Tengoklah kembali perjalanan Anda saat ini, akan menuju kemana? Apakah ke arah yang lebih baik, atau ke arah yang lebih buruk, atau tetap saja seperti saat ini? Tetapkanlah sebuah putusan dan jalanilah menuju konsekuensinya.
Powered By Blogger

Selasa, 02 Maret 2010

MASJID DAN PERUBAHAN SOSIAL: EKSISTENSI, PARTISIPASI, DAN PROYEKSI

Membincangkan masjid sama halnya membincangkan Islam dan umat itu sendiri. Pasalnya, ’umur’ masjid berbanding lurus dengan ’umur’ umat ini. Kuntowijoyo, seorang sejarawan-budayawan dari Fakultas Ilmu Budaya Universitas Gadjah Mada, mempertanyakan sekaligus menjawab satu hal yang menarik mengenai masjid. Mengapa nabi Muhammad SAW. tidak membangun istana (saja) ketika beliau pertama kali ke Madinah. Jawaban Pak Kunto, demikian beliau biasa disapa, adalah bahwa seorang muslim harus melekatkan diri pada persekutuan sosial yang berbasiskan sebuah prinsip bahwa Allah berkuasa mutlak atas manusia. Istana merupakan simbol dari birokrasi keduniaan yang sekuler dan profan sedangkan masjid merupakan simbol transeden keakhiratan yang religius dan sakral. Sebagai masjid pertama, masjid Nabawi, pada waktu itu merupakan bangunan yang sama sekali multi fungsi sehingga menjadi pusat peribadatan, pemerintahan, peradaban, dan sebagainya. Masjid merupakan entitas yang inheren dalam keseluruhan perjuangan umat ini.
Masjid adalah titik awal dari transformasi sosial yang dibawa oleh nabi Muhammad SAW. Dari tempat inilah dimulai segala perubahan di Jazirah arab pada waktu itu. Atas peran sejarahnya yang teramat diperhitungkan oleh Nabi SAW, maka hal ini menjadi bukti bahwa masjid harus mengambil peran dalam konteks sosial umat. Pandangan ini sekaligus menegasikan usaha untuk memprivatisasi ritual keagamaan agar dipraktekkan di masjid saja; padahal masjid jelas-jelas bukan ’fasilitas’ privat; ia adalah ’lembaga publik’ yang sama sekali fungsional dalam kehidupan sosial ’pengunjungnya’ (baca: ahli masjid). Gagasan ini akrab di benak kita dengan paham sekularisme. Kita tentu menolak sekularisme karena paham ini akan mengebiri fungsi sosial dari mesjid. Sebuah reduksi peran sejarah.
Demikianlah, dalam masa awal Islam, dari pergumulannya dengan berbagai peribadatan privat hingga keikutsertaannya dalam kehidupan publik, mesjid selalu dioptimalkan fungsi sosialnya. Latihan perang mengambil tempat di sini. Pengumpulan zakat, infak, dan sedekah dipusatkan di sini. Dari fakta sejarah ini, sesungguhnya Islam ingin, para pemeluknya menerjemahkan berbagai ritus keagamaannya ke dalam tindakan sosial ekonomi yang nyata dan solutif. Akhir-akhir ini, gagasan ekonomi Islam tengah mendapatkan momentum popularitasnya. Dalam berbagai litelatur, masjid selalu dijadikan tahap utama pembangunan ekonomi nabi Muhammad SAW.
***
Atas semua yang dimiliki oleh masjid, rasanya tidak lengkap apabila tidak menyinggung fungsi lainnya yang sama sekali integratif. Minimalnya, lima kali dalam sehari, masjid mampu menghimpun orang-orang, dari berbagai aktifitas, berbagai kepentingan dunia, dan seterusnya ke dalam satu barisan yang lurus, padu, dan kompak di bawah komando seorang pemimpin (baca: imam shalat). Mengapa hari Jum’at dinamai ”Jum’at”?. Hal ini karena pada hari itu, semua orang (lagi-lagi) dikumpulkan mesjid, dengan jumlah yang berlipat-lipat dibandingkan yang ”lima waktu”. Apabila ditarik hingga akar bahasanya, hari tersebut memang bermakna ”hari perkumpulan”; jama’a; berkumpul. Sederhana memang tetapi justru di sinilah letak keunggulannya.
Secara normatif dan historis, betapa indah sekali masjid dalam posisi dan fungsinya. Tetapi memang waktu adalah sesuatu yang sama sekali tidak akan diam. Struktur sosial, dari waktu ke waktu terus berubah. Semakin terdeferensiasi, terspesialisasi, meskipun menuju homogenitas (baca: globalisasi). Atas aktifnya masjid dalam konteks sosial sekitarnya, atas perannya menjadi bagian dari agen of change, maka berbagai perubahan sosial yang terjadi hingga saat ini, tentu mempunyai relasi yang kuat terhadap keberadaan masjid. Demikianlah ada daya tarik intelekual tersendiri (baca: kuriositas) untuk menangkap derap langkahnya dalam arus perubahan sosial ini, yang sedang dan tentu akan senantiasa berlangsung.
Pembahasan tentang eksistensi dan partisipasi masjid untuk tetap survive dalam era kontemporer ini sama pentingnya dengan mendiskusikan pentingnya mesjid itu sendiri. Sebagaimana dipaparkan di atas, mesjid merupakan representasi umat (seharusnya memang seperti itu). Kita harus tahu, dimana posisi kita di belantara globalisasi ini. Hampir sama dengan analisa SWOT (Strengt, Weakness, Oportunity, Threatment) dalam Manajemen. Pembahasan ini akan diakhiri dengan sedikit saran bagaimana seharusnya mesjid memperbaharui dirinya agar tetap ’aktual’ dengan zamannya.

