Tengoklah kembali perjalanan Anda saat ini, akan menuju kemana? Apakah ke arah yang lebih baik, atau ke arah yang lebih buruk, atau tetap saja seperti saat ini? Tetapkanlah sebuah putusan dan jalanilah menuju konsekuensinya.
Powered By Blogger

Jumat, 01 Oktober 2010

Perkuat Otot Memori Kita!


Judul : Myelin: Mobilisasi Intangibles Menjadi Kekuatan Perubahan
Penulis : Rhenald Kasali
Penerbit : PT. Gramedia Pustaka Utama
Hal : 346 halaman + xiii
Harga : Rp. 100.000,00
Peresensi : Ardiningtiyas P

“Setiap orang punya bakat. Yang jarang dimiliki adalah keberanian untuk mengantarkan bakat itu melewati lorong-lorong gelap dengan penuh disiplin” – Erica Jong (h.142)

“Membuat usaha menjadi besar, berkelanjutan, tangguh dan inovatif” Adalah kalimat yang akan kita temui pada sampul di bagian paling atas. Apakah buku ini khusus untuk para pengusaha? Untuk orang-orang yang sedang merintis, menjalankan atau mengembangkan usahanya? Kalimat di atas memang bisa ‘mengecoh’ calon pembaca yang telah mengalami ketertarikan visual pada sampul buku ini. Warna merah tua tegas berpadu dengan lingkaran ‘nukleus’ berpendar kuning dan oranye yang eye cathing. Rhenald Kasali segera menepis anggapan di benak kita pada prakatanya, “Pada tahun 2010 ini, saya ingin menghadiahi pembaca sebuah buku yang sudah lama saya pikirkan. (h.xiii)”

Mungkin sebagian dari kita masih ingat dengan buku DNA Change –nya, yang kebetulan memiliki warna dasar sampul buku sama, merah. Seakan ia ingin terus menyampaikan bahwa untuk perubahan diperlukan keberanian dan semangat yang tak boleh padam. Buku ini agak berbeda, Rhenald lebih bercerita dan bertutur dari satu kisah ke konsep dan kisah lainnya untuk mengenalkan konsep myelin. Ia mendeskripsikan myelin dengan perbandingan antara kereta api Jabotabek dan Shinkansen.

Kereta api Jabotabek adalah seperti manusia yang hanya mengandalkan satu kekuatan atau satu memory, yaitu satu lokomotif di kepalanya. Sedangkan kereta api Shinkansen adalah kereta supercepat karena mengandalkan dua jenis memory sekaligus, yaitu brain memory (di kepalanya, sebagai lokomotif penarik) dan muscle memory (pada setiap gerbongnya). Muscle memory itulah yang dimaksud dengan myelin (h.7).

Saya menyatakan bahwa dalam buku ini, Rhenald lebih banyak bertutur. Ia menghadirkan banyak kisah yang tidak hanya menyentil keraguan dan seribu excuse kita untuk menunda bertindak, namun juga menyentuh hati.

Seorang office boy yang sejak SMA telah tegas menjawab pertanyaan teman-teman tentang cita-cita “Aku mau jadi petugas cleaning service!”. Ia menetapkan pilihan sebagai jalan keluar kesulitan ekonomi keluarganya sejak kecil. “Cita-cita saya ingin membuat ibu tersenyum, karena dari dulu ibu susah banget tersenyum.” Dengan disiplin, kejujuran, kerja keras dan perhatian pada detil, ia telah menjadi coordinator office boy (OB). Ia kini juga telah memiliki sepeda motor dan membiayai adiknya kuliah (h.4).

Anda akan menemukan contoh-contoh intangibles pada manusia dengan segala kesulitan dan keindahannya, seperti dalam artis tua Susan Boyle, bintang-bintang sepakbola Brasil (dari Pele sampai Ronaldinho), dan Se Ri Pak (pemain golf Korea pertama yan memenangi US Women’s Open 1998). Intangibles dibangun dari dalam diri manusia yang membentuk myelin, dan begitu internal intangibles ini terbentuk, dibutuhkan jembatan intangibles keluar (eksternal intangibles) (h.25).

Lapisan myelin sendiri ditemukan oleh Rudolf Virchow (1854). Lapisan ini bisa terdiri dari lima helai, 50 helai atau lebih banyak lagi dalam suatu mata rantai informasi pada jaringan system syaraf manusia. Myelin berfungsi meningkatkan kecepatan arus informasi dalam bentuk impulses, dan menyebarkan ke seluruh jaringan otot (h.105 -106).

Tidak hanya otot tubuh yang memerlukan latihan, begitu pula dengan otot memory kita. Latihan dan latihan lah yang membuatnya kuat dan menjadi penggerak bersama brain memory . Pembahasan tentang myelin secara khusus juga ditampilkan di hal 98-128 sebagai penutup bab awal sekaligus penghantar bab selanjutnya. Semakin tebal lapisan itu, semakin efisien informasi beredar dan semakin cepat serta semakin otomatis manusia melakukan gerakan (h.108).

Susan Boyle, perempuan paruh baya yang awal kemunculannya di panggung dipandang sebelah mata oleh para audience di ajang Britain’s Got Talent. Parasnya yang lebih mirip seorang nenek dengan rambut pirang yang mulai menipis tampak gugup, apalagi salah satu jurinya adalah Simon Cowell. “Kalau saya berhasil, saya ingin mengubah dunia. Mengubah pandangan orang-orang,” ujarnya sedikit terbata-bata. Tawa ribuan penonton segera berubah menjadi kebisuan begitu mendengar suara emasnya mengalun. Suaranya mengingatkan audience pada Josh Groban, dengan penampilan fisik dan usia yang berbeda (h.27-29).Kisah lain berlanjut pada pelatihan atlit-atlit senam China juga pesepakbola Brasil.

Penulis juga menampilkan proses pemupukan intangibles di perusahaan Indonesia yakni taxi Blue Bird dan Wijaya Karya (WIKA) dengan analisa cukup dalam. Tanpa disadari, terdapat kalimat sakti yang menjadi inspirasi kuat di awal perkembangan dua perusahaan ini. “Kalau dulu Blue Bird mencari pelanggan, nanti pelanggan akan mencari Blue Bird,” kata pendirinya, Mutiara Djokosoetono (h.125) dan “Kalau hanya peralatan seperti ini kita juga bisa membuatnya sendiri,” ungkap Frans S. Sunito, insinyur muda WIKA yang kesal ketika membongkar peti-peti kemas dari Jerman di tahun 1980 (h.242).

Pada bagian akhir, penulis kembali mengingatkan bahwa aspek terpenting di belakang intangibles adalah memory. Memory itulah yang menggerakkan manusia untuk berkarya dan bertindak. Muscle memory dapat dibangun di dunia kesenian, olahraga, akademis, dan tentu saja dunia usaha (h.337).

Kalimat anggun Mother Teresa menutup rangkaian buku inspiratif ini.

“Tuhan tidak menuntut kita untuk berhasil. Ia hanya minta kita berani untuk mencobanya” – Mother Teresa.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar