Tengoklah kembali perjalanan Anda saat ini, akan menuju kemana? Apakah ke arah yang lebih baik, atau ke arah yang lebih buruk, atau tetap saja seperti saat ini? Tetapkanlah sebuah putusan dan jalanilah menuju konsekuensinya.
Powered By Blogger
Tampilkan postingan dengan label resensi buku. Tampilkan semua postingan
Tampilkan postingan dengan label resensi buku. Tampilkan semua postingan

Minggu, 05 Desember 2010

Mencari Tuhan di Warung Kopi : Meraih Cinta Tanpa Guru


Category: Books
Genre: Religion & Spirituality
Author: Ilung S. Enha
Mencari Tuhan di Warung Kopi : Meraih Cinta Tanpa Guru

Penulis : Ilung S. Enha
Cetakan : I, Agustus 2004
Jumlah Halaman : 244
Penerbit : Hikmah (Mizan Grup)
Harga : Rp 27.000
ISBN : 979-3674-16-4

Ke mana pun kita menghadap maka di situlah "wajah" Tuhan. Tuhan juga lebih dekat daripada urat tenggorokan kita. Bahkan ketika manusia berpisah dengan jasadnya ia tetap belum lepas urusan dengan Tuhan. Tuhan tidak pernah memisahkan diri dalam suatu ruang tertutup dan selalu membuka diri kepada setiap hamba-Nya untuk ditemui. Karena manusia secara esensial berasal dari Tuhan, maka manusia juga selalu rindu untuk kembali kepada Asalnya. Tapi, manusia sering kali merasa terasing meskipun Tuhan amat mudah didekati. Salah satu penyebabnya adalah karena karena banyak orang-orang saleh telah membangun tabir yang sulit ditembus; tasawuf sebagai jalan menghampiri Tuhan telah dibuat terlalu elitis dan kaku. Mereka seperti telah memonopoli Tuhan hanya untuk kalangan mereka sendiri. Begitulah kiranya Ilung S. Enha mengisahkan kegelisahan spiritualnya dalam melakukan pencarian.

Bagi Ilung, Mencari Tuhan di Warung Kopi tentu saja bukan omong kosong. Berlama-lama di tempat ibadah pun bukan jaminan bahwa seseorang senantiasa ingat kepada Tuhan. Bukankah Tuhan juga tidak pernah membatas-batasi hamba-Nya untuk terus menemui-Nya? Buku ini menawarkan sebuah pandangan baru dalam mencari Tuhan secara akrab, elegan, dan sekaligus menyenangkan.

Jumat, 01 Oktober 2010

Keputusan Di Tengah Kesulitan


Judul : The Power of 10-10-10
Penulis : Susan Welch
Penerbit : Penerbit Kaifa, PT. Mizan Pustaka 2009
Hal : 252 halaman
Harga : Rp. 42.000,-
Peresensi : Lestari N.

10-10-10? Ada apa dengan tanggal 10 bulan Oktober tahun 2010? Itu yang pertamakali ditanyakan oleh seorang teman ketika saya menuliskan kata The Power of 10-10-10. Rupanya angka tersebut memang menarik dan lumayan unik. Bahkan kehadiran buku ini yang merupakan buku tentang metode pengambilan keputusan tersebut, gagasannya muncul dalam situasi yang unik pula. Bayangkan seorang perempuan karir yang sangat bersemangat mendongkrak karirnya, memaksakan diri mengajak ke dua anaknya pergi ke Hawaii, 12 jam perjalanan dengan pesawat dari kota tempat tinggalnya, untuk menghadiri sebuah konferensi penting (hal 16).

Yang terjadi bukannya anak-anaknya bahagia, dan konferensinya sukses, namun semuanya malah berantakan. Saat itulah sang menyesali keputusannya yang “memaksakan” diri mengajak anak-anaknya itu. Coba saja kalau dia bisa memutuskan dalam waktu 10 menit dengan keputusan meninggalkan anak-anaknya di rumah, paling-paling kedua anaknya akan rewel seharian, serta segera melupakan ketidak hadiran sang mama, lalu 10 bulan kemudian mereka akan tetaplah menjadi anak-anak yang tidak bermasalah, dan 10 tahun kemudian semua baik-baik saja, baik dari sisi karir dan kehidupan anak-anaknya. Itulah awal gagasan 10-10-10.

