivasi, yaitu motion yang berarti gerakan. Karenanya ia mengartikan motivasi sebagai suatu kondisi yang menggerakkan suatu organisme dan menggerakkannya pada suatu tujuan.

1. e. Foloyd L. Ruch
1. Motif memungkinkan pola rangsang dari luar diri manusia mengalahkan rangsangan lain yang menyainginya.
2. Motif dapat membuat seseorang terikat dalam suatu kegiatan tertentu, sehingga ia dapat menentukan objek atau situasi tertentu.
3. Motif dapat menimbulkan kekuatan untuk melaksakan pekerjaan yang lebih berat.
2. Klasifikasi motif
1. Sartain

Sartain membagi motif menjadi dua golongan, yaitu; physiologikal drive ialah dorongan yang bersifat fisikologis, dan social motives ialah dorongan-dorongan yang ada hubungannya dengan manusia lain dalam masyarakat, seperti dorongan estetis, dorongan ingin selalu berbuat baik (etika).

1. Woodworth

Woodworth mengklasifikasikan motif menjadi unlearned motives (motif-motif pokok yang tidak dipelajari) ialah motif yang timbul disebabkan oleh kekurangan-kekurangan atau kebutuhan-kebutuhan dalam tubuh. Sedangkan learned motives (motif-motif yang dipelajari) dapat berupa perasaan suka dan tidak suka.

1. Motif Dalam Al-Qur’an
1. Dorongan-dorongan psikologis
1. Dorongan untuk menjaga diri
2. Dorongan mempertahankan kelestarian hidup jenis
1. Dorongan seksual
2. Dorongan keibuan
3. Dorongan-dorogan psikis
1. Dorongan untuk memiliki
2. Dorongan untuk memusuhi
3. Dorongan berkompetisi
4. B. Iteraksi Sosial
2. Pengertian interaksi social

Interaksi social diartikan suatu bentuk hubungan antara dua orang atau lebih, dimana tingkah laku seseorang diubah oleh tingkah laku yang lain.

Adapun factor-faktor adanya interaksiosial;

1. Factor imitasi
2. Factor sugesti
3. Factor identifikasi
4. Factor simpati
5. Macam-macam interaksi sosial

Menurut R.F. bales dan Strodtbeck (1951), dapat dikatagorikan menjadi empat macam;

1. Tindakan integrative-ekspresif
2. Tindakan yang mengerakan kelompok kearah penyelesaian suatu problem yang dipilihnya.
3. Tindakan mengajukan pertanyaan berupa permintaan untuk orientasi, sugesti, dan jukan pertanyaan berupa permintaan untuk orientasi, sugesti,ipilihnya.yaitu;______________________________________________pendapat.
4. Tindakan integratife-ekspresif yang bersipat negative, yakni tingkah laku terpadu yang menyatakan dorongan kejiwaan yang bersifat menghindar.
5. Interaksi sosial dalam proses Dakwah

Kegiatan dakwah adalah sebuah proses social dimana didalam setiap proses dakwah terdapat faktor-faktor yang saling berhubungan dan mempengaruhi antara yang satu fakto dengan factor yang lainnya. Factor tersebut adalah;

1. Pelaksanaan Dakwah (Da’i)
2. Objek Dakwah (Mad’u)
3. Lingkungan Dakwah
4. Media Dakwah
5. Tujuan Dakwah
6. C. Komunikasi
7. Pengertian Komunikasi dan Peran Bahasa dalam Komunikasi
1. Rayimond S. Ross, mendepinisikan komunikasi sebagai proses teransaksional yang meliputi pemisahan dan pemilihan lambing secara koognitif begitu rupa sehiingga membantu orang lain untuk mengeluarkan dari pengalamannya sendiri arti atau respon yang sama dengan apa yang dimaksud oleh sumber.
2. Dance dalam kerangka psikologi behaviorisme mendepinisikan komunikasi sebagai usaha-usaha menimbulkan respons melalui lambing-lambang verbal ketika lambing-lambang tersebut bertindak sebagai stimuli.
3. Colin cheery, berdasarkan pendekatan sosiologis mendefinisikan komunikasi sebagai usaha untuk membuat satuan sosial dari individu dengan menggunakan bahasa atau tanda dan memiliki sendiri serangkaian peraturan untuk berbagi kegiatan guna mencapai tujuan.
8. Peranan Tanggapan dalam komunikasi