Perubahan sosial, rinciannya begitu banyak. Hampir semua aspek kehidupan tidak ada yang diam dalam kurun sejarahnya. Perubahan tersebut dapat diidentifikasi dari perbedaannya, antara dulu dan saat ini. Yang paling real adalah perkembangan teknologi informasi. Titik kulminasinya, saat ini, dengan perkembangan teknologi, dunia serasa sempit dan sejengkal. Oleh karena itu,di sini hanya akan dibahas yang relatif bisa ’mewakili’ dan ”mesjid” mempunyai signifikansi dalam hal tersebut.
Dalam pola kekuasaan, demikian Kuntowijoyo dalam bukunya Dinamika Sejarah Umat Islam Indonesia, dunia ini telah mengalami perubahan yang progresif. Dulu, seorang dianggap mempunyai kekuasaan ketika ia mempunyai banyak petak-petak tanah. Kita mengenalnya denga sebutan feodalisme. Tipe kekuasaan seperti ini terjadi sekitar abad ke 16, 17, hingga 18. Sistem ekonomi masyarakatnya masih bercorak agraris. Dengan demikian, Sang penguasa adalah mereka para tuan tanah.Peristiwa revolusi industri di Inggris menjadi titik awal perubahan sistem kekuasaan feodalisme. Arus industrialisasi datang dengan deras dan begitu ekspansif dengan kecepatan yang luar biasa. Inilah awal kemunculan sistem kapitalisme. Sebuah sistem dengan para pemilik kapital sebagai penguasanya. Masyarakat industri (industrial society) salah satu cirinya. Buruh tani dalam masyarakat feodal dipaksa untuk mengkonversi diri menjadi para karyawan yang berhadapan dengan mesin dan ”jam kerja”. Sebelumnya, mereka berhadapan dengan alam dan tumbuhan. Manusia dirobotkan dengan industri yang mengepungnya. Dalam sistem kapitalisme, kekuasaan dilembagakan melalui sebuah korporasi yang bisa saja menggurita dengan ’memakan’ korporasi lainnya.
Pada tahap selanjutnya, kapitalisme tidak hilang, tetapi mendapatkan pesaing. Sistem teknokratisme namanya. Para penguasa dari sistem ini adalah mereka para teknokrat, kaum intelegensia, dan kaum cendekiawan. Ini adalah golongan minoritas kreatif yang mempunyai pengaruh di dalam masyarakat untuk mengontrol kesadaran dan sugesti sosial mereka. Kekuasaan mereka dilembagakan dalam bentuk birokrasi, perbankan, persekolahan/kampus, dan lembaga teknostruktur lainnya. Para kapitalis tidak lagi dapat berkuasa mutlak. Mereka harus melakukan perizinan pada birokrasi (baca: negara) untuk dapat melakukan ekspansi usaha. Sekolah menjadi jalan mobilisasi ekonomi yang pasti untuk mendapatkan akses kapital (uang). Bank adalah syarat mutlak untuk melakukan akumulasi kapital (bunga). Demikianlah, pada sistem inilah, kita berada sekarang. Secara objektif, ketiga sistem di atas (feodalisme, kapitalisme, dan teknokratsime) tentu masih berkesistensi sampai saat ini, hanya saja intensitas dan dominasinya yang berbeda.
Dalam sistem teknokrasilah mesjid menghadapi tantangan yang besar. Sistem ini memproduksi begitu banyak institusi untuk menyelenggarakan penguasaannya atas masyarakat di bawahnya. Aktifitas pemerintahan tidak lagi diurus di masjid karena sudah ada kantor kepala desa. Begitu juga aktifitas pendidikan. Sekolah-sekolah bermunculan. Fungsi ekonominya hampir digantikan berbagai Koperasi Unit Desa yang ada. Kapitalismepun tidak kalah berbahayanya dengan teknokratisme. Pabrik-pabrik dan ”jam kerja” memiliki daya magnet tersendiri terhadap konsentrasi dan kesadaran masyarakat. Demikian juga berbagai pusat perbelanjaan, bioskop, game centre, dan seterusnya. Masjid tergusur dari fungsinya di kehidupan sehari-hari. Ia tidak lagi menjadi pusat cahaya yang menerangi tetapi telah menjadi bagian dari sistem dunia sekuler yang justru semakin meredupkan dan mendegradasi peran sejarahnya.
Otoritas imam masjid juga ikut tergusur. Ia menjadi pemimpin tanpa otoritas lagi karena ’kekuasaannya’ hanya sekedar di masjid. Kenyataan ini semakin diperburuk dengan stigma ”subversif” dari rezim Soeharto yang membuat mimbar-mimbar masjid menjadi bisu terhadap berbagai masalah sosial. Belum lagi perdebatan internal umat seputar hubungan masjid (agama) dan politik (negara). Sampai di sini, kita bisa menamai fenomena ini dengan sekularisasi; bukan sekularisme. Mesjid menjadi lembaga privat. Masyarakat mendatanginya sekedar untuk mendapatkan ketenangan psikologis dan sejenak mengundurkan diri dari hiruk pikuk dunia yang tak peduli.
Masih dalam kaca mata Kuntowijoyo, ada fenomena menarik seputar masjid dalam era kontemporer ini. Tesis Muslim Tanpa Masjid adalah salah satunya. Kuntowijoyo mengamati, ada sebuah generasi muslim yang telah lahir dari rahim sejarah. Pemahaman keagamaan mereka tidak didapat dari lembaga konvensional yang ada (masjid) tetapi melalui televisi, kampus, film, dan pihak-pihak anonim lainnya. Fenomena ini memiliki kaitan erat dengan kejatuhan rezim Soeharto dan naiknya Habibie. Demikianlah, masjid memang telah dimiskinkan sejarah. Generasi Muslim Tanpa Masjid ini juga tidak merasa bagian dari umat sebagai reference group; mereka adalah bagian ”mahasiswa” bukan umat. Generasi ini telah luput dari perhatian masjid. Atau memang masjid telah kalah bersaing dengan berbagai lembaga produksi sebuah teknostruktur yang besar dan sophiticated itu.
Baiknya kita adil dalam melihat masjid. Ada juga fenomena menarik mengenai masjid dan partisipasinya dalam perubahan sosial, terutama masjid kampus. Atas represifnya rezim Orde Baru, maka gerakan dakwah umat mengalami pergeseran orientasi. Awalnya, kepentingan Islam dan umat selalu diperjuangkan (oleh Masyumi) melalui struktur (politik kekuasaan) kemudian, atas depolitisasi politik Islam, umat Islam melihat celah di masjid –masjid kampus untuk dijadikan sarana dakwah alternatif waktu itu. Maka masjid kampus merupakan fenomena dakwah menarik dalam sejarah masjid dan kaitannya dengan perubahan sosial di Indonesia. Masjid Salman ITB merupakan pioner dalam hal ini. Gaungnya kemudian sampai di Masjid Kampus UGM dan seterusnya.
Secara psikologis, fenomena masjid kampus ini juga merupakan alternatif dan upaya ’pengunduran diri’ para mahasiswa dari berbagai ilmu pengetahuan yang diajarkan secara sekuler di kampus-kampus tersebut. Hingga saat ini, nampaknya sejarah tersebut masih dan akan senantiasa berlangsung. Sebuah kabar baik untuk masa depan umat ini.
***
Bagaimana seharusnya mesjid bereksistensi di masa depan. Yang telah dilakukan oleh mesjid telah banyak dalam rangka memperbaharui dirinya untuk tetap relevan dengan semangat zaman. Dalam hal ini tentu harus dibedakan antara mesjid kampus dengan mesjid yang berada di tengah-tengah masyarakat umum.
Kita mengindari generalisasi.
Mesjid kampus sebaiknya mengintensifkan diri dalam pembinaan pemahaman dan pemikiran keagamaan mahasiswanya. Isu-isu kampus juga jangan luput dari perhatian. Hal ini untuk meneguhkan kembali holistisitas mesjid dalam kehidupan. Lembaga zakat yang terdapat di kampus sebaiknya diarahkan pada pemberian beasiswa bagi mahasiswa jamaah mesjid yang membutuhkan. Dalam mesjid kategori kedua, sebaiknya, disamping mengkonsistenkan pengajian-pengajian yang ada, tentu dengan berbagai modifikasi agar masyarakat tidak jenuh, mesjid harus membangun kemandirian masyarakat. Maksudnya kemandirian ekonomi. Zakat yang ada harus produktif. Mesjid harus peka terhadap realitas jamaah sekitarnya, baik dalam hal kondisi keluarga, ekonomi sosial, kesehatan, dan seterusnya. Upaya ini tidak harus selalu struktural (politis). Masjid harus tetap menjadi gerakan di bawah. Karena pembinaan jamaah tentu lebih kongkrit (sosial-ekonomi), dari pada memikirkan (baca: pengajuan proposal) yang ’di atas’. Di atas semua itu, perkembangan teknologi informasi dan perubahan paradigma masyarakat harus diperhitungkan oleh para pengurus mesjid. Kita tentu tidak ingin mesjid ditinggalkan untuk selama-lamanya karena tidak menawarkan solusi; hanya ritual tanpa substansi. Allaahu a’lam.