Sepuluh (10) yang pertama pada dasarnya berarti “Saat itu juga”, itu bisa berarti dalam 10 menit, satu jam, satu minggu atau bahkan satu menit. Sepuluh (10) kedua mewakili suatu titik di masa depan yang belum terlalu jauh, ketika reaksi awal dari keputusan Anda sudah berlalu, tapi konsekuensi-konsekuensinya masih terjadi dengan cara-cara yang bisa Anda duga, bisa berarti 10 bulan, 1 tahun, atau bahkan 2 tahun. Sementara sepuluh (10) ketiga mewakili suatu waktu di masa mendatang yang fakta atau perinciannya sepenuhnya masih samar, bisa 10 tahun, 8 tahun, atapun 20 tahun.

Jurus 10-10-10 ini memang cukup banyak berhasil di terapkan orang yang merasa dalam kondisi sulit namun harus mengambil keputusan. Tetapi bukan berarti 10-10-10 hanya bisa dilakukan saat Anda merasa terjepit maupun terpaksa, karena banyak orang justru menggunakannya untuk pengambil keputusan sehari-hari. Tentu saja untuk menentukan langkah 10-10-10 diperlukan analisis. Semua data dan informasi yang Anda kumpulkan harus di analisis dengan cermat, dibandingkan dengan nilai-nilai diri Anda yang paling pribadi, keyakinan-keyakinan, sasaran-sasaran, mimpi-mimpi, dan kebutuhan-kebutuhan Anda. Pendeknya dengan langkah ini akan mendorong Anda untuk bertanya: “Dengan mempertimbangkan semua pilihanku dan akibatnya, keputusan apa yang akan paling membantuku dalam menciptakan sebuah kehidupan yang kurancang sendiri?”, Dengan menjawab pertanyaan tersebut, Anda memperoleh solusi 10-10-10 (halaman 24).

Para ahli sosiologi sudah lama sependapat bahwa pekerjaan adalah sumber utama identitas dalam kehidupan kita, yang memberi kita arah, tujuan, dan bertindak sebagai pengelola utama hari-hari kita. Demikian pentingnya pekerjaan yang menjadi dari bagian martabat kita yang kemudian menjadikannya sebuah kegiatan yang seringkali membutuhkan ketepatan kita dalam mengambil keputusan. Di sinilah 10-10-10 menjadi sebuah alat penolong dalam setiap langkah dan tindakan yang hendak kita ambil dalam menjalankan pekerjaan kita.

Tentu saja keputusan yang diambil dengan langkah 10-10-10 dalam urusan ini tidak semuanya tampak cemerlang pada awalnya. Bisa saja keputusan itu membuat gundah bagi pengambilnya, seperti alkisah Razvan, usahawan ulet keturunan Rumania. Razvan yang muda dan penuh semangat ingin membuka sebuah perusahaan telepon selular di negaranya. Masalahnya, pacarnya seorang pramusaji, Mihaela, sedang menunggunya di Bukarest, dan ingin terlibat dan ikut membuka perusahaan tersebut.

Masalahnya menurut Razvan sang kekasih ini tidak cakap mengelola keuangan. Lalu dengan metode 10-10-10, 10 menit pertama Razvan sebuah jawaban YA untuk kerjasama tersebut tampak mungkin masuk akal, dan jawaban TIDAK akan menimbulkan “Perang Dunia Ketiga”, istilah yang dipakai Razvan. Gambaran 10 bulan nampaknya lebih tegas, hasilnya akan buruk atas apapun pilihan yang akan dibuat. Jika mereka bekerjasama, kemungkinan akan terjadi pertengkaran demi pertengkaran atas sikap pengelolaan yang berbeda atas perusahaan tersebut. Namun bila mereka tidak jadi bekerjasama maka kemungkinan untuk berpisah juga nampak jelas. Ketika gambaran ke 10 tahun ke depan diambil, maka bayangan mengerikan lebih jelas: “Sebuah kehidupan yang setiap harinya diisi dengan pertengkaran-pertengkaran”. Menurut Razvan, apa yang dimiliki mereka berdua hanyalah masa lalu, dan bukan masa depan. Dengan itu keputusan Razvan melalui 10-10-10 telah dibuat. Apakah dia bahagia? Tentu saja tidak. Bagaimanapun juga kebahagian tidak sekadar yang ada di depan mata, dan ada kebahagiaan lain yang sedang menunggunya.