Menurut Steward L. tubes, komunikasi dapat dikaitkan efektif apabila menimbulkan lima hal;

1. Pengertian
2. Kesenangan
3. Pengaruh pada sikap
4. Hubungan makin baik
5. Tindakan
6. Komunikasi dalam Proses Dakwah

Mengenai proses komunikasi (penyampaian dan penerimaan) pesan dakwah dapat dijelaskan melalui tahapan-tahapan, yaitu;

1. Penerimaan stimulus informasi
2. Pengolahan informasi
3. Penyimpanan informasi
4. Menghasilkan kembali informasi.
5. D. Leadership (kepeminpinan)
6. Pengertian leadership
1. George R. terry memberikan definisi kepemimpinan sebagai hubungan individu dan suatu kelompok dngan maksud untuk menyelesankan beberapa tujuan.
2. Odway tead berpendapat bahwa kepeminpinan adalah aktivitas mempengaruhi orang-orang untuk bekerjasama untuk menuju kepada kesesuaian tujuan yang mereka inginkan.
3. Lohn ptiffner menganggap kepeminpinan adalah suatu seni dalam mengoordinasikan dan mengarahkan individu atau kelompok untuk mencapai suatu tujuan yang dikehendaki.
7. Ciri-ciri Peminpin (leader)

Menurut Floyd Ruch sebagai berikut;

1. Structuring the situation

Tugas seorang Peminpin adalah memberikan setruktur yang jelas tentang situasi-situasi rumit yang dihadapi oleh kelompoknya.

1. Controlling graup-behavior

Tugas seorang Peminpin adalah mengawasi dan menyalurkan tingkah laku kelompok

1. Spokesman of the graup

Ralph M. stogdill dalam bukunya Personal pactor Associated with leadership yang dikutip oleh James A. Lee dalam bukunya Menagement Theories and Prescription, menyatakan bahwa seorang peminpin harus memiliki beberapa kelebihan;

1. Kapasitas, seperti kecerdasan, kewaspadaan, kemampuan berbicara atau verbal facility.
2. Prestasi, seperti gelar kesarjanaan, ilmu pengetahuan, perolehan dalam olahraga, dan lain-lain.
3. Tanggung jawab, saperti mandiri, berinisiatif, tekun, ulet, percaya diri, agresif, dan punya hasrat untuk unggul.
4. Parsitipasi, seperti akief, memiliki sisilibitas yang tinggi, mampu bergaul, suka bekerja sama, mudah menyesuaikan diri, dam punya rasa humor.
5. Status yang meliputi kedudukan sosial-ekonomi,yang cukup tinggi, popular, tenar.
6. Kepeminpinan dalam dakwah

Keepeminpinan dalam islam bukan hanya bukan hanyamerupakan suatu kedudukan yang harusdibanggakan, tetapi lebih merupakan suatu tanggung jawab dan harus dipertanggung jawabkan dihadapan manusia dan Allah, karena itu, seorang peminpin harus memberikan suri tauladan yang baik dalam perkataan maupun dalam perbuatan sebagai wujud dari tanggung jawabnya. Sedangkan peminpin dakwah adalah oaring yang dapat mengerakan orang lain yang ada disekitarnya untuk mengikutinya dalam mencapai tujuan dakwah.

BAB 4

Interaksi Tauhidiyah

1. A. Interaksi Tauhidiyah Da’i dengan Mad’u
1. Tauhid Rububiyyat

Istilah rububiyyah berasal dari kata “Rabb” yang dapat berarti memelihara, mengelola, memperbaiki, mengumpulkan dan meminpin. Secara istilah, Tauhid rububuyyah adalah meyakini bahwa allah adala Sang Pencipta, sang pengatur, sang pemberi rizeki, dan sang pengelola (mudabbir) bagi alam semesta.