PENGERTIAN KOMUNIKASI

DEFINISI KOMUNIKASI
Kata atau istilah komunikasi (dari bahasa Inggris “communication”),secara etimologis atau menurut asal katanya adalah dari bahasa Latin communicatus, dan perkataan ini bersumber pada kata communis Dalam kata communis ini memiliki makna ‘berbagi’ atau ‘menjadi milik bersama’ yaitu suatu usaha yang memiliki tujuan untuk kebersamaan atau kesamaan makna.
Komunikasi secara terminologis merujuk pada adanya proses penyampaian suatu pernyataan oleh seseorang kepada orang lain. Jadi dalam pengertian ini yang terlibat dalam komunikasi adalah manusia. Karena itu merujuk pada pengertian Ruben dan Steward(1998:16) mengenai komunikasi manusia yaitu:
Human communication is the process through which individuals –in relationships, group, organizations and societies—respond to and create messages to adapt to the environment and one another. Bahwa komunikasi manusia adalah proses yang melibatkan individu-individu dalam suatu hubungan, kelompok, organisasi dan masyarakat yang merespon dan menciptakan pesan untuk beradaptasi dengan lingkungan satu sama lain.
Untuk memahami pengertian komunikasi tersebut sehingga dapat dilancarkan secara efektif dalam Effendy(1994:10) bahwa para peminat komunikasi sering kali mengutip paradigma yang dikemukakan oleh Harold Lasswell dalam karyanya, The Structure and Function of Communication in Society. Lasswell mengatakan bahwa cara yang baik untuk untuk menjelaskan komunikasi ialah dengan menjawab pertanyaan sebagai berikut: Who Says What In Which Channel To Whom With What Effect?
Paradigma Lasswell di atas menunjukkan bahwa komunikasi meliputi lima unsur sebagai jawaban dari pertanyaan yang diajukan itu,yaitu:
1.Komunikator (siapa yang mengatakan?)
2.Pesan (mengatakan apa?)
3.Media (melalui saluran/ channel/media apa?)
4.Komunikan (kepada siapa?)
5.Efek (dengan dampak/efek apa?).
Jadi berdasarkan paradigma Lasswell tersebut, secara sederhana proses komunikasi adalah pihak komunikator membentuk (encode) pesan dan menyampaikannya melalui suatu saluran tertentu kepada pihak penerima yang menimbulkan efek tertentu.
A. PROSES KOMUNIKASI
Berangkat dari paradigma Lasswell, Effendy (1994:11-19) membedakan proses komunikasi menjadi dua tahap, yaitu:
1. Proses komunikasi secara primer
Proses komunikasi secara primer adalah proses penyampaian pikiran dan atau perasaan seseorang kepada orang lain dengan menggunakan lambang (symbol) sebagai media. Lambang sebagai media primer dalam proses komunikasi adalah pesan verbal (bahasa), dan pesan nonverbal (kial/gesture, isyarat, gambar, warna, dan lain sebagainya) yang secara langsung dapat/mampu menerjemahkan pikiran dan atau perasaan komunikator kepada komunikan.
Seperti disinggung di muka, komunikasi berlangsung apabila terjadi kesamaan makna dalam pesan yang diterima oleh komunikan. Dengan kata lain , komunikasi adalah proses membuat pesan yang setala bagi komunikator dan komunikan. Prosesnya sebagai berikut, pertama-tama komunikator menyandi (encode) pesan yang akan disampaikan disampaikan kepada komunikan. Ini berarti komunikator memformulasikan pikiran dan atau perasaannya ke dalam lambang (bahasa) yang diperkirakan akan dimengerti oleh komunikan. Kemudian giliran komunikan untuk menterjemahkan (decode) pesan dari komunikator. Ini berarti ia menafsirkan lambang yang mengandung pikiran dan atau perasaan komunikator tadi dalam konteks pengertian. Yang penting dalam proses penyandian (coding) adalah komunikator dapat menyandi dan komunikan dapat menerjemahkan sandi tersebut (terdapat kesamaan makna).
Wilbur Schramm (dalam Effendy, 1994) menyatakan bahwa komunikasi akan berhasil (terdapat kesamaan makna) apabila pesan yang disampaikan oleh komunikator cocok dengan kerangka acuan (frame of reference) , yakni paduan pengalaman dan pengertian (collection of experiences and meanings) yang diperoleh oleh komunikan. Schramm menambahkan, bahwa bidang (field of experience) merupakan faktor penting juga dalam komunikasi. Jika bidang pengalaman komunikator sama dengan bidang pengalaman komunikan, komunikasi akan berlangsung lancar. Sebaliknya, bila bidang pengalaman komunikan tidak sama dengan bidang pengalaman komunikator, akan timbul kesukaran untuk mengerti satu sama lain. Sebagai contoh seperti yang diungkapkan oleh Sendjaja(1994:33)yakni : Si A seorang mahasiswa ingin berbincang-bincang mengenai perkembangan valuta asing dalam kaitannya dengan pertumbuhan ekonomi. Bagi si A tentunya akan lebih mudah dan lancar apabila pembicaraan mengenai hal tersebut dilakukan dengan si B yang juga sama-sama mahasiswa. Seandainya si A tersebut membicarakan hal tersebut dengan si C, sorang pemuda desa tamatan SD tentunya proses komunikaasi tidak akan berjalan sebagaimana mestinya seperti yang diharapkan si A. Karena antara si A dan si C terdapat perbedaan yang menyangkut tingkat pengetahuan, pengalaman, budaya, orientasi dan mungkin juga kepentingannya.
Contoh tersebut dapat memberikan gambaran bahwa proses komunikasiakan berjalan baik atau mudah apabila di antara pelaku (sumber dan penerima) relatif sama. Artinya apabila kita ingin berkomunikasi dengan baik dengan seseorang, maka kita harsu mengolah dan menyampaikan pesan dalam bahasa dan cara-cara yang sesuai dengan tingkat pengetahuan, pengalaman, orientasi dan latar belakang budayanya. Dengan kata lain komunikator perlu mengenali karakteristik individual, sosial dan budaya dari komunikan.
2. Proses komunikasi sekunder
Proses komunikasi secara sekunder adalah proses penyampaian pesan oleh komunikator kepada komunikan dengan menggunakan alat atau sarana sebagai media kedua setelah memakai lambang sebagai media pertama.
Seorang komunikator menggunakan media ke dua dalam menyampaikan komunikasike karena komunikan sebagai sasaran berada di tempat yang relatif jauh atau jumlahnya banyak. Surat, telepon, teleks, surat kabar, majalah, radio, televisi, film, dsb adalah media kedua yang sering digunakan dalam komunikasi. Proses komunikasi secara sekunder itu menggunakan media yang dapat diklasifikasikan sebagai media massa (surat kabar, televisi, radio, dsb.) dan media nirmassa (telepon, surat, megapon, dsb.).