10-10-10 juga bisa digunakan untuk melihat ketika karir Anda tampak tidak bergerak. Jika karir Anda tampak mandek, coba ingat kapan dan bagaimana hasil tinjauan kinerja terakhir Anda yang sesungguhnya. Jangan beranggapan bahwa kinerja Anda baik karena boss Anda tidak mengatakan sebaliknya. Dan ingat jangan menggunakan 10-10-10 untuk mengambil keputusan apakah Anda akan tetap tinggal atau pergi sebelum Anda memperoleh umpan balik yang jujur yang Anda butuhkan tentang kinerja Anda. Baru setelah itu Anda bisa menentukan apakah kemandekan Anda dapat diperbaiki, atau ternyata menyelamatkan diri adalah satu-satunya harapan (halaman 158).

Bagaimana? Sudah siap memainkan 10-10-10 dengan tangkas dan cantiknya?

Mau SDM Handal? Lakukan Riset SDM!


Judul : Riset Sumber Daya Manusia: cara praktis mengukur stress, kepuasan kerja, komitmen, loyalitas, motivasi kerja dan aspek-aspek kerja karyawan lainnya
Penulis : Istijanto Oei, M.M., M.Comm
Penerbit : Gramedia Pustaka Utama
Tahun : April, 2010
Hal. : 273 + X
Harga : Rp. 57.500,00
Peresensi : Ardiningtiyas

Jika pada kesempatan sebelumnya Konsultankarir.com mendapat kesempatan menulis resensi buku terbitan Gramedia yang mengkritik aktivitas departemen SDM. Departemen yang seharusnya menjadi sumber dari banyak informasi tentang pelaku utama bisnis yakni manusia ini dituding tidak optimal. Banyak informasi pekerja dalam departemen ini yang hanya berupa nama dan angka. Departemen SDM hanya mengenal atau hafal nama karyawan, namun tidak mengenal siapa mereka. Apa yang menjadi minat, pola kerja, motivasi kerja apalagi kepuasan kerja. Buku “Mengapa Departemen SDM Dibenci?” yang cukup memanaskan semangat pelaku SDM kini mendapatkan partner sekaligus instrumen penangkalnya.

Buku Istijanto Oei ini merupakan edisi revisi dengan beberapa bonus menarik dan berguna seperti Employee’s Self Testing, 30 kuesioner riset SDM terkini serta Cara analisis & olah data SPSS. Buku praktis yang telah dipakai oleh praktisi SDM termasuk karyawan ini memasuki cetakan ke-4, untuk menguji aspek-aspek kerja. Seperti tekanan pekerjaan, kepuasan kerja, hingga kebingungan peran. Penulis memulai lembaran buku ini dengan Bab 0 berjudul Pemanasan. Pembaca diajak melakukan evaluasi mandiri dengan mengisi Employee’s Self Testing untuk menguji baik buruknya factor-faktor kerja. Penulis berpandangan bahwa sebagai karyawan, tentu banyak menghadapi situasi menyenangkan dan sebaliknya. Situasi inilah yang ingin dilihat pengaruhnya terhadap prestasi atau produktivitas kerja. Terdapat 21 pernyataan dengan pilihan dari Sangat Setuju hingga Sangat Tidak Setuju (h.1-6).

Setelah pemanasan yang memberi kesempatan diri menelusuri ‘catatan’ kinerja diri selama ini, penulis menyuguhkan menu utama yakni riset SDM. Sebagai satu-satunya aset yang berbeda dari aset benda lain di perusahaan, manusia memerlukan pengelolaan yang berbeda pula. “Keunikan aset SD Mini mensyaratkan pengelolaan yang berbeda dengan aset lain, sebab aset ini memiliki pikiran, perasaan, dan perilaku, sehingga jika dikelola dengan baik akan mampu memberikan sumbangan bagi kemajuan perusahaan” . Penulis mencontohkan berbagai keunikan di sini seperti dalam memotivasi karyawan. Sistem bonus mungkin akan cocok untuk karyawan bagian produksi, namun kurang untuk di bagian pelayanan pelanggan, atau level manajer. Pujian mungkin bisa memacu semangat kerja, namun bisa dianggap basa-basi untuk karyawan di bagian perakitan (h.7).