1. Tauhid dalam Penciptaan (khaliqiyah)

Yang dimaksud dengan tauhid penciptaan ialah tidak adanya pencipta (khaliq) yang sebenarnya dalam wujud alam semesta ini adalh Allah, dan tidak sekutu baginya.

1. Tauhid Uluhiyyah

Tauhid Uluhiyyah adalah mengimani Allah sebagai satu-satunya yang harus disembah (al-Ma’bud), dan tidan selain- Nya yang patut disembah.

1. Tauhid Zat dan Sifat

Yang dimaksud tauhid Zat dan Sifat iyalah bahwa Allah adalah Esa, tak ada yang menyamai-Nya.

1. B. Interaksi Tauhidiyyat; Halangan dan Rintangan

Seorang Da’i harus memahami bahwa resiko terbesar yang akan dihadapi adalah ketika ingin menanamkan nilai-nilai ketauhidan yang menjadi pondasi ajaran islam pada masyarakat jahiliyah (musyruk) dan pada masyarakat yang mempunyai tradisi yang menyalahi nilai-nilai ketauhidan secara turun temurun yang tidak mudah untuk meneruma akidah Tauhid, serta penguasa atau otoritas keagamaan yang tirani dan otoriter. Maka pada situasi seperti ini seorang Da’i harus mempersiapkan diri dengan sebaik mungkin karena tidak menutup kemungkinan nyawa sebagai taruhannya.

1. C. Keteladanan (Uswat) dalam Proses Dakwah

Akhlak yang mulia merupakan suatu yang mutlak dimiliki oleh seorang Da’i dalam mengemban misi menyeru manusia kepada kejalan Tuhan. Urgensi akhlak yang mulia bagi seorang juru dakwah adalah bahwa sebelum seorang Da’i menyampaikan meteri dakwahnya, pandangan Mad’u tertuju pada apa yang dituju dan apa yang didengar dari sifat dan karak ter pribadinya. Begitu juga dalam interaksi Da’I dan Mad’u, factor keperibadian Da’I sangat berpengaruh bahkan menetukan berhasil atau tidaknya materi dakwah yang akan disampaikan. Ketika seorang Da’i terjun kebidang dakwah, hakikatnya sejak itu pula Da’i tersebut telah menjadi milik masyarakat dalam arti luas.

1. D. Pendapat dan Sikap Da’i Terhadap Mad’u

Dakwa sebagai suatu aktifitas keagamaan (ibadah) bukanlah hal yang mudah untuk dilakukan. Seorang Da’i harus mempersiapkan diri secara keilmuan, mental ataupun sepiritual. Seorang Da’I juga harus melandaskan segala usahanya dalam mengajak seseorang kepada kebenaran dengan keikhlasan, dalam arti bahwa apa yang ia lakukan atas dasar karna Allah SWT. Sebagai panggilan Agama dan kewajiban yang harus diemban oleh setiap mukmin.

Setiap Da’I harus mengetahui bahwa dalam mengajak kepada kebaikan tidak selamanya akan berhasil dan todak akan diterima oleh setiap orang. Seorang Da’i akan berhadapan dengan seorang Mad’u yang memiliki keunikan , karakter dan keperibadiannya masing-masing yang dipengaruhi oleh paktor psikologis ataupun sosialkultural.

1. E. Problematika Dakwah; Sebuah Refleksi

Ajaran yang terkandung dalam Al-qur’an meliputi seluruh aspek kehidupan manusia, jasmani maupun rohaniah, tentang dunia sekarang dan yang akan dating. Al-Qur’an memiliki ciri dan system dalam memaparkan ajaran-ajaran yang tergantung didalamnya;

1. Tidak sukar, gampang namun padat dan mantap, baik dalam teori maupun implemeentasinya.
2. Tidak banyak memberikan perintah atau larangan.
3. Cara penerapan syariat sebagai pedoman hidup manusia selalu melalui gradasi kemampuan manusia sendiri, tidak memberatkan.