B. KONSEPTUAL KOMUNIKASI
Deddy Mulyana (2005:61-69) mengkategorikan definisi-definisi tentang komunikasi dalam tiga konseptual yaitu:
1. Komunikasi sebagai tindakan satu arah.
Suatu pemahaman komunikasi sebagai penyampaian pesan searah dari seseorang (atau lembaga) kepada seseorang (sekelompok orang) lainnya, baik secara langsung (tatap muka) ataupun melalui media, seperti surat (selebaran), surat kabar, majalah, radio, atau televisi. Pemahaman komunikasi sebagai proses searah sebenarnya kurang sesuai bila diterapkan pada komunikasi tatapmuka, namun tidak terlalu keliru bila diterapkan pada komunikasi publik (pidato) yang tidak melibatkan tanya jawab. Pemahaman komunikasi dalam konsep ini, sebagai definisi berorientasi-sumber. Definisi seperti ini mengisyaratkan komunikasi semua kegiatan yang secara sengaja dilakukan seseorang untuk menyampaikan rangsangan untuk membangkitkan respon orang lain. Dalam konteks ini, komunikasi dianggap suatu tindakan yang disengaja untuk menyampaikan pesan demi memenuhi kebutuhan komunikator, seperti menjelaskan sesuatu sesuatu kepada orang lain atau membujuk untuk melakukan sesuatu.
Beberapa definisi komunikasi dalam konseptual tindakan satu arah:
a. Everet M. Rogers: komunikasi adalah proses dimana suatu ide dialihkan dari sumber kepada suatu penerima atau lebih, dengan maksud untuk mengubah tingkah laku.
b. Gerald R. Miller: komunikasi terjadi ketika suatu sumber menyampaikan suatu pesan kepada penerima dengan niat yang disadari untuk mempengaruhi perilaku penerima.
c. Carld R. Miller: komunikasi adalah proses yang memungkinkan seseorang (komunikator) menyampaikan rangsangan (biasanya lambang-lambang verbal) untuk mengubah perilaku orang lain (komunkate).
d. Theodore M. Newcomb: Setiap tindakan komunikasi dipandang sebagai suatu transmisi informasi terdiri dari rangsangan yang diskriminatif, dari sumber kepada penerima.
1.Komunikasi sebagai interaksi.
Pandangan ini menyetarakan komunikasi dengan suatu proses sebab-akibat atau aksi-reaksi, yang arahnya bergantian. Seseorang menyampaikan pesan, baik verbal atau nonverbal, seorang penerima bereaksi dengan memberi jawaban verbal atau nonverbal, kemudian orang pertama bereaksi lagi setelah menerima respon atau umpan balik dari orang kedua, dan begitu seterusnya.
Contoh definisi komunikasi dalam konsep ini, Shanon dan Weaver (dalam Wiryanto, 2004), komunikasi adalah bentuk interaksi manusia yang saling mempengaruhi satu sama lain, sengaja atau tidak sengaja dan tidak terbatas pada bentuk pada bentuk komunikasi verbal, tetapi juga dalam hal ekspresi muka, lukisan, seni , dan teknologi.
1.Komunikasi sebagai transaksi.
Pandangan ini menyatakan bahwa komunikasi adalah proses yang dinamis yang secara sinambungan mengubah phak-pihak yang berkomunikasi. Berdasrkan pandangan ini, maka orang-orang yang berkomunikasi dianggap sebagai komunikator yang secara aktif mengirimkan dan menafsirkan pesan. Setiap saat mereka bertukar pesan verbal dan atau pesan nonverbal.
Beberapa definisi yang sesuai dengan konsep transaksi:
a. Stewart L. Tubbs dan Sylvia Moss: Komunikasi adalah proses pembentukan makna di antara dua orang atau lebih.
b. Judy C. Pearson dan Paul E. Nelson: Komunikasi adalah proses memahami danberbagi makna.
c. William I. Gordon : Komunikasi adalah suatu transaksi dinamis yang melibatkan gagasan dan perasaan.
d. Donald Byker dan Loren J. Anderson: Komunikasi adalah berbagi informasi antara dua orang atau lebih.
C. FUNGSI KOMUNIKASI
William I. Gorden (dalam Deddy Mulyana, 2005:5-30) mengkategorikan fungsi komunikasi menjadi empat, yaitu:
1. Sebagai komunikasi sosial
Fungsi komunikasi sebagai komunikasi sosial setidaknya mengisyaratkan bahwa komunikasi itu penting untuk membangun konsep diri kita, aktualisasi diri, untuk kelangsungan hidup, untuk memperoleh kebahagiaan, terhindar dari tekanan dan ketegangan, antara lain lewat komunikasi yang bersifat menghibur, dan memupuk hubungan hubungan orang lain. Melalui komunikasi kita bekerja sama dengan anggota masyarakat (keluarga, kelompok belajar, perguruan tinggi, RT, desa, …, negara secara keseluruhan) untuk mencapai tujuan bersama.
a.Pembentukan konsep diri. Konsep diri adalah pandangan kita mengenai diri kita, dan itu hanya bisa kita peroleh lewat informasi yang diberikan orang lain kepada kita. Melalui komunikasi dengan orang lain kita belajar bukan saja mengenai siapa kita, namun juga bagaimana kita merasakan siapa kita. Anda mencintai diri anda bila anda telah dicintai; anda berpikir anda cerdas bila orang-orang sekitar anda menganggap anda cerdas; anda merasa tampan atau cantik bila orang-orang sekitar anda juga mengatakan demikian. George Herbert Mead (dalam Jalaluddin Rakhmat, 1994) mengistilahkan significant others (orang lain yang sangat penting) untuk orang-orang disekitar kita yang mempunyai peranan penting dalam membentuk konsep diri kita. Ketika kita masih kecil, mereka adalah orang tua kita, saudara-saudara kita, dan orang yang tinggal satu rumah dengan kita. Richard Dewey dan W.J. Humber (1966) menamai affective others, untuk orang lain yang dengan mereka kita mempunyai ikatan emosional. Dari merekalah, secara perlahan-lahan kita membentuk konsep diri kita. Selain itu, terdapat apa yang disebut dengan reference group (kelompok rujukan) yaitu kelompok yang secara emosional mengikat kita, dan berpengaruh terhadap pembentukan konsep diri kita. Dengan melihat ini, orang mengarahkan perilakunya dan menyesuaikan dirinya dengan ciri-ciri kelompoknya. Kalau anda memilih kelompok rujukan anda Ikatan Dokter Indonesia, anda menjadikan norma-norma dalam Ikatan ini sebagai ukuran perilaku anda. Anda juga meras diri sebagai bagian dari kelompok ini, lengkap dengan sifat-sifat doketer menurut persepsi anda.
b.Pernyataan eksistensi diri. Orang berkomunikasi untuk menunjukkan dirinya eksis. Inilah yang disebut aktualisasi diri atau lebih tepat lagi pernyataan eksistensi diri. Fungsi komunikasi sebagai eksistensi diri terlihat jelas misalnya pada penanya dalam sebuah seminar. Meskipun mereka sudah diperingatkan moderator untuk berbicara singkat dan langsung ke pokok masalah, penanya atau komentator itu sering berbicara panjang lebarm mengkuliahi hadirin, dengan argumen-argumen yang terkadang tidak relevan.
c.Untuk kelangsungan hidup, memupuk hubungan, dan memperoleh kebahagiaan. Sejak lahir, kita tidak dapat hidup sendiri untuk mempertahankan hidup. Kita perlu dan harus berkomunikasi dengan orang lain, untuk memenuhi kebutuhan biologis kita seperti makan dan minum, dan memnuhi kebutuhan psikologis kita seperti sukses dan kebahagiaan. Para psikolog berpendapat, kebutuhan utama kita sebagai manusia, dan untuk menjadi manusia yang sehat secara rohaniah, adalah kebutuhan akan hubungan sosial yang ramah, yang hanya bisa terpenuhi dengan membina hubungan yang baik dengan orang lain. Abraham Moslow menyebutkan bahwa manusia punya lima kebutuhan dasar: kebutuhan fisiologis, keamanan, kebutuhan sosial, penghargaan diri, dan aktualisasi diri. Kebutuhan yang lebih dasar harus dipenuhi terlebih dahulu sebelum kebuthan yang lebih tinggi diupayakan. Kita mungkin sudah mampu kebuthan fisiologis dan keamanan untuk bertahan hidup. Kini kita ingin memenuhi kebutuhan sosial, penghargaan diri, dan aktualisasi diri. Kebutuhan ketiga dan keempat khususnya meliputi keinginan untuk memperoleh rasa lewat rasa memiliki dan dimiliki, pergaulan, rasa diterima, memberi dan menerima persahabatan. Komunikasi akan sangat dibutuhkan untuk memperoleh dan memberi informasi yang dibutuhkan, untuk membujuk atau mempengaruhi orang lain, mempertimbangkan solusi alternatif atas masalah kemudian mengambil keputusan, dan tujuan-tujuan sosial serta hiburan.
2. Sebagai komunikasi ekspresif
Komunikasi berfungsi untuk menyampaikan perasaan-perasaan (emosi) kita. Perasaan-perasaan tersebut terutama dikomunikasikan melalui pesan-pesan nonverbal. Perasaan sayang, peduli, rindu, simpati, gembira, sedih, takut, prihatin, marah dan benci dapat disampaikan lewat kata-kata, namun bisa disampaikan secara lebih ekpresif lewat perilaku nonverbal. Seorang ibu menunjukkan kasih sayangnya dengan membelai kepala anaknya. Orang dapat menyalurkan kemarahannya dengan mengumpat, mengepalkan tangan seraya melototkan matanya, mahasiswa memprotes kebijakan penguasa negara atau penguasa kampus dengan melakukan demontrasi.
3. Sebagai komunikasi ritual
Suatu komunitas sering melakukan upacara-upacara berlainan sepanjang tahun dan sepanjang hidup, yang disebut para antropolog sebaga rites of passage, mulai dari upacara kelahiran, sunatan, ulang tahun, pertunangan, siraman, pernikahan, dan lain-lain. Dalam acara-acara itu orang mengucapkan kata-kata atau perilaku-perilaku tertentu yang bersifat simbolik. Ritus-ritus lain seperti berdoa (salat, sembahyang, misa), membaca kitab suci, naik haji, upacara bendera (termasuk menyanyikan lagu kebangsaan), upacara wisuda, perayaan lebaran (Idul Fitri) atau Natal, juga adalah komunikasi ritual. Mereka yang berpartisipasi dalam bentuk komunikasi ritual tersebut menegaskan kembali komitmen mereka kepada tradisi keluarga, suku, bangsa. Negara, ideologi, atau agama mereka.
4. Sebagai komunikasi instrumental
Komunikasi instrumental mempunyai beberapa tujuan umum, yaitu: menginformasikan, mengajar, mendorong, mengubah sikap, menggerakkan tindakan, dan juga menghibur.
Sebagai instrumen, komunikasi tidak saja kita gunakan untuk menciptakan dan membangun hubungan, namun juga untuk menghancurkan hubungan tersebut. Studi komunika membuat kita peka terhadap berbagai strategi yang dapat kita gunakan dalam komunikasi kita untuk bekerja lebih baik dengan orang lain demi keuntungan bersama. Komunikasi berfungsi sebagi instrumen untuk mencapai tujuan-tujuan pribadi dan pekerjaan, baik tujuan jangka pendek ataupun tujuan jangka panjang. Tujuan jangka pendek misalnya untuk memperoleh pujian, menumbuhkan kesan yang baik, memperoleh simpati, empati, keuntungan material, ekonomi, dan politik, yang antara lain dapat diraih dengan pengelolaan kesan (impression management), yakni taktik-taktik verbal dan nonverbal, seperti berbicara sopan, mengobral janji, mengenakankan pakaian necis, dan sebagainya yang pada dasarnya untuk menunjukkan kepada orang lain siapa diri kita seperti yang kita inginkan.
Sementara itu, tujuan jangka panjang dapat diraih lewat keahlian komunikasi, misalnya keahlian berpidato, berunding, berbahasa asing ataupun keahlian menulis. Kedua tujuan itu (jangka pendek dan panjang) tentu saja saling berkaitan dalam arti bahwa pengelolaan kesan itu secara kumulatif dapat digunakan untuk mencapai tujuan jangka panjang berupa keberhasilan dalam karier, misalnya untuk memperoleh jabatan, kekuasaan, penghormatan sosial, dan kekayaan.
Berkenaan dengan fungsi komunikasi ini, terdapat beberapa pendapat dari para ilmuwan yang bila dicermati saling melengkapi. Misal pendapat Onong Effendy (1994), ia berpendapat fungsi komunikasi adalah menyampaikan informasi, mendidik, menghibur, dan mempengaruhi. Sedangkan Harold D Lasswell (dalam Nurudin, 2004 dan Effendy, 1994:27) memaparkan fungsi komunikasi sebagai berikut:
1. Penjajagan/pengawasan lingkungan (surveillance of the information) yakni penyingkapan ancaman dan kesempatan yang mempengaruhi nilai masyarakat.
2. Menghubungkan bagian-bagian yang terpisahkan dari masyarakat untuk menanggapi lingkungannya .
3. Menurunkan warisan sosial dari generasi ke generasi berikutnya.
D. RAGAM TINGKATAN KOMUNIKASI ATAU KONTEKS-KONTEKS KOMUNIKASI
Secara umum ragam tingkatan komunikasi adalah sebagai berikut:
1.Komunikasi intrapribadi (intrapersonal communication) yaitu komunikasi yang terjadi dalam diri seseorang yang berupa proses pengolahan informasi melalui panca indera dan sistem syaraf manusia.
2.Komunikasi antarpribadi (interpersonal communication) yaitu kegiatan komunikasi yang dilakukan seseorang dengan orang lain dengan corak komunikasinya lebih bersifat pribadi dan sampai pada tataran prediksi hasil komunikasinya pada tingkatan psikologis yang memandang pribadi sebagai unik. Dalam komunikasi ini jumlah perilaku yang terlibat pada dasarnya bisa lebih dari dua orang selama pesan atau informasi yang disampaikan bersifat pribadi.
3.Komunikasi kelompok (group communication) yaitu komunikasi yang berlangsung di antara anggota suatu kelompok. Menurut Michael Burgoon dan Michael Ruffner dalam Sendjaja,(1994) memberi batasan komunikasi kelompok sebagai interaksi tatap muka dari tiga atau lebih individu guna memperoleh maksud atau tujuan yang dikehendaki seperti berbagi informasi, pemeliharaan diri atau pemecahan masalah sehingga semua anggota dapat menumbuhkan karakteristik pribadi anggota lainnya dengan akurat.
4.Komunikasi organisasi (organization communication) yaitu pengiriman dan penerimaan berbagai pesan organisasi di dalam kelompok formal maupun informal dari suatu organisasi (Wiryanto, 2005:52).
5.Komunikasi massa (mass communication). Komunikasi massa dapat didefinisikan sebagai suatu jenis komunikasi yang ditujukan kepada sejumlah audien yang tersebar, heterogen, dan anonim melalui media massa cetak atau elektrolik sehingga pesan yang sama dapat diterima secara serentak dan sesaat. Kemudian Mulyana (2005:74) juga menambahkan konteks komunikasi publik. Pengertian komunikasi publik adalah komunikasi antara seorang pembicara dengan sejumlah besar orang (khalayak). Yang tidak bisa dikenali satu persatu. Komunikasi demikian sering juga disebut pidato, ceramah atau kuliah (umum). Beberapa pakar komunikasi menggunakan istilah komunikasi kelompok besar (large group communication) untuk komunikasi ini.
E. KEGUNAAN BELAJAR ILMU KOMUNIKASI
Mengapa kita mempelajari ilmu komunikasi ?Ruben&Steward, (2005:1-8) menyatakan bahwa
1.Komunikasi adalah fundamental dalam kehidupan kita.
Dalam kehidupan kita sehari-hari komunikasi memegang peranan yang sangat penting. Kita tidak bisa tidak berkomunikasi.tidak ada aktifitas yang dilakukan tanpa komunikasi, dikarenakan kita dapat membuat beberapa perbedaan yang esensial manakala kita berkomunikasi dengan orang lain.Demikian pula sebaliknya, orang lain akan berkomunikasi dengan kita ,baik dalam jangka pendek ataupun jangka panjang. Cara kita berhubungan satu dengan lainnya, bagimana suatu hubungan kita bentuk, bagaimana cara kita memberikan kontribusi sebagai anggota keluarga, kelompok, komunitas, organisasi dan masyarakat secara luas membutuhkan suatu komunikasi.Sehingga menjadikan komunikasi tersebut menjadi hal yang sangat fundamental dalam kehidupan kita.
1.Komunikasi adalah merupakan suatu aktifitas komplek.
Komunikasi adalah suatu aktifitas yang komplek dan menantang. Dalam hal ini ternyata aktifitas komunikasi bukanlah suatu aktifitas yang mudah. Untuk mencapai kompetensi komunikasi memerlukan understanding dan suatu ketrampilan sehingga komunikasi yang kita lakukan menjadi efektif. Ellen langer dalam Ruben&Stewat( 2005:3) menyebut konsep mindfulness akan terjadi ketika kita memberikan perhatian pada situasi dan konteks, kita terbuka dengan informasi baru dan kita menyadari bahwa ada banyak perspektif tidak hanya satu persepektif di kehidupan manusia.
1.Komunikasi adalah vital untuk suatu kedudukan/posisi yang efektif.
Karir dalam bisnis, pemerintah, atau pendidikan memerlukan kemampuan dalam memahami situasi komunikasi, mengembangkan strategi komunikasi efektif, memerlukan kerjasama antara satu dengan yang lain, dan dapat menerima atas kehadiran ide-ide yang efektif melalui saluran saluran komunikasi. Untuk mencapai kesuksesan dari suatu kedudukan/ posisi tertentu dalam mencapai kompetensi komunikasi antara lain melalui kemampuan secara personal dan sikap, kemampuan interpersonal, kemampuan dalam melakukan komunikasi oral dan tulisan dan lain sebagainya.
1.Suatu pendidikan yang tinggi tidak menjamin kompetensi komunikasi yang baik.
Kadang-kadang kita menganggap bahwa komunikasi itu hanyalah suatu yang bersifat common sense dan setiap orang pasti mengetahui bagaimana berkomunikasi. Padahal sesungguhnya banyak yang tidak memilki ketrampilan berkomunikasi yang baik karena ternyata banyak pesan-pesan dalam komunikasi manusia itu yang disampaikan tidak hanya dalam bentuk verbal tetapi juga nonverbal, ada ketrampilan komunikasi dalam bentuk tulisan dan oral, ada ketrampilan berkomunikasi secara interpersonal, ataupun secara kelompok sehingga kita dapat berkolaborasi sebagai anggota dengan baik, dan lain-lain. Kadang-kadang kita juga mengalami kegagalan dalam berkomunikasi. Banyak yang berpendidikan tinggi tetapi tidak memilki ketrampilan berkomunikasi secara baik dan memadai sehingga mengakibatkan kegagalan dalam berinteraksi dengan manusia lainnya. Sehingga komunikasi itu perlu kita pelajari.
1.Komunikasi adalah populer.
Komunikasi adalah suatu bidang yang dikatakan sebagai popular. Banyak bidang-bidang komunikasi modern sekarang ini yang memfokuskan pada studi tentang pesan, ada juga tentang hubungan antara komunikasi dengan bidang profesiponal lainnya termasuk hukum, bisnis, informasi, pendidikan, ilmu computer, dan lain-lain. Sehingga sekarang ini komunikasi sebagai ilmu social/perileku dan suatu seni yang diaplikasikan. Disiplin ini bersifat multidisiplin, yang berkaitan dengan ilmu-ilmu lain seperti psikologi, sosiologi, antroplogi, politik, dan lain sebagainya
SUMBER:
1.Effendy, Onong Uchjana, Komunikasi Teori dan Praktek, Bandung: Remaja Pengantar Ilmu Komunikasi, Jakarta:Grasindo.Rosdakarya
2.Cangara, Hafidz,2005, Pengantar Ilmu Komunikasi, Jakarta:PT RajaGrafindo Persada
3.Littlejohn, Stephen W. 2001. Theories of Human Communication. USA: Wadsworth Publishing.
4.Mulyana, Deddy. 2001. Ilmu Komunikasi: Suatu Pengantar. Bandung: Rosda.
5.Ruben, Brent D,Stewart, Lea P, 2005, Communication and Human Behaviour,USA:Alyn and Bacon
6.Sendjaja,Sasa Djuarsa,1994,Pengantar Komunikasi,Jakarta:Universitas Terbuka.
7.Wiryanto, 2005,