Lalu bagaimana mengetahui perlakuan tepat pada karyawan, apalagi dalam satu perusahaan dengan jumlah karyawan di atas 100? Buku ini memberikan jawaban praktisnya. Penulis tidak hanya memberikan gambaran pentingnya riset tentang SDM, melainkan juga tahapan, analisa dan instrumen riset yang siap diaplikasikan. Secara detil, buku ini mengangkat tema: Penetapan Masalah Riset; Penentuan Desain Riset; Metode Pengumpulan Data; Menentukan Desain Pertanyaan, Skala, dan Alat Analisis; Metode Pengambilan Sampel; Proposal Riset SDM; Pengumpulan Data; Pengeditan, Pengodean, Penginputan Data; Analisis dan Penginterpretasian Data; Penyajian Laporan Riset; Aplikasi Praktis 30 Topik Riset SDM.

Untuk mereka yang belum akrab dengan riset SDM, bisa mempelajari pemetaannya pada Gambar 1.2: Tahapan riset SDM. Bagan ini memberikan gambaran jelas dan runtut mulai dari Penentuan masalah riset sebagai kotak teratas hingga panah ke kotak paling bawah yakni Penulisan dan penyampaian laporan akhir (h.14). Peta ini juga berfungsi sebagai pengantar pembahasan buku secara menyeluruh.

Penulis mengangkat beberapa isu krusial dalam penetapan masalah riset, seperti perbedaan identifikasi masalah dan pemecahan masalah. Identifikasi memiliki fungsi prediktif dan antisipatif yakni mengidentifikasi masalah yang berpotensi muncul. Sedangkan pemecahan masalah bersifat pragmatis yakni fokus pada masalah-masalah yang telah ada (h.22-23). Selanjutnya, bagaimana desain riset yang tepat? Apakah eksploratori, deskriptif atau kausal? Apa saja tujuan, karakter, metode dan hasilnya? Penulis merangkum berbagai pertanyaan tersebut dalam table 3.1 (h.28) melengkapi pembahasan di bab.3.

Pengetahuan tentang data seperti data primer-sekunder, kualitatif-kuantitaif akan ditemukan pada pembahasan metode pengumpulan data. Data kualitatif bersifat bervariasi, tidak terstruktur; deskriptif dan bisa mendalam serta non-statistik. Karena itu, secara kuantitas biasanya bisa lebih sedikit, seperti 10 karyawan. Berbeda dengan data kuantitatif yang berpola terstruktur, mengarah pada kesimpulan (konklutif), lebih mungkin untuk membuat generalisasi karena membutuhkan jumlah lebih banyak untuk pengolahan statistik (h.43).

“Desain pertanyaan, penentuan jenis skala dan alat analisis merupakan tahap riset yang saling berhubungan. Namun, ketiga komponen tersebut tidak mutlak harus ada, tergantung jenis risetnya” (h.61). Penyusunan daftar pertanyaan harus sesuai dengan jenis dan tujuan riset. Kini, bagaimana teknik mengembangkan pertanyaan dalam kuesioner, skala apa yang tepat dan ada berapa macam skala yang dapat digunakan dalam riset. Semua itu dijelaskan secara sederhana dalam bab 5 ini.

Semua langkah di atas masih belum lengkap tanpa Anda mengetahui teknik pengambilan sample. Pada prinsipnya pengetahuan ini hampir telah dimiliki pembaca yang mengambil mata kuliah metode penelitian dan penyusunan tulisan ilmiah seperti skripsi. Meski demikian, penulis tetap membahas inti dari beberapa teknik pengambilan sampel yang bisa digunakan dalam riset SDM. Terbagi menjadi dua besar teknik yakni probability sampling dan non-probability sampling, Anda akan kembali menemui simple random sampling, systematic sampling, stratified sampling, cluster sampling, pada probability sampling. Berlanjut dengan judgemental sampling, convenient sampling, quota sampling, dan snowball sampling untuk non-probability sampling (h.132).