[1] Lihat, Sarlito Wirawan Sarwono, Pengantar Umum Psikologi, (Jakarta: Bulan Bintang, 2000) hlm. 3-4. Lihat Sarlito Wirawan Sarwono, Berkenalan dengan Aliran-aliran dan Tokoh-tokoh Psikologi, (Jakarta: Bulan Bintang, 1976), hlm 1-2.

[2] Oxfort University, The Oxford Englis Distionari, (Oxford: Oxford University Press, 1978), Vol. VIII, hlm. 1552.

[3] Sarlito Wirawan Sarwoono, Pengantar umum Psikologi, hlm 3.

[4] Lihat, Ernest R. Hilgard, Intruduction to Psycholgy, (USA: Brace and World Inc, 1962), hlm. 2.

[5] Lihat, Ibn Manzhur, Lisan al-arab (Beirul: Dar al-Fikr 1990 M/1410 H), Jilid XIV, hlm. 206. Lihat juga, Fairuzabadi, al-Qamuus al-Muhith (Kairo: Mustafa Bab al-Halabi wa Auladun, 1952), Jilid IV, hlm. 329.

[6] Ibn Manzhur, Lisan al-Arab, Jilid XIV, hlm. 259.

[7]Fairuzabadi, al-Qamuus al-Muhith, Jilid IV, hlm. 329.

[8] Ibn Manzhur, Lisan al-Arab, Jilid XIV, hlm. 257.

[9] Muhammad Abu al-Futut al-bayanuuni, al-Madkhal ila ilm ad-Da’wat, (Beirut: Mussasat al-risalat, 1991), hlm.14.

[10] Muhammad Abu al-Futut dalam kitabnya al-Madkhal ila ilm ad-Da’wat, hlm. 14.

[11] Pilus a. Partanto dan M. Dahlan al-barry, Kamus Ilmiah Populer, (Surabaya: Penerbit Arloka,tt.), hal. 531.

[12]Harun Hadiwijoyo, Sari Sejarah Filsafat Barat I, (Yogyakarta: Kanisius, 1991), hlm. 42.

[13] Lihat, Harun Hadiwijoyo, Sari Sejarah Filsafat Barat l, hLm. 32.

[14] Harun Hadiwijoyo, Sari Sejurah Filstfat Barat I, hlm. 50

[15]H. M. Arifin, Psikologi dan Beberapa Aspek Kehidapan Rohaniah Manusia, hlm. 36

[16] Lihat, Yusuf Murad, Mabadi Ilm al-Nafs al-Am (kairo: Dar al-Ma’arif, Cet. III, tt), hlm. 3-4.

[17] Harun Hadiwijoyo, Sari Sejarah Filsafat Barat I, hml. 109.

[18]Abu Ahmadi, Ilmu Sosial Dasar, (Jakarta: Rineka Cipta, 1990), hlm.40.

[19] H. M. Arifin, Psikologi Dakwah, (Jakarta: Bumi Aksara, 1991), hlm. 31.

[20] Rita Atikson,et al, Introduction to Psychology, alih bahasa oleh Nurjannah Taufik, (Jakarta: Erlangga 1983), hlm.442.

[21] Lahir di Freiberg, 6 Mei 1856. Ia adalah seorang Jerman keturunan Yahudi.

[22] Rita Atikson, et al, Introduction to Psychology, hlm. 439.

[23] Ngalim Poerwanto, psikologi pemdidikan, (Bandung: PT Remaja Rosdakarya, 1984), hlm. 140.

[24]Lahir di Wina tahun 1870 dan meningal di skotlandia tahun 1937. Ia adalah murid dari Sigmund Freud.

[25]Achmad Mubarak, Psikologi Qur’ani, (Jakarta: Pustaka firdaus, 2001), hlm. 139.