Fenomena komunikasi Virtual

A.Pendahuluan

Dalam perkembangan dunia teknologi komunikasi virtual.Kita dituntut untuk menggunakan teknologi tersebut,sehingga dalam interaksi/ menambah pengetahuan agar lebih mudah dan cepat. Akan tetapi pasti banyak kekurangan dan kelebihan dalam dunia teknologi komunikasi tersebut.
Sangat berbeda sekali dengan masyarakat yang ditinjau dari aspek sosiologi dimana masyarakat berisi individu-individu yang berinteraksi melalui suatu kontak fisik (sentuhan, tatap muka, ataupun dengan suara). Di dalam masyarakat sudah pasti antara individu satu dengan lainnya saling mengenal, sehingga akan menciptakan kedekatan fisik maupun emosional.
Berbicara mengenai ketidak amanan di dalam masyarakat virtual memang banyak sekali penyimpangin-penyimpangan di dalamnya, contohnya saja penipuan-penipuan yang dilakukan pengguna internet untuk membeli barang-barang yang ditawarkan di dalam situs, atau yang lebih simple dan bayak terjadi adalah banyak beredarnya foto maupun video di dalam internet, bahkan ada pula Cybersex. Tentu saja masyarakat virtual atau masyarakat dalam dunia maya ini harus dikontrol dan segera diatur penggunaannya dengan aturan perundang-undangan.


B.Pembahasan

Komunikasi Virtual adalah suatu bentuk komunikasi yang terjadi di dalam dunia maya atau cyberspace, sehingga tidak terdapat batasan-batasan baik ruang dan waktu antara komunikator dan komunikan berada. Hubungan di dalam komunikasi virtual tidak lagi membutuhkan kontak fisik melainkan digital.

Unsur-unsur komunikasi virtual
1.Komunikator : Institusi, personal, provider, pemasang web hosting
2.Pesan : Pesan dapat berupa teks, audio, video, foto
3.Media : internet
4.Komunikan : pengguna internet
5.Feedback : Langsung karena bersifat interaktif

Kelebihan komunikasi virtual
1.Sebagai media komunikasi interaktif
Melalui media internet kita dapat berkomunikasi secara interaktif karena feedback dari komunikasi interaktif adalah langsung antara komunikator dengan komunikan.
2.Memecahkan persoalan materialisme, dan konsumenisme.
Dengan adanya komunikasi virtual, budaya materialisme dan konsumerisme dapat terpecahkan karena dalam dunia maya atau cyberspace, kita dapat melihat dan mengetahui benda-benda apa saja yang ada di dunia. Misalnya, apabila kita ingin mempunyai sebuah lagu dari penyanyi terkenal, kita tidak harus membeli kaset atau cd-nya, tetapi kita bisa mendownload dari situs tertentu atau barter dengan teman kita di dunia maya.
3.Dapat menyampaikan pesan secara massa
Melalui komunikasi virtual, konteks komunikasi di internet bisa menjadi komunikasi massa atau komunikasi personal dalam junlah yang banyak. Karena dari pengguna internet yang menggunakan komunikasi virtual dapat menjadi komunikator maupun komunikan.
4.Dapat menyampaikan pesan-pesan yang dapat berupa teks, audio, video, foto atau grafis.
5.Mengetahui dunia luar
Dengan adanya komunikasi virtual di internet, kita dapat mengetahui apa yang sedang terjadi di dunia luar, ada apa di luar sana tanpa kita harus kesana terlebih
dahulu.
6.Mendapatkan informasi secara cepat
Kita bisa mengetahui dengan cepat apa yang sedang terjadi tanpa harus membaca Koran terlebih dahulu.

Kekurangan Komunikasi Virtual
1.Dapat mengakibatkan terhipnotis atau terobsesi dengan dunia internet / dunia maya.
2.Harus menggunakan media internet yang tidak semua orang paham akan kegunaannya
3.Memungkinkan munculnya kejahatan dalam dunia maya, misalnya memblokir suatu situs ataupun membuat rusak suatu situs atau mengacak-acak sebuah situs personal.
4.Banyaknya muncul pornografi dan pornoaksi yang bebas di internet dan apabila tidak berhati-hati anak-anak juga akan terkena bahaya ini.
5.Apabila terjadi koneksi rusak atau putus, komunikasi tidak dapat berjalan dengan lancr / terputus.

Model Komunikasi klasik
Banyak sekali model komunikasi klasik, salah satunya adalah model yang paling sederhana. Yaitu model yang berisikan pernyataan tentang siapa yang berbicara, apa yang dibicarakan da siapa yang mendengarkan. Model ini berasal dari pemikirannya Aristoteles yang menganggap komunikasi itu adalah retorika. Jadi awal munculnya komunikasi adalah retorika dari Arisoteles.
Setelah komunikasi lisan yaitu komunikasi yang sangat sederhana, muncullah era komunikasi cetak dan telekomunikasi. Bermunculanlah pula teori-teori pada era ini karena pada saat ini komunikasi sudah maju dan berkembang pesat. Dengan adanya penemuan mesin cetak dan telegraf serta mesin elektronik yang dapat menyampaikan pesan, masyarakat atau massa dapat menggunakan komunikasi dengan baik.

Unsur Komunikasi Klasik
1.Komunikator, merupakan pembuat pesan yang dapat berupa individu, kelompok, instansi ataupun pemerintah.
2.Pesan
3.Komunikan
4.Media, channel
5.Feedback
Pada model komunikasi Laswell, terdapat unsur-unsur: Siapa (who) : Komunikator Mengatakan apa (says what) : Pesan Melalui apa (In with channel) : Medium, channel Kepada siapa ( to whom ) : komunikan
Apa akibatnya (with what effect) : Feedback

Model komunikasi virtual
Komunikasi virtual terdiri dari berbagai macam jenis, seperti email, web dan chatting

Chatting
Syarat dilakukan chatting adalah pengirim dan penerima pesan berada pada kondisi online artinya mereka harus pada waktu yang sama. komunikasi dengan IRC terjadi dalam satu kelompok pengguna/ channel. Sehingga IRC dapat dikatakan sebagai komunikasi kelompok.orang pemberi stimulus disebut dengan Comunicator, sedangkan penerima pesannya adalah Receptor.

Kekurangan :
Model komunikasi chatting ini orang-orang atau komunikan dan komunikatornya belum saling mengenal sehingga rasa kepercayaan dari masing-masing pihak minim, maka umumnya kontinuitas/ kelanjutan hubungan IRC ini seringkali terputus.
Lebih banyak noise atau gangguan dari pada komunikasi klasik, dalam IRC selain terdapat gangguan bahasa, perbedaan budaya, dan sebagainya, masih terdapat juga hambatan teknis yang berupa disconnect, sehingga tidak memungkinkan teknologi komunikasi yang digunakan terkoneksi dalam jaringan internet.

Kelebihan :
Seseorang dapat berada dalam lebih dari 1 channel, sehingga akan lebih banyak mendapatkan teman dalam waktu yang singkat
Feed back(arus balik)nya langsung
Seseorang dapat berperan ganda menjadi komunikan sekaligus komunikator.
Websites
Faslititas web browser pada dasarnya merupakan tempat atau sarana untuk menyampaikan berbagai informasi oleh institusi atau perorangan, tentu saja secara online dan bersifat maya. Dalam website yang bertindak sebagai komunikatornya adalah provider internet. Bukan lembaga/ orang yang menggunakan web sebagai media informasi, mereka lembaga atau orang yang menggunakan web disebut source. Pesannya adalah umum dan feed backnya langsung namun delafed (tertunda).

Kekurangan :
Hambatan/ noise relatif banyak (mekanis dan bahasa)
Terkadang tidak sesuainya permintaan komunikan melalui fasilitas query, akibat ketidaktepatan penulisan keyword.

Kelebihan :
Tidak terbatas ruang dan waktu
Segala informasi ada didalamnya
Dapat digunakan untuk berbagai aspek kehidupan, politik, ekonomi dan bersifat aktif karena ingin melakukan pencarian sendiri tanpa dikekang oleh media.

Email
Email, merupakan salah satu model komunikasi virtual yang sering digunakan oleh banyak orang. Jenis komunikasi yang berbentuk asinkronis, artinya pengirim pesan dan penerima pesan tidak berada pada waktu dan tempat yang sama. Dengan demikian proses komunikasinya mengalami jeda (poused) dalam penerimaannya. komunikasi dilakukan atas dasar kebutuhan atau kepentingan seseorang. Pesan yang dikirim membutuhkan waktu. Umumnya komunikan dan komunikator telah saling mengenal. Email seperti surat, maka umumnya email bersifat formal.

Kekurangan :
Ketidaktepatan waktu sampainya pesan
Kita harus memiliki alamat dari komunikan secara tepat
Feed back tidak langsung

Kelebihan :
Lebih efisien dan praktis
Sifatnya personal

Diatas dalam sub-sub model komunikasi telah disinggung. Apa yang membedakan model komunikasi virtual dan model komunikasi klasik, namun perbedaan secara global adalah :
Hambatan/ noise pada model komunikasi klasik lebih minim daripada model komunikasi virtual
Feed back relatif lebih cepat dan tepat sasaran (komunikasi virtual)
Komunikasi virtual lebih banyak instrumennya dan prosesnya pun lebih panjang.

Perbedaan antara masyarakat nyata dan virtual
Jika dalam masyarakat nyata kita sendiri secara fisik menjadi icon atau identitas yang membedakan diri kita dengan yang lainnya, namun dalam masyarakat virtual terdapat icon tersendiri yang menjadi simbol akan diri kita, contohnya saja nickname digunakan saat chatting. Foto dalam friendster, yang tentu saja kita dapat menggunakan icon itu tidak sesuai dengan diri kita dan masih banyak lagi contoh-contohnya.
Apabila dalam komunikasi masyarakat nyata gangguan interaksi antar individu di dalamnya terjadi karena pribadi seseorang itu sendiri, namun gangguan dalam komunikasiunitas bukan hanya itu melainkan juga gangguan secara teknis.
Dalam keterbukaan individu-individu di dalam masyarakat lebih tereksplore karena mereka merasa tidak saling mengenal (kenal saat chat itu saja, sebatas mengetahui nama, melihat dengan web cam, dan lain-lain) sehingga mereka tidak saling sungkan untuk bercerita/ tidak malu untuk curhat bahkan berani mengungkapkan hal-hal yang bersifat tabu di masyarakat nyata.sedangkan interaksi di dalam masyarakat nyata lebih kuat dan lama.


C.Kesimpulan
Menurut pendapat saya untuk saat ini berkomunikasi di dalam masyarakat sosiologis lebih aman dibandingkan dengan berkomunikasi di dalam masyarakat virtual dan klasik karena akan timbul kepercayaan dan jika kita ingin berkomunikasi untuk mendapatkan kedekatan antar individu serta ingin mendapatkan keamanan dan kepercayaan maka alangkah lebih baik kita berada di dalam masyarakat sosiologis/ masyarakat nyata. Namun disaat-saat tertentu dimana mengharuskan kita untuk mengakses informasi secara cepat maka dunia virtual atau maya sangat dibutuhkan sebagai dunia kedua atau bisa dikatakan masyarakat sampingan selain dari dunia nyata. Karena di jaman sekarang ini internet dirasa praktis, mudah dan relatif terjangkau serta berbagai aspek kehidupan memang telah disuguhkan dalam internet ekonomi (perdagangan), politik, pendidikan, religi, dan masih banyak lagi.