Penulis melengkapi metode pengumpulan data dengan cara memasukkan data dalam program SPSS (h.160). Proses analisa statistik menggunakan program SPSS juga disajikan pada bab selanjutnya dengan menampilkan secara berurut tahapannya (h.177). Setelah semua tahap tersebut dilakukan, kini saatnya menuliskan laporan riset SDM. Bagaimana sistematikanya? Anda tinggal mencermati ringkasannya di hal.182, dan menuangkannya dalam Laporan Riset SDM.

Buku yang simpel, praktis namun cukup menyeluruh ini bisa menjadi pegangan bagi riset SDM di perusahaan. Suatu kebutuhan mendasar untuk menerjemahkan secara nyata paradigma “Karyawan adalah aset perusahaan”. Pada sisi lain, buku ini akan lebih lengkap jika menambahkan dasar riset empiris ilmiah seperti bagaimana menggunakan landasan teoretis dan hasil studi sebelumnya untuk acuan penyusunan riset. Tema penting lainnya juga tentang validitas dan realibilitas instrument riset. Bagaimana menyusun dan mengevaluasi pernyataan-pernyataan dalam kuesioner sehingga bisa tepat (valid) dan memiliki keajegan (reliable). Ilustrasi sederhananya, jika Anda menimbang badan pada pukul 8 pagi berat badan Anda 48, kemudian pada pukul 4 sore Anda menimbang ladi dan mendapatkan hasil 60, tentu ada yang salah. Ada kemungkinan Anda salah membaca angka pada timbangan, atau timbangan itu yang tidak benar. Pembahasan tema tersebut akan menjadi bekal lebih kuat untuk pihak Departemen SDM mengembangkan riset sesuai kebutuhan dengan fondasi ilmiah.

Perkuat Otot Memori Kita!


Judul : Myelin: Mobilisasi Intangibles Menjadi Kekuatan Perubahan
Penulis : Rhenald Kasali
Penerbit : PT. Gramedia Pustaka Utama
Hal : 346 halaman + xiii
Harga : Rp. 100.000,00
Peresensi : Ardiningtiyas P

“Setiap orang punya bakat. Yang jarang dimiliki adalah keberanian untuk mengantarkan bakat itu melewati lorong-lorong gelap dengan penuh disiplin” – Erica Jong (h.142)

“Membuat usaha menjadi besar, berkelanjutan, tangguh dan inovatif” Adalah kalimat yang akan kita temui pada sampul di bagian paling atas. Apakah buku ini khusus untuk para pengusaha? Untuk orang-orang yang sedang merintis, menjalankan atau mengembangkan usahanya? Kalimat di atas memang bisa ‘mengecoh’ calon pembaca yang telah mengalami ketertarikan visual pada sampul buku ini. Warna merah tua tegas berpadu dengan lingkaran ‘nukleus’ berpendar kuning dan oranye yang eye cathing. Rhenald Kasali segera menepis anggapan di benak kita pada prakatanya, “Pada tahun 2010 ini, saya ingin menghadiahi pembaca sebuah buku yang sudah lama saya pikirkan. (h.xiii)”

Mungkin sebagian dari kita masih ingat dengan buku DNA Change –nya, yang kebetulan memiliki warna dasar sampul buku sama, merah. Seakan ia ingin terus menyampaikan bahwa untuk perubahan diperlukan keberanian dan semangat yang tak boleh padam. Buku ini agak berbeda, Rhenald lebih bercerita dan bertutur dari satu kisah ke konsep dan kisah lainnya untuk mengenalkan konsep myelin. Ia mendeskripsikan myelin dengan perbandingan antara kereta api Jabotabek dan Shinkansen.

Kereta api Jabotabek adalah seperti manusia yang hanya mengandalkan satu kekuatan atau satu memory, yaitu satu lokomotif di kepalanya. Sedangkan kereta api Shinkansen adalah kereta supercepat karena mengandalkan dua jenis memory sekaligus, yaitu brain memory (di kepalanya, sebagai lokomotif penarik) dan muscle memory (pada setiap gerbongnya). Muscle memory itulah yang dimaksud dengan myelin (h.7).

Saya menyatakan bahwa dalam buku ini, Rhenald lebih banyak bertutur. Ia menghadirkan banyak kisah yang tidak hanya menyentil keraguan dan seribu excuse kita untuk menunda bertindak, namun juga menyentuh hati.

Seorang office boy yang sejak SMA telah tegas menjawab pertanyaan teman-teman tentang cita-cita “Aku mau jadi petugas cleaning service!”. Ia menetapkan pilihan sebagai jalan keluar kesulitan ekonomi keluarganya sejak kecil. “Cita-cita saya ingin membuat ibu tersenyum, karena dari dulu ibu susah banget tersenyum.” Dengan disiplin, kejujuran, kerja keras dan perhatian pada detil, ia telah menjadi coordinator office boy (OB). Ia kini juga telah memiliki sepeda motor dan membiayai adiknya kuliah (h.4).

Anda akan menemukan contoh-contoh intangibles pada manusia dengan segala kesulitan dan keindahannya, seperti dalam artis tua Susan Boyle, bintang-bintang sepakbola Brasil (dari Pele sampai Ronaldinho), dan Se Ri Pak (pemain golf Korea pertama yan memenangi US Women’s Open 1998). Intangibles dibangun dari dalam diri manusia yang membentuk myelin, dan begitu internal intangibles ini terbentuk, dibutuhkan jembatan intangibles keluar (eksternal intangibles) (h.25).

Lapisan myelin sendiri ditemukan oleh Rudolf Virchow (1854). Lapisan ini bisa terdiri dari lima helai, 50 helai atau lebih banyak lagi dalam suatu mata rantai informasi pada jaringan system syaraf manusia. Myelin berfungsi meningkatkan kecepatan arus informasi dalam bentuk impulses, dan menyebarkan ke seluruh jaringan otot (h.105 -106).

Tidak hanya otot tubuh yang memerlukan latihan, begitu pula dengan otot memory kita. Latihan dan latihan lah yang membuatnya kuat dan menjadi penggerak bersama brain memory . Pembahasan tentang myelin secara khusus juga ditampilkan di hal 98-128 sebagai penutup bab awal sekaligus penghantar bab selanjutnya. Semakin tebal lapisan itu, semakin efisien informasi beredar dan semakin cepat serta semakin otomatis manusia melakukan gerakan (h.108).

Susan Boyle, perempuan paruh baya yang awal kemunculannya di panggung dipandang sebelah mata oleh para audience di ajang Britain’s Got Talent. Parasnya yang lebih mirip seorang nenek dengan rambut pirang yang mulai menipis tampak gugup, apalagi salah satu jurinya adalah Simon Cowell. “Kalau saya berhasil, saya ingin mengubah dunia. Mengubah pandangan orang-orang,” ujarnya sedikit terbata-bata. Tawa ribuan penonton segera berubah menjadi kebisuan begitu mendengar suara emasnya mengalun. Suaranya mengingatkan audience pada Josh Groban, dengan penampilan fisik dan usia yang berbeda (h.27-29).Kisah lain berlanjut pada pelatihan atlit-atlit senam China juga pesepakbola Brasil.

Penulis juga menampilkan proses pemupukan intangibles di perusahaan Indonesia yakni taxi Blue Bird dan Wijaya Karya (WIKA) dengan analisa cukup dalam. Tanpa disadari, terdapat kalimat sakti yang menjadi inspirasi kuat di awal perkembangan dua perusahaan ini. “Kalau dulu Blue Bird mencari pelanggan, nanti pelanggan akan mencari Blue Bird,” kata pendirinya, Mutiara Djokosoetono (h.125) dan “Kalau hanya peralatan seperti ini kita juga bisa membuatnya sendiri,” ungkap Frans S. Sunito, insinyur muda WIKA yang kesal ketika membongkar peti-peti kemas dari Jerman di tahun 1980 (h.242).

Pada bagian akhir, penulis kembali mengingatkan bahwa aspek terpenting di belakang intangibles adalah memory. Memory itulah yang menggerakkan manusia untuk berkarya dan bertindak. Muscle memory dapat dibangun di dunia kesenian, olahraga, akademis, dan tentu saja dunia usaha (h.337).

Kalimat anggun Mother Teresa menutup rangkaian buku inspiratif ini.

“Tuhan tidak menuntut kita untuk berhasil. Ia hanya minta kita berani untuk mencobanya” – Mother Teresa.

Womenomics, Menciptakan Kondisi Kerja dan Keluarga yang Ideal


Judul : Womenomics, Membuat Aturan Main Sukses Anda Sendiri

Penulis : Claire Shipman & Katty Kay

Penerbit : Tiga Kelana 2010
Hal : 246 halaman + XXXII

Peresensi : Lestari N.


Jika ada dua orang hebat berkumpul, belum tentu menghasilkan sesuatu yang luar biasa, tetapi bila ada dua orang jujur berkolaborasi, maka hasilnya pastilah bermanfaat. Inilah yang terjadi pada penerbitan buku Womenomics, Membuat Aturan Main Sukses Anda Sendiri (Write Your Own Rules For Success). Duo jurnalis papan atas yakni Claire Shipman (Wartawan Senior ABC News) dan Katty Kay (Wartawan dan pembawa berita BBC World News America) menyajikan sebuah tulisan penuh inspirasi bagi para perempuan karir yang juga membangun keluarga.


Bagi kedua penulis, Womenomics adalah sebuah perubahan yang dipicu dua masalah. Pertama, bahwa perusahaan sadar akan meningkatnya produktifitas dan keuntungan yang dihasilkan perempuan, apalagi jika mereka bekerja dalam keadaan yang mereka inginkan. Kedua, datang dari para wanita yang menginginkan adanya perubahan. Karenanya kondisi ini bisa menjadi sebuah gerakan bagi para pekerja perempuan.


Buku ini memberikan kunci dan tips bagi para perempuan pekerja untuk secara asertif bertindak efektif, agar menciptakan kondisi di tempat kerja yang mampu memenuhi kebutuhan mereka. Para pekerja perempuan dibekali cara-cara melakukan negosiasi pada pimpinan, rekan kerja, dan relasi mereka saat kebutuhan mereka tidak 100% sesuai dengan kebutuhan pihak lain. Kondisi kerja yang fleksibel menjadi harapan semua pekerja, dan terutama kaum perempuan. Dalam survei-survei yang ada, fleksibilitas –kendali atas kehidupan pribadi dan kerja- sangatlah penting untuk kepuasaan professional mereka. Bahkan menurut Family and Work Institute, empat dari lima perempuan mengatakan bahwa mereka harus lebih fleksibel dalam bekerja (hal 31). Ketika pekerjaan tidak mutlak menguasai seseorang, ketika mereka bisa menjalankan pekerjaan dengan baik tanpa merugikan kepentingan pribadi pekerja tersebut, bisa dipastikan kunci kebahagiaan akan mereka rasakan.


Shipman dan Kay juga menjelaskan bagaimana perempuan harus mulai meninggalkan perasaan bersalah ketika mereka menuntut sesuatu yang menjadi hak dan kebutuhan mereka. Serta menyambut dengan suka cita kata “Tidak” ketika Anda harus menolak sesuatu tugas atau permintaan bantuan di tempat kerja yang tidak sesuai dengan jadwal maupun kewajiban Anda yang sesungguhnya. Roti lapis “tidak”, sebuah istilah yang terdiri atas berbagai cara mengatakan tidak, disampaikan oleh penulis buku ini disajikan dengan uniknya di halaman 110-115.

Tentu saja kekuatan buku ini karena para penulis itu sendiri membagi kisah nyata mereka ketika harus berjibaku dengan pekerjaan mereka, pimpinan, dan keluarga mereka. Keduanya juga memasukkan kisah nyata perempuan lainnya, termasuk dengan kisah suka, duka, dan sejumlah anekdot yang terjadi pada para perempuan pekerja. Argumen yang dibangun kedua penulis menunjukkan bahwa dengan usaha keras pada mental dan emosional dari kaum perempuan itu sendiri, mereka akan mampu menciptakan kondisi kerja dan rumah tangga yang ideal. Gaya tutur yang penuh pragmatis, serta disusunnya tahapan-tahapan penuh optimis, buku ini diharapkan mampu memberikan inspirasi pada para pembacanya, agar mereka mau melakukan sebuah gerakan revolusi dengan pendekatan fleksibilitas dalam dunia bisnis. Jika ini dijalankan, maka nantinya akan memberikan keuntungan tidak saja semata pada para perempuan, namun juga pada para pria sebagai patner bisnis, maupun pada keluarga mereka serta pada pencapaian hasil kerja itu sendiri dilingkungan tempat mereka bekerja.